Mohon tunggu...
Erikson Wijaya
Erikson Wijaya Mohon Tunggu... Administrasi - ASN Ditjen Pajak- Kementerian Keuangan. Awardee LPDP PK-160. A Graduate Student of Business Taxation at The University of Minnesota, USA (Fall 2020).

Be strong for life is short. Be patient for life is good. Be bold for life is challenging.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Panggung Sunyi Ken Dwijugiasteadi

1 Maret 2016   18:47 Diperbarui: 1 Maret 2016   19:32 7749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Saya meyakinkan jajaran saya saat itu untuk tidak ragu-ragu melakukan penyanderaan (gijzeling) terhadap wajib pajak pengemplang pajak. Saat itu KPP Pratama Surabaya Rungkut yang berada di bawah Kanwil DJP Jawa Timur I menjadi KPP pertama di Indonesia pada tahun 2009 yang melakukan penyanderaan. Segenap upaya penyanderaan saat itu telah menyumbang penerimaan negara senilai Rp44 Triliun atau setara dengan pelunasan piutang pajak sebesar 62.8% dari total saldo saat itu. Penyanderaan itu saya laksanakan tanpa pandang bulu, seperti yang saya lakukan kepada wajib pajak asing kewarganegaraan Inggris ketika saya memegang amanah sebagai Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing. Sebut saja Mr. GWD kala itu menjadi pejabat asing pertama yang mendekam di penjara karena mencoba melawan ketentuan perpajakan.

Saya memang tidak setengah-setengah dalam berkontribusi, apapun peran yang saya mainkan. Termasuk ketika saya menjalankan amanah sebagai Dirjen Pajak. Saya makin sadar bahwa jabatan ini membutuhkan dedikasi yang luar biasa dan kontribusi yang makin maksimal. Apalagi sesaat sebelum jabatan itu diserahkan kesaya, negara sudah mengalami defisit anggaran sebesar 3% atau setara Rp 432 Triliun. Artinya saya beserta seluruh jajaran DJP hanya punya waktu satu bulan untuk mencegah defisit itu makin melebar, saya lakukan segala usaha dan kemungkinan yang bisa membuahkan hasil. Sampai akhirnya per 31 Desember 2015 segala kerja keras dan doa kami menuai hasil. Negara selamat, defisit tertekan hingga hanya 2.8% melalui penambahan setoran pajak sebesar Rp175 Triliun dari total penerimaan negara Rp259 Triliun yang masuk pada masa itu. Tuhan telah sangat baik kepada saya dan segenap jajaran DJP dengan memberikan bantuan dan jalan atas segala daya upaya yang dirumuskan. 

Meski kemudian saya tidak menutup telinga, saya mendengar banyak suara suara miring terhadap saya atau DJP. Saya santai saja sambil berusaha tetap tenang dan tetap terus bekerja tanpa terlalu banyak berwacana. Karena dalam santai dan tenang itu selalu terbuka ruang buat saya dan sejumlah rekan atau anak buah saya untuk berdialog dan berkreasi yang pada akhirnya melahirkan ide-ide yang menurut sejumlah kolega dinilai out of the box. Saya terbiasa memandang bernilai setiap personel dalam tim saya, saya percaya setiap anggota tim memiliki kelebihan yang dapat disumbangkan demi kinerja tim.

Saya sendiri tidak tahu berapa lama lagi saya akan berkarya di DJP ini. Saya sendiri tidak berusaha mencari jawaban atas pertanyaan itu. Saya sama sekali tidak dihantui rasa khawatir kehilangan jabatan atau kekuasaan. Karena saya memang tidak pernah memiliki keduanya, yang saya punya kini hanya amanah. 

Bukan punya saya, melainkan punya pemberi amanah, yakni Tuhan. Yang terpenting bagi saya adalah menjaga agar setiap sisa waktu yang saya miliki saya selalu memberikan pemikiran dan tenaga semaksimal mungkin demi kemajuan negara ini. Selebihnya biar Tuhan menentukan apapun yang terbaik bagi saya. Saya siap bahkan ketika saya harus terlupakan kemudian. Karena saya hanya ingin diingat melalui peninggalan yang menjadikan saya bisa hidup lebih panjang dari yang mampu saya bayangkan. Walaupun itu artinya, saya akan berdiri diatas panggung sunyi yang hanya akan saya bisa nikmati sendiri. Mungkin sambil mendengarkan Muse sembari menyesap secangkir teh hangat dan ditemani cucu cucu saya yang sehat dan lucu-lucu.

Salam Satu Jiwa!”

Buat Pak Ken, saya doakan semoga selamat dan sukses mengemban amanah ini. Saya mohon maaf bila ada yang kurang tepat atau kurang berkenan dalam tulisan saya ini. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun