Mohon tunggu...
Erikson Wijaya
Erikson Wijaya Mohon Tunggu... Administrasi - ASN Ditjen Pajak- Kementerian Keuangan. Awardee LPDP PK-160. A Graduate Student of Business Taxation at The University of Minnesota, USA (Fall 2020).

Be strong for life is short. Be patient for life is good. Be bold for life is challenging.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Panggung Sunyi Ken Dwijugiasteadi

1 Maret 2016   18:47 Diperbarui: 1 Maret 2016   19:32 7749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Artikel ini ditulis sebagai bentuk dukungan moril dan kepercayaan kepada Direktur Jenderal Pajak terpilih yang dilantik hari ini. Apa yang tertutur didalam artikel ini bukan tuturan langsung seorang Ken Dwijugiasteadi melainkan dari hasil riset sederhana (desk research) yang penulis kumpulkan dan olah atas inisiatif sendiri dari berbagai sumber atas inisiatif sendiri dengan maksud menyajikannya dalam bentuk Jurnalisme Bertutur.

“Nama saya Ken Dwijugiasteadi. Sebuah nama yang tak biasa dan mungkin juga mengundang tanda tanya. Banyak orang penasaran tentang arti nama yang sudah 58 tahun saya sandang itu. Tapi sayangnya, saya pun tidak paham. Pun begitu juga Bapak dan Ibu saya. Akhirnya ya sudah, saya amini saja pepatah lawas “what is it in a name?” atau “apalah arti sebuah nama?”. Sejak dulu, cita-cita saya hanya satu, tidak banyak, cukup bisa menyenangkan orang lain saja, tidak muluk-muluk. Sehingga jujur saja saya katakan, bahwa saya tidak pernah sama sekali mengejar atau bermimpi menjadi seorang Direktur Jenderal Pajak. Sebab sejak kanak-kanak pun tak banyak profesi yang melintas dalam benak saya. Semua mengalir dan berjalan begitu saja. Mungkin itu sebabnya saya masih bisa menikmati hidup, bersyukur, dan kata beberapa kolega saya masih terlihat muda.

Saya ini orangnya tak mau bikin gaduh, tapi kalau diberi amanah, saya pantang mengeluh. Saya hanya menikmati hidup ini dengan sederhana, dengan ditemani musik, kala SMA saya kerap main band dan sangat menggemari Deep Purple, ibaratnya sudah bagai teladan dalam bermusik lah kira-kira. kalau sekarang karena sudah tak muda lagi saya cukup menikmati saja. Salah satunya grup band Muse. Saya suka sekali itu. Konser- konser pun kalo ada kesempatan saya masih usahakan nonton. 

Terutama kalau lagi ada gelaran Java Jazz, anda bisa mencari saya dideretan terdepan, saya nyaris tak pernah absen dari awal sampai akhir konser. Tapi pada akhirnya sebagaimana konser yang tentu akan usai, begitu juga gemuruh gairah bermusik dalam hidup saya. Time is running out kalau kata Muse. Saat berusia 26 tahun saya memutuskan untuk menjadi seorang birokrat, saat itu tidak lama setelah saya diwisuda dari Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya tahun 1983.

Tahun demi tahun selama di Ditjen Pajak saya jalani saja dengan banyak bekerja dan sedikit bicara. Saya tidak terlalu gembira dalam hingar bingar dan sorotan atau perhatian. Pun saya tidak suka ambil pusing dengan ujaran ujaran destruktif tentang diri dan pekerjaan saya. Buat saya, proses tidak akan pernah mengkhianati hasil. Upaya yang dijalani dengan dedikasi terbaik lambat laun akan memberikan hasil yang terbaik pula. Prinsip itu yang saya resapi dalam- dalam sejak dulu. Belakangan ini saya melakukan kilas balik perjalanan karir saya. Dan itu membuat saya bersyukur. Catatan karir yang terisi dengan sederet ragam posisi lapangan membuat saya mengenali sekali medan tempur yang saya jalani di Ditjen Pajak ini, bahkan saat saya masih berstatus sebagai pegawai magang di Kantor Inspeksi Pajak Malang (sekarang KPP Pratama Malang Selatan) tahun 1984.

Saya memulai karir di DJP sebagai pelaksana di Bagian Organisasi dan Tata Laksana Sekretariat Ditjen Pajak (1984-1989. Pengalaman sebagai pemimpin di Ditjen Pajak saya mulai sejak menjadi Kepala Subbagian Kepegawaian di Kanwil DJP Sulawesi Utara (1989-1992), dan Kepala Seksi Penyidikan di Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Kantor Pusat Ditjen Pajak (1992-1994), serta Kepala Seksi Pemeriksaan Wajib Pajak Orang Pribadi I (1994-1997). Beberapa tahun kemudian, amanah yang lebih besar datang menyapa saya, ketika saya ditunjuk menjadi Kepala Kantor Pemeriksaan Pajak Pekan Baru (1997-2000), lalu berpindah ke Kepala Kantor Pajak Bandung Bojonegara (2000-2002), serta sebagai Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing (2002-2003). Amanah yang lebih besar kembali menyapa saya dengan disematkannya jabatan sebagai Direktur setara Eselon II di Direktorat Informasi Perpajakan (2003-2006), dan kemudian sebagai Kepala Kantor Wilayah DJP Kalimantan Timur (2006-2008), lalu Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur I (2008-2010), berlanjut sebagai Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur III (2010-2013), kemudian kembali lagi sebagai Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur I (2013-2015), dan berlabuh sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penegakan Hukum pada tahun 2015 sampai pada akhirya pada Desember tahun yang sama, takdir itu tiba, sebuah amanah yang lebih hebat disematkan kepada saya sebagai Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pajak.

Buat saya, dimanapun saya bekerja, saya lakukan saja dengan sebaik-baiknya. Bagaimanapun jabatan saya, tetaplah saya ini adalah abdi negara, pelayan rakyat, dan sekaligus prajurit petarung yang siap tempur dimanapun berada. Biarkan orang lain yang menilai, saya hanya bekerja saja. Urusan citra itu bukan prioritas, tetapi yang terpenting adalah kontribusi dan dedikasi dalam menjalani prosesnya. Sesulit apapun amanah yang saya emban, saya tidak pernah takut.

Sebab bukan kesulitan yang membuat saya takut, tetapi ketakutan itulah yang membuat sulit. Dalam bekerja, saya berdoa saja pada Tuhan memohon pertolongan dan kekuatan dariNYA untuk menghadapi rasa takut itu. Hal semacam itu saya lakukan sejak dulu, seolah sudah mendarahdaging menjadi jatidiri saya. Jatidiri seorang prajurit petarung yang siap tempur dengan semangat terbaik tetapi tetap luwes dalam bertindak.

Meski hari ini saya sudah sah menjabat sebagai Dirjen Pajak. Saya ingin tetap bersama pasukan saya. Jiwa saya tetap prajurit, tempaan 33 tahun berkarir di Ditjen Pajak telah membentuk ketulusan itu. Ketulusan itu juga yang saya hadirkan untuk DJP sebagai institusi tempat saya mengaktualisasikan diri. Berlandaskan itu, masa kerja saya di DJP senantiasa terisi oleh karya demi karya yang saya rintis dengan segenap dedikasi, hal tak saya duga telah menjelma menjadi embrio embrio peninggalan yang saya saksikan kini telah semakin berkembang. 

Siapa sangka sejumlah aplikasi elektronik yang saya rintis pada 2003-2005 seperti e-registration, e-SPT, e-filing, e-payment, dan e-billing kini telah tumbuh menjadi fitur-fitur kebanggaan DJP. Bahkan pada 24 Januari 2005 Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono juga telah menjadi saksi dengan meresmikan sistem penyampaian SPT Tahunan secara elektronik. Saya juga menginisiasi program Indonesia Multimedia Super Coridor  yang memfasilitasi sinkronisasi data utama menuju satu data identitas tunggal atau Single Identity Number yang sangat penting dalam mengejar penerimaan pajak.

Meski hal itu jauh dari gemerlap media atau puja puji khalayak, itu tidak masalah bagi saya, yang penting saya senang karena bisa membuat senang instansi saya, semua sederhana saja saya melihatnya, tanpa ada kisruh dan gaduh, sesederhana cita-cita masa kecil saya yakni menyenangkan orang lain. Oya saya juga gembira karena tanpa sadar dedikasi saya telah mewujud menjadi sebuah legacy yang bermanfaat buat kemaslahatan Ditjen Pajak kedepannya. Dedikasi itu juga saya berikan dalam hal penegakan hukum. Semasa di Kanwil DJP Jawa Timur I sekitar tahun 2009 saya menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah dalam menegakkan hukum yang berlaku.

 Saya meyakinkan jajaran saya saat itu untuk tidak ragu-ragu melakukan penyanderaan (gijzeling) terhadap wajib pajak pengemplang pajak. Saat itu KPP Pratama Surabaya Rungkut yang berada di bawah Kanwil DJP Jawa Timur I menjadi KPP pertama di Indonesia pada tahun 2009 yang melakukan penyanderaan. Segenap upaya penyanderaan saat itu telah menyumbang penerimaan negara senilai Rp44 Triliun atau setara dengan pelunasan piutang pajak sebesar 62.8% dari total saldo saat itu. Penyanderaan itu saya laksanakan tanpa pandang bulu, seperti yang saya lakukan kepada wajib pajak asing kewarganegaraan Inggris ketika saya memegang amanah sebagai Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing. Sebut saja Mr. GWD kala itu menjadi pejabat asing pertama yang mendekam di penjara karena mencoba melawan ketentuan perpajakan.

Saya memang tidak setengah-setengah dalam berkontribusi, apapun peran yang saya mainkan. Termasuk ketika saya menjalankan amanah sebagai Dirjen Pajak. Saya makin sadar bahwa jabatan ini membutuhkan dedikasi yang luar biasa dan kontribusi yang makin maksimal. Apalagi sesaat sebelum jabatan itu diserahkan kesaya, negara sudah mengalami defisit anggaran sebesar 3% atau setara Rp 432 Triliun. Artinya saya beserta seluruh jajaran DJP hanya punya waktu satu bulan untuk mencegah defisit itu makin melebar, saya lakukan segala usaha dan kemungkinan yang bisa membuahkan hasil. Sampai akhirnya per 31 Desember 2015 segala kerja keras dan doa kami menuai hasil. Negara selamat, defisit tertekan hingga hanya 2.8% melalui penambahan setoran pajak sebesar Rp175 Triliun dari total penerimaan negara Rp259 Triliun yang masuk pada masa itu. Tuhan telah sangat baik kepada saya dan segenap jajaran DJP dengan memberikan bantuan dan jalan atas segala daya upaya yang dirumuskan. 

Meski kemudian saya tidak menutup telinga, saya mendengar banyak suara suara miring terhadap saya atau DJP. Saya santai saja sambil berusaha tetap tenang dan tetap terus bekerja tanpa terlalu banyak berwacana. Karena dalam santai dan tenang itu selalu terbuka ruang buat saya dan sejumlah rekan atau anak buah saya untuk berdialog dan berkreasi yang pada akhirnya melahirkan ide-ide yang menurut sejumlah kolega dinilai out of the box. Saya terbiasa memandang bernilai setiap personel dalam tim saya, saya percaya setiap anggota tim memiliki kelebihan yang dapat disumbangkan demi kinerja tim.

Saya sendiri tidak tahu berapa lama lagi saya akan berkarya di DJP ini. Saya sendiri tidak berusaha mencari jawaban atas pertanyaan itu. Saya sama sekali tidak dihantui rasa khawatir kehilangan jabatan atau kekuasaan. Karena saya memang tidak pernah memiliki keduanya, yang saya punya kini hanya amanah. 

Bukan punya saya, melainkan punya pemberi amanah, yakni Tuhan. Yang terpenting bagi saya adalah menjaga agar setiap sisa waktu yang saya miliki saya selalu memberikan pemikiran dan tenaga semaksimal mungkin demi kemajuan negara ini. Selebihnya biar Tuhan menentukan apapun yang terbaik bagi saya. Saya siap bahkan ketika saya harus terlupakan kemudian. Karena saya hanya ingin diingat melalui peninggalan yang menjadikan saya bisa hidup lebih panjang dari yang mampu saya bayangkan. Walaupun itu artinya, saya akan berdiri diatas panggung sunyi yang hanya akan saya bisa nikmati sendiri. Mungkin sambil mendengarkan Muse sembari menyesap secangkir teh hangat dan ditemani cucu cucu saya yang sehat dan lucu-lucu.

Salam Satu Jiwa!”

Buat Pak Ken, saya doakan semoga selamat dan sukses mengemban amanah ini. Saya mohon maaf bila ada yang kurang tepat atau kurang berkenan dalam tulisan saya ini. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun