Mohon tunggu...
Erikson Wijaya
Erikson Wijaya Mohon Tunggu... Administrasi - ASN Ditjen Pajak- Kementerian Keuangan. Awardee LPDP PK-160. A Graduate Student of Business Taxation at The University of Minnesota, USA (Fall 2020).

Be strong for life is short. Be patient for life is good. Be bold for life is challenging.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Negara Vs Pandemi Covid-19, Pajak Bisa Apa?

14 Juni 2020   15:44 Diperbarui: 14 Juni 2020   15:42 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: http://vneconomictimes.com/

Pajak hadir melalui insentif bagi dunia usaha maupun rumah tangga berupa keringanan membayar atau pembebasan sementara sampai dengan jangka waktu tertentu. Keringanan membayar tercermin dari pengurangan pajak bulanan PPh Pasal 25 sebesar 30%. 

Adapun untuk Wajib Pajak kecil/ kriteria UMKM, pemerintah bahkan membebaskan dari kewajiban membayar PPh Pasal 4 Ayat 2 yang lazimnya ditetapkan senilai 0,5% dari omset/bulan. 

Pajak juga hadir melalui skema Ditanggung Pemerintah (DTP) khusus untuk PPh Pasal 21 bagi karyawan dengan penghasilan kotor maksimal Rp200.000.000.- per tahun yang diterima dari pemberi kerja dengan jenis usaha yang diperkenankan (total ada 1.062 klasifikasi lapangan usaha menurut PMK-44/PMK.03/2020). 

Dengan skema DTP, karyawan dengan kriteria dimaksud dapat menerima semacam bantuan tunai sebesar Pajak Penghasilan yang seharusnya setiap bulan dipotong pemberi kerja. 

Tambahan penghasilan ini diharapkan mampu memberi sokongan bagi karyawan tersebut untuk tetap dapat hidup cukup semasa kondisi sulit akibat pandemi. 

Selain itu terdapat pula Pembebasan PPh Pasal 22 Impor dan Restitusi PPN Dipercepat untuk nilai Restitusi maksimal s.d. Rp5 Milyar untuk Pengusaha Kena Pajak Risiko Rendah. 

Untuk dapat menggelar sederet insentif perpajakan ini, pemerintah menyediakan dana sekitar Rp123 Triliun atau setara kurang lebih 18% dari total belanja insentif di bidang ekonomi yang dianggarkan pemerintah untuk mencegah dampak kerugian akibat Pandemi COVID19.

Pandemi COVID19 memaksa pemerintah melakukan penyesuaian soal pola interaksi petugas pajak dan Wajib Pajak serta soal bagaimana keduanya menjalankan tugas dan peran masing-masing. 

Adaptasi akibat pandemi ini terwujud dalam sejumlah kebijakan semisal: Pembatasan Layanan Tatap Muka, Relaksasi Pelaporan SPT Tahunan PPh Badan (Pelonggaran Lampiran Wajib), dan Perpanjangan Batas Waktu Selama 6 Bulan Untuk Penyampaian Permohonan & Proses Penyelesaian Keberatan. 

Kebijakan relaksasional sejenis ini adalah sisi lain dari fungsi pajak yang dapat mengambil peran untuk mencegah penyebaran COVID19 melalui pembatasan interaksi, pemakluman administratif akibat dampak pandemi, dan semangat untuk mendukung di masa sulit bagi satu sama lain. 

Kombinasi peran pajak sebagai pemberi sokongan material dan pengatur perilaku di masa pandemi, sejatinya adalah peran yang tidak sederhana. Pajak berperan untuk membantu masyarakat kelompok rentan agar mereka tetap dapat memenuhi kebutuhan mendasar melalui berbagai skema selain insentif langsung di bidang perpajakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun