Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kuliah Daring, UKT Kok Nggak Miring Bung Nadiem?

8 Juni 2020   22:13 Diperbarui: 9 Juni 2020   02:42 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Kompastekno.com, fotografer : Kristianto Purnomo

Lagi ramai dilini masa, khususnya di WAG (WhatsApp group) para mantan aktivis kampus mendiskusikan tentang bagaimana nasib para adik-adik mahasiswa yang saat ini sedang bermasalah dengan biaya kuliahnya.

Problematika apakah mereka harus membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) atau tidak ditengah massa pandemi seperti ini bagai membayar sebungkus kerupuk yang harganya seperti sekotak Pizza.

Pasalnya, semenjak kasus virus corona merebak dinusantara, kompak beberapa kampus mulai menutup perkuliahan dan memindahkan kelasnya keruang-ruang digital. Itu artinya mahasiswa dan segala tetek bengek urusan perkuliahannya harus bergerak dari rumah saja dengan memanfaatkan jaringan internet yang tersedia.

Sejak pemberlakuan ini diterapkan, para mahasiswa pun akhirnya harus puas dengan belajar dari kost atau dirumah masing-masing. Bapak  dan ibu dosen yang biasanya tebar pesona dengan materi presentasi yang itu-itu saja kini hanya bisa unjuk gigi didepan kamera.

Modul dan materi yang akan dipelajari kemudian hanya bisa diunduh kemudian dibaca. Lalu sisanya tinggal mendengarkan cuap-cuap dari para dosen.

Namun bukan itu masalahnya, masalahnya adalah banyak mahasiswa yang merasa bahwa UKT yang dibayarkan tidak sesuai dengan fasilitas yang mereka dapatkan semenjak pemberlakuan Kuliah dari rumah. Hingga ada istilah yang beredar seperti judul diatas. Kuliah daring, UKT kok nggak miring?

Apa itu UKT?
Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah skema pembayaran keadministarisian mahasiswa kepada pihak penyelenggara pendidikan dalam hal ini kampus. Besaran tiap UKT berbeda antar kampus dan antar mahasiswa. Misalnya UKT mahasiswa Universitas Indonesia dan mahasiswa Universitas Halu Oleo berbeda. Begitupulah mahasiswa jurusan Sastra dalam kampus yang sama berbeda satu dengan yang lainnya.

Secara hitung-htiungan aktuaria, skema pembayaran UKT mahasiswa menggunakan prinsip yang sama dengan yang BPJS Kesehatan terapkan. Hanya bedanya, BPJS kena defisit, sementara kampus tidak sama sekali.

Yang kaya membiyai yang miskin. Artinya skema pembayaran ini mentikberatkan dari latarbelakang sosial dan ekonomi dari si mahasiswa. Uang UKT dari para anak-anak borjuis tentu tidak boleh disamaratakan dengan anak para petani atau para buruh harian. Setuju bukan?

Skema pembayaran ini dirasa cukup untuk menyuplai suplay and demand dari besarnya biasa administrasi uang yang dibutuhkan oleh kampus. Mulai dari pengembangan ini, pembayaran itu, dan macam-macam lah pokoknya. Kesemuanya harus bisa ditutupi dan dibiyai dari UKT tadi.

Kuliah Dalam Jaringan (Daring)
Salah satu kegunaan UKT adalah untuk membiayai aktivitas perkuliahan tadi. Kita ambil contoh untuk membeli bahan-bahan praktikum, menyiapkan ATK dan print out modul perkuliahan yang akan dibagikan secara cuma-cuma kepada mahasiswa.

Semua fasilitas itu bisa mereka dapatkan ketika aktivitas perkuliahan  dilakukan dalam keadaan normal. Tatap muka dengan dosen, mendengarkan ceramah atau melakukan diskusi kelompok tentang materi perkuliahan.

Saat kuliah daring diberlakukan, banyak para mahasiswa yang merasakan bahwa hak-hak mereka sebagai mahasiswa yang telah membayar UKT tidak mereka dapatkan. Disinilah letak permasalahannya.

Sesungguhnya para mahasiswa menuntut agar UKT yang dibayarkan diberikan potongan. Alasannya cukup meyakinkan.

Banyak dari mereka yang mengeluh sejak nengikuti kuliahh daring, konsumsi paket data  jadi meningkat tajam. Karena harus mengikuti perkuliahan, jadi mau tak mau mereka harus menyediakan fasilitas internet.

Karena internet di Endonesia ini tidak gratis, beda dengan negara-negara yang lain, mau tak mau mereka harus membeli kuota paket data tersebut. Yang perlu digaris bawahi disini adalah konsumsi data yang meningkat maka pengeluran mereka juga akan meningkat.

Konsumsi pamet data yang meningkat ini tentu beralasan. Sesekali ketika saya mengikuti webinar melalui zoom atau aplikasi meeting kainnya. Dalam selang waktu 2 jam, kuota paket data saya sudah terkuras  habis hingga 1,2 GB.

Itu baru satu pertemuan. Bagaimana bila dalam sehari, para mahasiswa ini mengikuti perkuliahan 2 - 3 kali perhari. Rata-rata mereka akan menghabiskan kuota data internet hingga  3 GB keatas.

Keluhan mereka agar UKT dipotong adalah semata-mata untuk menutupi pengeluaran yang tak terduga tersebut. Namun banyak kampus yang tidak menggubris dan mengakomodir kekisruhan ini.

Miringkan UKT, Siapkan Fasilitas Yang Memadai
Tagar #NadiemDicariMahasiswa pun menjadi trend untuk memboikot kekisruhan yang disurakan oleh para mahasiswa. Rasanya saya sepakat bila uang UKT yang dibayarkan oleh para mahasiswa disisihkan untuk pembelian paket data internet mereka.

Hal ini perlu dilakukan agar hak-hak mahasiswa tidak dirampas semua oleh para birokrat kampus. Coba bayangkan ketika anda telah membayar fasilitas yang tidak anda gunakan. Hal yang sama tentu akan anda suarakan. Menuntut agar harga yang dibayarkan sesuai dengan apa yang anda dapatkan.

Berlarut-larutnya masalah ini tentu harus diselesaikan dengan kepala dingin. Bung Nadiem harus mengambil langkah tegas dengan carut marutnya sistem pendidikan yang tidak disuplai dengan fasilitas yang mumpuni di masa pandemi seperti saat ini.

Saya mendukung bila pemerintah memberikan akses internet gratis kepada adik-adik mahasiswa yang saat ini sedang belajar. Caranya seperti apa? Mungkin bisa meniru aplikasi Ruang Guru yang memberikan kuota internet gratis dan cuma-cuma kepada para siswa.

Selain kuota gratis, mendikbud juga harus mengembangkan platform pertemuan digital yang bisa diakses dimana saja, kapan saja dan tentu secara cuma-cuma baik oleh para dosen maupun oleh mahasiswa.

Dengan aplikasi pembelajaran yang gratis ini, saya rasa jalan proses perkuliahan bisa diminimalisir biayannya. Sehingga mahasiswa tidak menganggap bahwa beban UKT yang mereka sudah bayarkan tidak sia-sia tetapi bisa mereka rasakan betul manfaatnya.

Pandemi virus corona memang memukul telak semua sektor dinegara kita. Para mahasiswa yang otang tuanya sedang kesulitan karena terpuruknya ekonomi mereka tentu berharap ada kebijakan khusus dari pihak kampus untuk memiringkan UKT.

Sampai saat ini belum ada sama sekali kampus yang memolopori akan hal ihwal ini. Padahal dampak ekonominya telah kita sama-sama rasakan. Banyak yang kena PHK, omset menurun hingga perusahaannya tutup akibat pandemi virus corona.

UKT sejatinya perlu dibayarkan oleh mahasiswa. Tetapi nilai manfaat dari UKT yang dibayarkan juga harus lebih terasa manfaatnya. Proses perkuliahan yang serba digital ini harus disuplai dengan fasilitas dan aksesbilitas yang cukup dan mumpuni.

Bung Nadiem tentunya harus bisa merustrukifikasi skema pembiyaan dan nilai manfaat UKT yang akan dibayarkan oleh mahasiwa. Memiringkan UKT selama masa pandemi adalah hal yang paling ditunggu oleh mahasiswa.

Ayo Bung Nadiem, kami mahasiswa mendukungmu!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun