Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

(Jilid II) Kerangkeng Terbit, Antara Perbudakan atau Demi Kemanusian?

1 Februari 2022   15:00 Diperbarui: 2 Februari 2022   08:34 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas kepolisian memeriksa ruang kerangkeng manusia yang berada di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Desa Raja Tengah (26/1/2022)(ANTARA FOTO/Oman)

Orang yang kecanduan narkoba seyogyanya mendapat rehabilitasi di tempat yang layak dan mengikuti kaidah dari BNN. Begitupun dengan orang yang bermasalah secara ekonomi, sosial maupun hukum. Kita seharusnya memberikan edukasi dan pertolongan. Bukan malah menambahkan masalah baru dengan mengurung mereka dalam kerangkeng, sungguh tidak ramah

Baru kali ini saya menulis artikel hingga berjumlah dua jilid. Tulisan ini adalah sambungan dan bagian yang tak terpisahkan dari opini saya sebelumnya yang judulnya persis sama dengan judul di atas. Artikel tersebut mendapat rating sebagai artikel utama dari admin kompasiana. Terima kasih sebelumnya untuk Anda yang sudah membaca. 

Oke Mari Kita Mulai...

Kasus kerangkeng yang dimiliki oleh Terbit Rencana Perangin-angin akhirnya menemukan babak baru. 

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) beberapa hari yang lalu telah membeberkan beberapa temuan yang cukup signifikan. Fakta ini bisa dijadikan alat bukti untuk menelusur apa yang selama ini telah terjadi dengan kerangkeng tersebut.

Setidaknya ada 17 temuan yang dipaparkan oleh LPSK dan semuanya mengarah ke potensi kekerasan. Walau masih dalam penyidikan lebih lanjut, pertanyaan dari artikel ini pelan-pelan semakin terjawab. Gerbong kekerasan yang sedang diperiksa, kini akan membuka pradigma baru kita  tentang kemanusian.

Dalam temuan LPSK, para manusia yang disel dalam kerangkeng Terbit, memang tidak sepenuhnya adalah pecandu narkoba. Lalu sebagian besar memangnya dari mana? 

Menurut pengakuan dari Terbit sendiri, kerangkengnya diisi oleh para pecandu narkoba dan warga yang bermasalah. Namun fakta yang dibeberkan oleh LPSK seakan menjadi jawaban telak untuk membungkam seribu satu narasi yang selama ini dibunyikan oleh Terbit. 

Temuan 17 fakta yang telah teridentifikasi tentu sudah lebih dari cukup untuk membuat kita sama-sama yakin dengan apa yang selama ini mereka mainkan.

Tangkapan layar dari akun youtube Info Langkat | Sumber foto : Tribunenews.com
Tangkapan layar dari akun youtube Info Langkat | Sumber foto : Tribunenews.com

Beranjak dari itu semua, masih ada satu hal yang menghantui kita semua. Meskipun temuan dari LPSK sudah cukup terang benderang, namun tetap saja nama baik Terbit di mata masyarakat masih tetap masyhur dan baik-baik saja. Adanya kontra narasi antara LPSK dan masyarakat perlu kita tanggapi lebih serius.

Selama ini, dalam berbagai kanal berita dan kesaksian warga sekitar, Bupati Non Aktif Langkat ini diagung-agungkan karena sudah berhasil membantu mereka. Kerangkeng Terbit dinilai memberi kontribusi positif bagi keluarga yang menitipkan anak atau saudaranya disana.

Seakan-akan Terbit ini adalah dewa pelindung yang datang dari negeri langit. Ia membuat kerangkeng lalu menolong warga yang bermasalah dengan kedok panti rehabilitasi. Barangkali itu adalah keyakinan yang saat ini tertancap kuat di benak masyarakat.

Saya rasa fakta yang tumbuh dari mulut masyarakat perlu didalami secara lebih matang lagi oleh LPSK maupun Komnas HAM. 

Mereka wajib diajak berbicara dari hati ke hati tentang apa sebenarnya yang mereka nilai selama ini. Perlu penilaian proporsional yang tidak berat sebelah agar kelak nantinya masalah semakin cepat terungkap.

Bila kontra pernyataan ini saling membunuh satu sama lain, maka tentu saja Terbit berpotensi untuk lepas dari tanggung jawabnya sebagai pemilik kerangkeng. 

Apapun alasannya, walau tujuannya baik namun dilakukan dengan cara-cara yang tidak mengindahkan nilai kemanusian, maka perilaku tersebut wajib untuk kita luruskan.

Selain itu, kekecewaan kita tidak hanya kita tujukan kepada yang mulia lord Terbit. Di sini, instansi terkait telah kecolongan besar dengan adanya fakta baru dari LPSK. Dari 17 temuan tersebut, pemerintah setempat hanya bisa diam saja kala bosnya sedang beraksi.

Wajar bila kasus korupsi yang menimpa Terbit melibatkan banyak orang. Dari kasus ini kita paham bahwa Terbit adalah orang yang disegani dan dihormati banyak pihak. Birokrasi yang ia pimpin mampu menyediakan begitu banyak alat penolong yang memungkinkannya mengobrak-abrik perbendaharaan rakyat.

Lalu apa kabar dengan Puskesmas, Kecamatan, BNN, dan pihak kepolisisan yang bekerja di wilayah setempat? Bukankah sudah 10 tahun kerangkeng terbit bermasalah. Mengapa dibiarkan berlarut-larut begitu lama?

Fakta-fakta dari LPSK adalah jawaban bagaimana kinerja instansi di atas yang belum menunjukan kontribusi yang maksimal. 

Sekali lagi, ini semua tentu sangat kontra produktif dengan apa yang seharusnya mereka kerjakan. Seharusnya, kejadian ini sedari dulu mendapat penangan segera.

Orang yang kecanduan narkoba seyogyanya mendapat rehabilitasi di tempat yang layak dan mengikuti kaidah dari BNN. Tempat rehabilitasi tidak hanya membebaskan sang pasien dari rasa candu tetapi juga memanusiakan ulang pasien agar tidak kembali mengkonsumsi barang haram tersebut.

Begitupun dengan orang yang bermasalah secara ekonomi, sosial maupun hukum. Kita seharusnya memberikan edukasi dan pertolongan agar manusia tersebut berhasil keluar dari masalahnya. Bukan malah menambahkan masalah baru dengan mengurung mereka dalam kerangkeng.

Sejauh ini temuan LPSK menyebutkan bahwa manusia yang dikurung dalam kerangkeng Terbit mengalami tindakan yang kurang manusiawi. Mulai dari pembatasan kunjungan , tidak boleh membawa alat komunikasi, kegiatan peribadatan dibatasi, dipekerjakan tanpa upah di lahan sawit. Ada pernyataan tidak akan menuntut bila sakit atau meninggal, serta yang paling mengoyak rasa batin kita adalah ada informasi dugaan korban tewas tidak wajar.

Masyarakat yang menitipkan keluarga atau sanak saudaranya dikerangkeng Terbit mungkin perlu juga diedukasi. Apakah mereka sadar dengan konsekuensi yang sangat besar bila menitipkan anaknya ke kerangkeng milik terbit. Mengapa tidak memilih di tempat yang lebih layak dan manusiawi?

Kita hanya mendengar seruan negatif mengenai Kerangkeng milik Terbit. Prestasi satu-satunya yang didapat dari kerangkeng tersebut bersumber dari kesaksian masyarakat sekitar. Namun, prestasi itu seakan tak akan berguna bila bukti dan para korban sendiri yang sudah berbicara.

Perlu ada koreksi yang menyeluruh atas kejadian ini. Pemerintah dan lembaga terkait harus membenahi diri jika ingin hal serupa tidak terjadi lagi. Akan seperti apa dan bagaimana kasus ini terus bergerak, pengadilan akan menjadi jalan tengah apakah Kerangkeng milik Terbit  betul untuk perbudakan? Ataukah benar-benar demi kemanusian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun