Mohon tunggu...
Sony Sugiharto
Sony Sugiharto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Teman Bermain

Menceritakan aktivitas bermain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Permainan Pletokan

14 Juli 2024   07:20 Diperbarui: 14 Juli 2024   07:24 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     

     Anak-anak erat kaitannya dengan dunia bermain yang penuh imajinasi. Melalui imajinasi anak-anak dapat melakukan perannya dalam bermain yang menjadikan lebih seru. Salah satu peran yang dapat dimainkan yaitu menjadi Polisi atau TNI seperti yang ada di film-film seolah-olah sedang melakukan adegan tembak-tembakan. Begitu juga dalam bermain, anak-anak dapat bermain peran dengan saling menembak yang tentunya aman dengan menggunakan alat permainan tradisional Pletokan. 

Pletokan adalah permainan tradisional yang terbuat dari bambu yang dimainkan dengan peluru dari kertas basah layaknya senapan yang digunakan untuk menembak. Permainan ini berasal dari Betawi, sedangkan masyarakat di wilayah Sumatera Selatan menyebut permainan ini dengan nama Dor-doran dikarena bunyi mainan tersebut berbunyi Dor. 

Pada masyarakat Sunda, mereka menyebut pletokan dengan bebeletokan, sedangkan di Probolinggo dan Madura, mereka menyebutnya dengan tor cetoran. Di beberapa wilayah Jawa Tengah mereka menyebut pletokan dengan tulup.

     Permainan yang menggunakan kertas basah dan biji atau kembang jambu sebagai peluru biasanya dimainkan oleh anak laki-laki berumuran 6-13 tahun, tetapi tidak jarang kaum Perempuan juga ikut bermain.

    Menelusuri Jejak Sejarah Permainan Pletokan:

     Pletokan, atau dikenal juga sebagai senapan bambu atau etek-etek, yang merupakan permainan tradisional Indonesia yang telah ada sejak lama. Meskipun asal-usul pasti pletokan mengarah pada kemungkinan akarnya yang tertanam kuat dalam budaya dan tradisi masyarakat Indonesia. Berikut beberapa poin penting tentang asal usul pletokan yang bisa ditelusuri:

  • Senjata Tradisional dan Permainan Perang-perangan:

     Di masa lampau, bambu sering diolah menjadi berbagai senjata tradisional, seperti sumpit, panah, dan pisau. Kemungkinan besar, pletokan terinspirasi dari senjata-senjata tersebut, diadaptasi menjadi permainan yang lebih aman dan menyenangkan bagi anak-anak.

  • Ritual dan Tradisi Masyarakat:

    Pletokan juga dikaitkan dengan berbagai ritual dan tradisi masyarakat, seperti perayaan panen, tolak bala, atau sebagai bagian dari permainan rakyat. Suara letusan pletokan dipercaya dapat membawa keberuntungan dan mengusir roh jahat.

  • Permainan Rakyat dan Hiburan Masa Kecil:

     Seiring waktu, pletokan berevolusi menjadi permainan rakyat yang digemari anak-anak di berbagai daerah di Indonesia. Permainan ini menawarkan keseruan, melatih ketangkasan, dan memupuk rasa kebersamaan antar pemain.

Bukti Sejarah:

     Meskipun bukti sejarah yang tertulis tentang pletokan masih terbatas, beberapa sumber menunjukkan jejak keberadaannya di masa lampau:

  • Relief Candi Borobudur: Beberapa relief di Candi Borobudur menggambarkan anak-anak yang bermain dengan tongkat bambu, yang diyakini sebagai bentuk awal pletokan.
  • Manuskrip Kuno: Naskah-naskah kuno dari berbagai daerah di Indonesia terkadang menyebutkan permainan yang mirip dengan pletokan, seperti "etek-etek" di Jawa dan "senapan bambu" di Sumatera.
  • Tradisi Lisan: Cerita rakyat dan legenda dari berbagai daerah di Indonesia juga sering kali menceritakan tentang permainan anak-anak yang menggunakan bambu sebagai senapan.

     Membuat pletokan sendiri tidaklah sulit dan hanya membutuhkan bahan-bahan sederhana yang mudah ditemukan. Berikut adalah langkah-langkahnya:

Bahan-bahan:

  • Bambu sepanjang 30 - 40 cm dengan diameter 1 - 1,5 cm
  • Potongan kertas basah, biji jambu, kembang, atau biji-bijian kecil (untuk peluru)
  • Pisau cutter atau gergaji kecil

Langkah-langkah:

  • Gunakan pisau cutter atau gergaji kecil untuk memotong bambu sepanjang 30 - 40 cm.
  • Buatlah bilah bambu dengan diameter seukuran lubang bambu yang akan digunakan untuk pletokan
  • Buat pegangan dari ruas bambu untuk tempat bilah bambu yang akan digunakan sebagai alat pendorong

Cara bermain:

  • Siapkan kertas dan air untuk membasahi kertas
  • Ambil sebagian kertas dan pastikan muat atau pas untuk dimasukkan kedalam lubang bambu pletokan
  • Masukkan kertas basah atau peluru ke dalam lubang bambu, posisikan peluru dibagian ujung
  • Masukkan lagi peluru ke dua dari lubang satunya, posisikan peluru ke dua berada dibagian tengah bambu
  • Masukkan alat pendorong ke dalam bambu dari lubang peluru ke dua, posisikan pada bagian ujung untuk memberikan ruang tolakan
  • Pegang kuat pletokan dengan salah satu tangan, satu tangan yang lain memegangi alat pendorong
  • Setelah semua dirasa sudah siap, lakukan dorongan dengan kuat
  • Peluru akan melesat keluar dari lubang bambu.

Menyelami Nilai Filosofi di Balik Keseruan Permainan Tradisional Pletokan

     Pletokan, atau dikenal juga sebagai senapan bambu atau etek-etek, bukan sekadar permainan tradisional yang menyenangkan. Di balik keseruannya selama memainkannya, terkandung nilai-nilai filosofi yang sarat makna dan mencerminkan kearifan lokal masyarakat Indonesia. Berikut beberapa poin penting yang dapat digali:

1. Kreativitas dan Keterampilan:

    Membuat pletokan membutuhkan kreativitas dan keterampilan dalam mengolah bahan-bahan sederhana menjadi sebuah mainan yang berfungsi. Proses pembuatannya melatih kesabaran, ketelitian, dan kemampuan memecahkan masalah.

2. Sportivitas dan Kerjasama:

    Permainan pletokan biasanya dimainkan secara tim, di mana kerjasama dan sportivitas antar anggota tim menjadi kunci utama untuk meraih kemenangan. Pemain belajar untuk saling menghargai, membantu, dan menerima kekalahan dengan lapang dada.

3. Keberanian dan Kegigihan:

     Menembakkan pletokan membutuhkan keberanian untuk menarik pelatuk dengan kuat dan tepat sasaran. Permainan ini melatih mental anak untuk berani menghadapi tantangan dan pantang menyerah dalam mencapai tujuan.

4. Kepedulian terhadap Lingkungan:

     Bahan dasar pletokan, yaitu bambu, merupakan sumber daya alam yang mudah didapat dan ramah lingkungan. Penggunaan bambu dalam permainan ini menumbuhkan rasa peduli terhadap kelestarian alam dan mendorong pemanfaatan sumber daya alam secara bijak.

5. Kearifan Lokal dan Tradisi:

    Pletokan merupakan bagian dari budaya dan tradisi masyarakat Indonesia yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Melestarikan permainan ini berarti menjaga warisan budaya bangsa dan menumbuhkan rasa cinta tanah air pada anak-anak.

Manfaat Permainan Pletokan

Permainan ini mengajarkan anak-anak hal yang positif, seperti:

  • Melatih kemampuan mengatur strategi.
  • Mengajarkan cara kerja sama.
  • Melatih sikap sportif dan jujur.
  • Melatih gerak koordinas tangan, kaki, dan mata
  • Membuat tubuh menjadi sehat karena banyak bergerak.

Tips Bermain Pletokan yang Aman:

  • Gunakan peluru yang terbuat dari bahan yang tidak berbahaya, seperti kertas basah atau biji-bijian kecil.
  • Hindari menembak ke arah mata atau wajah orang lain.
  • Bermainlah di tempat yang terbuka dan luas.
  • Awasi anak-anak saat bermain.

Kesimpulan:

     Pletokan adalah permainan tradisional yang seru, edukatif, dan sarat nilai-nilai positif. Permainan ini dapat menjadi pilihan yang tepat untuk mengisi waktu luang anak-anak dan menanamkan kecintaan mereka terhadap budaya Indonesia. Walaupun permainan ini terkesan memberi rasa sakit kepada pemain karena dilakukan dengan saling menembak, tetapi sejatinya tidak ada risiko dalam kegiatan bermain, yang berisiko itu ketika anak-anak sudah tidak lagi bermain. 

Melalui arahan orang dewasa atau orang tua tentu anak-anak akan lebih bisa menggunakan permainan pletokan dengan sesuai/aman dan tetap berkesan menyenangkan. Pletokan adalah permainan tradisional yang kaya akan nilai sejarah dan budaya. Permainan ini mencerminkan kreatifitas, kearifan lokal, dan tradisi masyarakat Indonesia yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Melestarikan pletokan berarti menjaga warisan budaya bangsa dan memberikan keceriaan bagi masa kecil anak-anak Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun