Mohon tunggu...
Erikson Wijaya
Erikson Wijaya Mohon Tunggu... Administrasi - ASN Ditjen Pajak- Kementerian Keuangan. Awardee LPDP PK-160. A Graduate Student of Business Taxation at The University of Minnesota, USA (Fall 2020).

Be strong for life is short. Be patient for life is good. Be bold for life is challenging.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Hati-Hati! Begini Tanah Dapat Beralih Kepemilikan (1)

22 Oktober 2020   15:24 Diperbarui: 26 Oktober 2020   14:12 6826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanah adalah aset tetap yang tidak dapat disusutkan. Ini dikarenakan nilainya yang terus naik dan ketersediaannya yang terus terkurang. Oleh sebab itu, banyak orang ingin sekali memiliki tanah dan yang sudah punya selalu berpikir untuk mempertahankannya, atau kalaupun dijual, hanya dengan harga yang tinggi.

Namun demikian, di antara kedua sisi tersebut selalu ada pihak-pihak yang begitu cerdik dalam memperoleh tanah tanpa harus membayar mahal. Sebab di saat yang sama, selalu ada pihak-pihak yang berkeinginan untuk menjadi kaya tanpa bersikap jeli dan kritis terlebih daulu.

Artikel singkat ini menguraikan beberapa modus/trik yang dilakukan pihak pencari tanah untuk dimiliki secara taktis. Tujuan dari artikel ini adalah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat umum supaya lebih mawas dan siaga ketika tanah yang dimilikinya ditawar pihak lain dengan harga tinggi diiringi sejumlah iming-iming yang menggiurkan.

Angin surga bernama passive income dari saham kepemilikan

Kisah Pak Misnoh dan PT ABC

Sebut saja Pak Misnoh (nama fiktif belaka), beliau punya tanah di sebuah lokasi yang sangat strategis. Harga pasaran yang berlaku di tahun 20xx untuk tanah Pak Misnoh dengan ukuran 10 kavling besar (15 x20) mencapai Rp 40 miliar.

Di saat yang sama, PT ABC (nama PT ABC, by the way, sangat familiar dalam ingatan mahasiswa jurusan pajak atau akuntansi) yang dimiliki Pak Basroni (nama fiktif belaka) tengah merencanakan untuk membuat apartemen yang terintegrasi dengan sejumlah fasilitas pendukung semisal pusat perbelanjaan, rekreasi, dan ruang terbuka. Untuk itu, ia membutuhkan tanah yang luas.

Kebetulan, ia tahu soal tanah yang dimiliki Pak Misnoh. Demi hasrat berbisnisnya, Pak Basroni kemudian menemui Pak Misnoh dan menyatakan niatnya untuk membeli tanah Pak Misnoh dengan harga yang bahkan lebih tinggi hampir dua kali lipat lengkap dengan sejumlah rencana kerja sama dan bagi hasil.

Pak Misnoh, lantaran tanahnya ditawar begitu tinggi, tanpa menimbang lebih jauh, langsung menyetujui tawaran Pak Basroni. Dan sekilas terjadilah dialog berikut:

Pak Basroni: "Jadi Pak, Bapak punya tanah kami tawar Rp78 Miliar dan sebagai gantinya nanti tanah Bapak kami bayar berupa saham 30% dari apartemen yang nanti akan kita bangun diatasnya. Plus, setiap tahun Bapak dapat alokasi profit 30%. Ini kerja sama yang bagus buat asset strategis yang Bapak miliki!"

Pak Misnoh: "Wah beruntung sekali saya Pak. Sudah tanah saya dihargai tinggi, dapat saham 30%, setiap tahun dapat duit pula engga ngapa-ngapain di rumah aja. Cocok deh Pak, tapi kira-kira apa ada yang perlu saya bayar y Pak?"

Pak Basroni: "Bapak tidak perlu setor apa-apa, tinggal tunggu saja di rumah, insyaALLAH pekan depan ada staf saya namanya Jaelani (nama fiktif) yang bakal bawa semacam surat perjanjian atau kesepakatan baik antara kita ini Pak. Bapak cukup tanda tangan saja Pak, isinya sudah sesuai semua dengan obrolan kita hari ini. Saya bersyukur sekali bisa bertemu dengan Bapak"

Pak Misnoh: "Sama Pak, Saya senang sekali ketiban rejeki hari ini. Baik Pak, saya tunggu minggu depan y Pak kedatangan staff Bapak"

Pak Basroni kemudian pulang dengan hati riang lantaran rencanannya terwujud. Pun demikian pula Pak Misnoh, bayang-bayang memiliki apartemen dan beroleh penghasilan pasif saban tahun kadung memenuhi pikirannya sepanjang hari itu, bahkan sampai sepekan ke depan ketika Jaelani mengetuk pintu rumahnya.

Jaelani: "Saya Jaelani, Pak. Diminta Pak Basroni menemui Bapak buat tindak lanjut kesepakatan Bapak dengan beliau pekan lalu. Untuk itu, ini sudah kita siapkan lembar perjanjian atau kesepakatan kerja sama antara perusahaan kami dengan Bapak, yang intinya adalah Bapak bersedia dengan sadar menyerahkan tanah yang Bapak miliki kepada PT ABC yang kemudian kami akan memberikan saham kepemilikan apartemen yang nanti kita bangun sebesar 30%. Dan di perjanjian ini kami PT ABC menyatakan sanggup memberikan imbalan hasil berupa 30% laba bersih kami setiap tahun kepada Bapak. Perjanjian ini adalah bukti keseriusan kami menindaklanjuti itikad baik dari kesepakatan Bapak dan Pak Basroni pekan lalu. InsyaALLAH yang terbaik buat kedua belah pihak"

Pak Misnoh: "Baik Mas Jaelani, ini sekalian saya serahkan pula Sertifikat Hak Milik tanah di lokasi tersebut, jadi dengan sudah saya serahkannya sertifikat ini maka akan saya tanda tangani perjanjian ini Mas" Pak Misnoh sumringah menandatangani berkas perjanjian beberapa lembar itu lantaran sudah terbayang berbagai penghasilan rutin yang bisa ia dulang setiap tahun.

Jaelani: "Baik Pak Misnoh, kalau begitu saya pamit undur diri dulu y Pak. Dan sekaligus memberitahukan juga Pak bahwa rencananya, pembangunan sudah akan dimulai di tanah tersebut pekan depan. Jadi Bapak akan melihat banyak kendaraat berat mulai masuk lahan tersebut dan membawa material untuk persiapan pembangunan"

Pak Misnoh: "Aman Pak, tidak apa-apa. Saya jsutru senang, karena kalau sudah dibangun berarti akan lebih cepat beroperasi dan akan lebih cepat juga kita menikmati hasilnya"

Jaelani pulang dengan membawa surat perjanjian yang sudah ditandatangani Pak Misnoh dan SHM tanah yang akan dibangun oleh PT ABC.

Yang tidak diketahui Pak Misnoh secara persis adalah Jaelani langsung mengurus semua administrasi SHM tersebut agar dibalik nama menjadi PT ABC sebagai pemilik (HGB, karena PT ABC adalah badan hukum).

Sehingga, begitu selesai diurus, per hari itu, resmi dan sah, tanah strategis itu sudah berpindah tangan menjadi milik PT ABC, alias bukan milik Pak Misnoh lagi. 

Pembangunan apartemen, seperti yang dijanjikan, mulai berjalan. Kendaraan besar mondar-mandir di area tanah Pak Misnoh. Beliau pun rutin mengecek kemajuan proyek tersebut karena senang ia memiliki 30% dari apartemen itu nantinya.

Namun di tengah progres pembangunan yang lancar, tiba-tiba, Pak Basroni menelepon Pak Misnoh, kepada Pak Misnoh, Ia menyampaikan bahwa terdapat kendala dalam proses pembangunan tersebut dan untuk penjelasan detailnya ia kembali mengutus Jaelani untuk memberikan gambaran lengkapnya.

Benar saja, selang tiga hari kemudian, Pak Jaelani kembali disinggahi Jaelani.

Jaelani: "Begini Pak, proyek pembangunan apartemen kita mengalami kendala, ternyata perusahaan kekurangan dana sebesar Rp100 Miliar utnuk melanjutkan pembangunan tersebut. Sehingga seharusnya Bapak dapat memberikan tambahan dana Rp30 Miliar sesuai dengan porsi kepemilikan Bapak di apartemen tersebut"

Pak Misnoh: "Waduh Mas, bagaimana dong? Apa tidak berbahaya nantinya buat rencana kita ke depan Mas? Saya mana ada uang segitu banyak!"

Jaelani: "Tenang Pak, saya kesini bukan hendak meminta Bapak membantu dalam bentuk uang, melainkan untuk menjelaskan bahwa perusahaan (PT ABC) sudah mengambil jalan keluar dengan cara meminjam uang ke Bank XYZ. Pun, nanti PT ABC juga yang akan membayar cicilan utang tersebut termasuk bunganya setiap bulan"

Pak Misnoh: "Sukurla Mas kalau begitu, lalu bagaimana Mas, kapan proyek bisa kembali berjalan?"

Jaelani: "Segera Pak, ini proses peminjaman ke Bank XYZ sedang saya urus, pekan depan sudah dapat dananya, namun yang ingin saya jelaskan kepada Bapak adalah karena Bapak tidak dapat memberikan tambahan dana tersebut maka dengan demikian secara tidak langsung porsi kepemilikan Bapak berkurang dari yang tadinya 30% menjadi hanya 3% saja Pak. Ini disebabkan dengan PT ABC berhutang ke Bank XYZ sekaligus yang nantinya membayar utang itu, maka secara tidak langsung yang kemudian memberikan tambahan dana untuk kelancaran pembangunan proyek tersebut ya PT ABC, Pak"

Pak Misnoh: "Wah Mas, jadi kecil banget, dari 30% jadi hanya 3%. Kalau begitu saya batal saja Mas kerja sama dengan PT ABC. Saya mau ambil lagi saja tanah saya yang tadinya sudah diserahkan ke PT ABC. Rugi banyak saya kalau begini caranya. Lagipula mengapa tidak diperkirakan bahwa akan terjadi kekurangan dana saat sudah mulai membangun begini, Mas?"

Jaelani: "Saya juga kurang tahu Pak, saya hanya diamanahi saja oleh Pak Basroni, beliau juga katanya habis rapat dengan Direktur Finance and Control, jadi langsung meminta saya menemui Bapak. Tapi kalau Bapak mau putus kerja sama sama kami Pak, boleh saja. Tapi Bapak tidak bisa ambil lagi tanah tersebut, karena sertifikatnya sudah atas nama PT ABC. Atau kalau Bapak mau, Bapak bisa beli dari kami, tapi ya harganya sudah naik berkali lipat Pak, soalnya sudah ada bangunan di atasnya, barangkali naik sekitar 3-4 kali lipat Pak"

Pak Misnoh: "Wah mas, ini namanya saya rugi banyak. Sudah hilang tanah strategis, berkurang hak kepemilikan banyak, belum juga dapat duit apa-apa mas, udah rugi segini parah aja saya!"

Hikmah yang Bisa Diambil (Lesson Learned)

Andai kata Pak Misnoh lebih jeli menimbang segala kemungkinan di balik tawaran Pak Basroni, barangkali Pak Misnoh bisa terselamatkan dari segala kerugian semisal ini.

Pak Misnoh, bisa jadi adalah kita semua, yang tidak terbiasa berpikir kritis dari setiap hal manis yang datang menghampiri. Sebetulnya, tawaran untuk memiliki saham tanpa menyerahkan uang sama sekali sebagaimana diberikan Pak Basroni adalah hal yang cukup berisiko bagi sosok seperti Pak Misnoh yang awam soal seluk beluk legal, administrasi, dan bisnis.

Tidak ada yang salah dengan meminta pendapat dan pertimbangan pihak keluarga, orang terdekat, atau siapapun yang lebih berwawasan soal praktik bisnis semacam ini sebelum terjun lebih jauh.

Skema menawarkan calon investor untuk bergabung dalam suatu kepemilikan usaha dengan menyerahkan aset sebagai pengganti saham sebetulnya adalah hal yang lumrah.

Di Amerika Serikat, hal ini merupakan skema favorit para pebisnis karena menawarkan kesempatan untuk tidak dikenai pajak sama sekali. Kantor Pajak di Amerika Serikat sudah mengaturnya di dalam 26 U.S. Code 351 tentang Transfer to corporation controlled by transferor.

Di Indonesia sendiri, penyerahan aset sebagai pengganti saham bukanlah suatu penghasilan bagi perusahaan penerima sehingga tidak dikenai Pajak Penghasilan.

Pak Basroni sendiri selaku pemilik PT ABC begitu diuntungkan dengan strategi yang diterapkannya kepada Pak Misnoh. Pak Basroni telah beroleh aset tanpa membayar sepeser pun uang kepada Pak Misnoh, bebas pajak, dan lambat laun bahkan menjadi 97% pemilik apartemen yang tengah dibangunnya.

Apakah secara hukum Pak Basroni salah? Sulit untuk mendudukan Pak Basroni sebagai orang yang salah.

Semua dokumentasi lengkap dan valid, kesepakatan atas dasar suka sama suka untuk berbisnis dengan Pak Misnoh pun lengkap dibubuhi tandatangan kedua belah pihak. Lebih jauh lagi memang, kepemilikan tanah sudah berganti menjadi milik PT ABC secara sah (skema HGB).

Yang mungkin perlu dipertanyakan dari Pak Basroni adalah moralitasnya sebagai seorang yang memiliki wawasan dan intelektualitas dalam berbisnis.

Sepatutnya, Ia menjelaskan kepada Pak Misnoh bahwa jika terjadi kekurangan dana dalam proses pembangunan maka akan terjadi hal yang dialami Pak Misnoh sekarang. Sehingga seharusnya saat itu, Pak Misnoh punya gambaran yang cukup sebelum mengambil keputusan.

Itu yang tidak tersampaikan kepada Pak Misnoh dan sialnya, Pak Misnoh pun terlalu awam untuk berpikir sekritis itu. Klop, ketemu! Barangkali juga, Pak Misnoh sebelumnya sudah di-profile oleh PT ABC sehingga dipandang cocok untuk dijalankan strategi yang dilakoni Pak Basroni dan Jaelani. 

Alternatif Pengganti Praktik Kerja Sama

Ada banyak hal yang seharusnya dipertanyakan Pak Misnoh sebelum memberi jawaban atas tawaran Pak Basroni, antara lain:

1. Apakah perusahaan punya kekuatan uang yang cukup untuk menyelesaikan pembangunan?
2. Apakah laporan keuangan PT ABC diaudit secara independen dan profesional oleh Kantor Akuntan Publik?
3. Apakah PT ABC selama ini patuh pajak dan tidak pernah terkait perkara hukum lainnya?
4. Apa dasar pemberian alokasi 30% kepada dirinya dan apa itu nilai yang setara dengan harga jual?
5. Berapa nilai total proyek pembangunan tersebut dan berapa nilai uang tunai yang dimiliki PT ABC?
6. Apa saja aset lancar yang dimiliki PT ABC dan berapa jumlahnya?
7. Apakah PT ABC mempunyai utang dan apa aset yang dijaminkan serta berapa nilai utangnya?
8. Apakah ada surat keterangan dari bank (jika berutang) tentang kualitas pembayaran utang PT ABC?
9. Apa sudah ada gambaran perhitungan potensi pendapatan ketika apartemen sudah berjalan?
10. Apa sudah ada antisipasi jika ke depan apartemen tidak laku? 

Itu sekurang-kurangnya 10 pertanyaan yang harusnya diajukan kepada Pak Basroni. Jika mau diperdalam lagi bisa lebih banyak dan barangkali bisa bikin Pak Basroni memilih mundur dari rencana melibatkan Pak Misnoh.

Tapi bagi Pak Misnoh, 10 pertanyaan itu tidak ada sama sekali dalam lintasan pikirannya. Ia sama sekali tidak kenal dengan laporan keuangan, penghindaran pajak, sampai uji kelayakan proyek, sehingga yang ada dalam benaknya hanya gambaran soal potensi pendapatan yang dapat mengalir begitu apartemen mulai berjalan.

Di sinilah kesalahan yang memulai semua segala permasalahan. Bisa dibilang, kecil peluang bagi Pak Misnoh untuk mendapatkan kembali tanahnya. Sebab dengan sadar, ia telah melangkah tanpa sadar ke sebuah skema yang penuh risiko.

Jika saja Pak Misnoh, berwawasan yang cukup, mungkin lebih baik baginya untuk menawarkan skema kerjasama yang lain, yakni sewa tanah dengan segala klausul yang harus ia persiapkan lebih dahulu antara lain: pembayaran di depan, batas waktu yang jelas, besaran nilai sewa yang disesuaikan secara progresif sesuai perkembangan bisnis dan ekonomi, sampai aspek lainnya yang membuat ia selamat dari kerugian di masa mendatang.

Namun dengan skema sewa Pak Basroni kemungkinan enggan, sebab tujuan utamanya adalah hendak memiliki tanah. Jika hanya menyewa maka tujuan itu tidak akan tercapai dan ia justru akan terbebani dengan kewajiban memotong Pajak Penghasilan atas sewa setiap tahun atas nama Pak Misnoh. 

Sebagaimana telah disampaikan, tulisan ini semata disusun untuk mengingatkan penulis dan memberikan wawasan bagi pembaca dengan semangat untuk menjadi sarana belajar satu sama lain sehingga terselamatkan dari hal-hal yang merugikan. Tidak ada maksud untuk menyerang atau menyinggung pihak-pihak tertentu. Serta, tentu saja, praktik semacam ini sudah banyak dibahas dalam berbagai sumber di laman internet/seminar/buku/artikel.

Penulis sendiri terinspirasi dari berbagai sumber yang penulis baca dan kemudian penulis kembangkan sendiri sesuai wawasan yang penulis pahami.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun