Mohon tunggu...
Sony Yunior Erlangga
Sony Yunior Erlangga Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa Doktoral

membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menghadapi Tantangan Populasi dan Minimnya Lahan dengan Teknologi Nano di Sektor Pertanian: Integrasi dalam Kurikulum

2 Oktober 2024   09:33 Diperbarui: 2 Oktober 2024   09:42 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://nig.co.id/2021/09/28/nanotechnology-untuk-manfaat-pertanian/

Sementara itu, di India, nanoteknologi diaplikasikan melalui penggunaan nano-silika yang terbukti efektif dalam memperkuat sistem akar tanaman. Sistem akar yang lebih kuat memungkinkan tanaman untuk lebih tahan terhadap berbagai kondisi cuaca ekstrem, termasuk kekeringan, yang sering menjadi ancaman serius bagi produksi pangan di negara-negara beriklim tropis dan subtropis. Dengan adanya nano-silika, tanaman dapat bertahan lebih baik dalam kondisi yang kurang ideal, seperti kekurangan air, sehingga risiko gagal panen dapat diminimalkan. Teknologi ini telah membantu petani India menghadapi perubahan iklim yang semakin tidak terduga, yang sering kali menyebabkan gangguan serius pada siklus pertanian. Selain India dan Cina, beberapa negara berkembang lainnya, seperti Brasil dan Afrika Selatan, juga mulai mengadopsi teknologi nanoteknologi di sektor pertanian. Di Brasil, penerapan nanobiosensor telah membuka peluang baru dalam manajemen pertanian yang lebih canggih. Nanobiosensor memungkinkan petani untuk memantau kondisi tanah dan tanaman secara real-time, memberikan informasi yang sangat akurat mengenai kebutuhan nutrisi tanaman, tingkat kelembaban tanah, dan faktor penting lainnya. Dengan informasi ini, petani dapat membuat keputusan yang lebih tepat dan cepat, seperti kapan harus menyiram tanaman, memberikan pupuk, atau mengambil tindakan pencegahan terhadap hama. Penggunaan nanobiosensor ini tidak hanya membantu meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya seperti air dan pupuk, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan hasil panen. Di Afrika Selatan, adopsi nanoteknologi di sektor pertanian juga mulai berkembang, dengan fokus pada peningkatan produktivitas tanaman di wilayah-wilayah yang terancam oleh kekeringan dan kondisi tanah yang kurang subur.

Nanoteknologi tidak hanya terbukti mampu menyelesaikan masalah produktivitas pertanian, tetapi juga memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan di sektor ini. European Nanotechnology Laboratory dalam sebuah studi menunjukkan bahwa penerapan nano agriculture dapat meningkatkan hasil pertanian sebesar 20-30% tanpa perlu memperluas lahan. Ini berarti bahwa petani dapat memperoleh hasil yang lebih besar dengan biaya operasional yang lebih rendah, karena penggunaan nanoteknologi memungkinkan peningkatan efisiensi di setiap tahap produksi, dari pemupukan hingga pengendalian hama. Dengan hasil yang lebih besar dan biaya yang lebih rendah, keuntungan yang diperoleh petani pun dapat meningkat secara signifikan. Selain itu, dalam jangka panjang, penerapan nanoteknologi juga dapat mendorong daya saing produk pertanian di pasar global, mengingat kualitas dan kuantitas hasil panen yang dihasilkan akan lebih tinggi Indonesia, sebagai negara dengan sektor pertanian yang masih menjadi tulang punggung ekonomi bagi sebagian besar penduduk pedesaan, juga memiliki potensi besar untuk menerapkan nanoteknologi di sektor ini. Sektor pertanian di Indonesia menyumbang pendapatan utama bagi sebagian besar masyarakat di wilayah pedesaan, sehingga peningkatan efisiensi dan produktivitas melalui penerapan teknologi nano dapat berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan mereka. Nanoteknologi menawarkan berbagai solusi yang dapat membantu petani lokal meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen, seperti melalui penggunaan nanopestisida untuk mengurangi kerugian akibat serangan hama, atau nano-pupuk yang dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nutrisi oleh tanaman. Selain itu, dengan kondisi iklim Indonesia yang rentan terhadap perubahan cuaca ekstrem, teknologi nano-silika yang telah sukses diterapkan di India juga memiliki potensi besar untuk diadopsi guna meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kondisi kering dan panas.

Saat ini, penelitian mengenai penggunaan nanomaterial dalam sektor pertanian mulai dikembangkan di beberapa universitas dan lembaga penelitian di Indonesia. Beberapa institusi akademik telah memulai proyek-proyek penelitian yang bertujuan untuk mengeksplorasi potensi nanoteknologi dalam meningkatkan produktivitas pertanian di tanah air. Namun, meskipun riset ini sudah berjalan, aplikasinya di lapangan masih berada dalam tahap awal. Oleh karena itu, dukungan dari pemerintah sangat diperlukan agar teknologi ini dapat diterapkan secara luas di berbagai daerah pertanian di Indonesia. Dengan adanya kebijakan yang mendukung serta kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan sektor swasta, nanoteknologi memiliki potensi besar untuk membawa perubahan signifikan dalam sektor pertanian Indonesia. Ini tidak hanya akan berkontribusi pada ketahanan pangan nasional, tetapi juga meningkatkan daya saing produk pertanian Indonesia di pasar global. Dengan demikian, nanoteknologi memiliki peran yang sangat penting dalam masa depan pertanian, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Potensi besar teknologi ini untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan keberlanjutan sektor pertanian menjadikannya sebagai salah satu solusi utama dalam menghadapi tantangan global seperti pertumbuhan penduduk, perubahan iklim, dan keterbatasan sumber daya alam. Jika dikembangkan dan diterapkan dengan baik, nanoteknologi dapat menjadi katalis utama dalam menciptakan sistem pertanian yang lebih efisien dan berkelanjutan di masa depan.

Nanoteknologi dalam Pendidikan: Mengintegrasikan ke Kurikulum Merdeka

Untuk mendukung penerapan nanoteknologi di sektor pertanian, diperlukan kesadaran sejak dini di kalangan pelajar mengenai potensi dan manfaat teknologi ini. Oleh karena itu, integrasi nanoteknologi dalam Kurikulum Merdeka menjadi sangat penting. Mata pelajaran seperti Kimia, Fisika, dan Biologi dapat digunakan untuk mengenalkan konsep dasar nanoteknologi kepada siswa. Misalnya, dalam pelajaran Kimia, siswa dapat mempelajari struktur atom serta bagaimana perubahan pada skala nano dapat menghasilkan sifat-sifat baru yang bermanfaat dalam berbagai aplikasi teknologi. Di pelajaran Biologi, konsep nanopestisida dan nanopupuk bisa diajarkan dalam konteks keberlanjutan lingkungan dan efisiensi pertanian.

Nanoteknologi juga bisa diintegrasikan dalam program Profil Pelajar Pancasila (P5). Program ini dirancang untuk mengembangkan karakter siswa yang kritis, kreatif, dan solutif dalam menghadapi tantangan modern. Penerapan nano agriculture dapat menjadi proyek pembelajaran yang memungkinkan siswa memahami bagaimana teknologi digunakan untuk mengatasi masalah lingkungan dan ketahanan pangan. Siswa diajak untuk berpikir lintas disiplin ilmu serta bekerja dalam tim untuk mengembangkan solusi nanoteknologi yang aplikatif dalam bidang pertanian. Untuk mendukung pengajaran nanoteknologi di sekolah dan universitas, perlu dikembangkan buku ajar, website, dan media pembelajaran interaktif. Buku ajar yang menggabungkan teori dan studi kasus dari berbagai negara akan memberikan wawasan mendalam tentang penggunaan nanoteknologi di dunia nyata. Sementara itu, media pembelajaran digital seperti simulasi dan video interaktif dapat membantu siswa lebih memahami bagaimana nanomaterial bekerja dan diterapkan di berbagai sektor, termasuk pertanian.

guruinovatif.id
guruinovatif.id

Penerapan Pembelajaran Nanoteknologi di Beberapa Negara

Negara-negara maju seperti Jerman, Jepang, dan Korea Selatan telah berhasil mengintegrasikan konsep nanoteknologi dalam kurikulum pendidikan mereka. Di Jepang, misalnya, siswa diperkenalkan dengan dasar-dasar nanoteknologi melalui eksperimen laboratorium yang sederhana. Dalam kegiatan ini, siswa diajarkan untuk mengukur partikel nano serta mengamati perubahan sifat material pada skala yang sangat kecil, yang merupakan inti dari pemahaman tentang nanoteknologi. Di Korea Selatan, pembelajaran nanoteknologi disisipkan dalam program STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics), yang dirancang untuk mengasah keterampilan kritis dan inovatif siswa. Pendekatan ini bertujuan untuk mempersiapkan mereka menghadapi tantangan industri di masa depan yang semakin mengandalkan teknologi canggih. Sementara itu, di Australia, nanoteknologi telah menjadi bagian integral dari program pendidikan tinggi, terutama dalam bidang agrikultur dan bioteknologi. Mahasiswa diberikan kesempatan untuk langsung belajar bagaimana teknologi nano ini dapat diterapkan dalam industri, terutama dalam sektor pertanian dan kesehatan.

Untuk mendukung pengembangan pembelajaran nanoteknologi di Indonesia, diperlukan strategi pengajaran yang bersifat interdisipliner. Siswa tidak hanya harus belajar teori, tetapi juga bagaimana ilmu kimia, biologi, dan fisika berinteraksi dalam aplikasi praktis nanoteknologi. Salah satu contohnya adalah dengan mengeksplorasi bagaimana teknologi ini dapat diterapkan di sektor pertanian. Siswa bisa diajak untuk melakukan kegiatan laboratorium atau proyek penelitian kecil yang menyoroti penggunaan nanoteknologi dalam dunia nyata, seperti dalam simulasi uji coba nanopestisida. Dalam simulasi ini, siswa dapat mempelajari bagaimana nanopestisida bekerja lebih efektif dalam mengendalikan hama tanpa menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.

Nanoteknologi dalam sektor pertanian telah membuka banyak peluang baru dengan menggunakan beragam nanomaterial yang memiliki fungsi spesifik. Sebagai contoh, nano-zat besi dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah dengan menyediakan nutrisi tambahan yang lebih mudah diserap oleh tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh lebih sehat dan kuat. Selain itu, nano-perak telah dikenal memiliki sifat antimikroba, sehingga dapat melindungi tanaman dari infeksi patogen yang dapat menghambat pertumbuhan. Nanokarbon juga merupakan salah satu terobosan yang menarik, di mana teknologi ini memungkinkan pengembangan sensor yang lebih canggih dan efisien untuk memantau kondisi tanah secara real-time. Dengan adanya sensor berbasis nanoteknologi ini, petani dapat mengetahui kondisi tanah dan kebutuhan nutrisi tanaman dengan lebih akurat, sehingga dapat membuat keputusan yang lebih tepat dalam mengelola lahan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun