Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bagaimana Transisi Normal Baru Dalam Dunia Pendidikan Kita?

8 Juni 2020   09:14 Diperbarui: 8 Juni 2020   09:19 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri (Foto diambil sebelum pandemi virus corona)

"Pendidikan yang bermutu bermula dari Kebijakan yang bermutu" (Unifah Rosyidi, Ketua Umum PGRI)

Beberapa hari yang lalu, dalam acara yang bertajuk Satu meja The Forum di Kompastv, saya menyimak diskusi yang sangat menarik serta sarat akan kajian. Temanya membahas tentang bagaimana sistem pendidikan kita dalam era normal baru yang sebentar lagi akan diterapkan.

Duduk disana sebagai moderator pak Budiman Tanuredjo, dan beberapa pembicara dari berbagi Organisiasi, mulai dari Ketua PGRI Ibu Unifah Rosyidi, Ketua KPAI Retno Listyarti, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia dr. Aman B. Pulungan dan dari perwakilan pemerintah hadir Mas Dony Gahral sebagai Juru Bicara Kantor Staff keprisedenan.

Berlatarbelakang apakah sekolah khususnya Siswa Sekolah Dasar (SD) akan kembali masuk sekolah ataukah akan terus diliburkan? Ini pertanyaan sekaligus tantangan yang harus diselesaikan bersama.

Saya menangkap sebuah kesimpulan dari gagasan para tokoh diatas bahwa pemerintah khususnya yang dituakan, Menteri Nadiem Makarim selaku orang nomor satu Nahkoda pendidikan kita, terkesan sangat terburu-buru dan minim kajian jika akan kembali membuka sekolah.

Kesan yang tertangkap adalah simpilifikasi dunia pendidikan dan khususnya para siswa dan guru akan terjebak dalam sebuah suasana ajar mengajar yang penuh tantangan. Karena semua itu bermula dari sebuah pertanyaan, mampukah para siswa dan guru taat dengan aturan protokol kesehatan disekolah yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Protokol kesehatan yang saat ini digagas oleh Kementerian Kesehatan dirasa masih belum cukup untuk dipatuhi oleh para siswa. Tak usah jauh-jauh jika ingin melihat kedisplinan warga +62. Cukup datang kepasar, atau kejalan raya.

Disana ramai pemandangan bagaimana tingkat kepatuhan sosial masyarakat kita akan protokol baru yang sudah diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan.

Saya secara sederhana malah menangkap analogi seperti ini. Ibarat masker  itu adalah sebuah helm, maka ia harus dikenakan saat kita akan berkendara kemana saja. Apalagi jika ingin ke tempat-tenpat umum sepertu pasar atau taman.

Helm yang sudah dari zaman orde baru hingga ke zaman Kekeyi bukan boneka dianjurkan untuk dikenakan saja, masih banyak yang melanggar.  Bagaimana dengan aturan mengenakan masker dan lain sebagainya?

Nah disinilah letak permasalahannya. Siapa yang akan  menjamin kedisiplinan para siswa dalam mematuhi protokol normal baru disekolah? Apakah cukup hanya dengan guru? Oh tidak semudah itu ferguso.

Coba bayangkan dan ingatlah lagi bagaimana masa-masa sekolahmu dulu yang sangat penuh dengan interaksi sosial seperti bermain, belajar dan aneka kegiatan lainnya.

Apalagi namanya anak-anak. Pergerakan mereka sangat bebas, pemahaman mereka belum sematang anak SMA atau para mahasiswa. Pun juga mereka memang lebih senang bercerita dan bermain dengan temannya dibanding belajar dalam ruangan kelas yang pengap dengan gambar-gambar pahlawan.

Transisi normal baru dalam dunia pendidikan kita harus berangkat dari kajian kesiapan sistem pelaksanaan prosedur kesehatan disekolah. Inilah titik nadi agar sendi pendidikan bisa kembali berfungsi seperti sedia kala.

Namun sayangnya, kesiapan sistem kesehatan kita dalam menggempur penyebaran virus corona dimasyarakat masih sangat kurang dan belum terfasilitasi dengan baik. Lihat saja daerah-daerah yang telah ditetapkan sebagai kawasan zona merah penyebaran virus corona.

Kesemuanya baru akan reaktif melakukan pengecekan ke masyarakat jika temuan kasus sudah melonjak naik. Begitu pula sebaliknya, ketika dalam daerah itu angka kasusnya cuma hanya ada satu atau dua, yah penangananya hanya akan segitu-gitu saja.

Inilah yang menjadi dalil atau alasan mengapa para pegiat perlindungan anak khusunya para dokter anak masih bersikeras agar sekolah jangan dibuka dulu, Bung Nadiem!

Tentu penting kiranya menciptakan pemodelan gaya belajar  yang sesuai dengan protokol kesehatan normal baru yang saat ini sedang divokalkan oleh pemerintah. Bisa kita ciptakan sendiri dan tentu bisa mengadopsi cara dari negara lain.

Transisi dunia pendidikan kita dalam menghadapi pandemi global virus corona tentu sangat amburadul dan tidak siap. Ketika para siswa harus memulai pelajarannya dari sekolah, banyak keluhan yang datang silih berganti.

Mulai dari orang tua yang tak memiliki gawai yang memadai, kuota internet yang mahal dan minimnya materi pembelajaran yang ditayangkan di TV Kesayangan kita semua yaitu TVRI adalah bukti nyata bahwa pembelajaran jarak jauh (PJJ) belum siap dan cocok untuk diterapkan.

Guru pun kemudian jadi bingung bagaimana para siswanya bisa mengejar materi yang sudah ketinggalan untuk diajarkan. Alhasil, PR yang diberikan kepada siswa adalah jurus jitu yang dikeluarkan untuk mengusir rasa bingung tersebut.

Sampai disini saya pun kemudian berpendapat bahwa sekolah sebaiknya jangan dibuka dulu kecuali pada daerah atau wilayah yang telah secara sah dan meyakinkan tak ada kasus coronanya.

Tentu disertai dengan bukti ilmiahnya. Bisa berupa bukti rapid tes yang masif, bukti sebaran epidemologis, dan tingkat ketaatan masyarakat akan protokol pencegahan penyebaran virus corona didaerah tersebut. Jika tak ada data ini sebaiknya sekolah diliburkan lagi.

Kemudian protokol pelaksanaan normal baru harus dimulai dan dibiasakan dari rumah. Mengenakan masker, mencuci tangan sebelum makan, membawa alat makan sendiri dan yang paling pasti menjaga jarak dan menjauhi kerumunan tentu harus diajarkan sedari awal. Dimulai dari rumah. Peran orang tua disini sangat menentukan untuk memastikan kepatuhan sang anak akan rambu-rambu diatas.

Disekolah pun demikian. Pihak guru dan siswa harus sama-sama bekerja sama dalam menyukseskan protokol ini. Sekolah juga harus menyiapkan fasilitas yang mendukung tercapainya protokol kesehatan ini. Misalnya saja menyiapkan fasilitas cuci tangan, melakukan pengecekan suhu tubuh kepada para siswa sebelum dan sesudah sekolah, kemudian aktif memantau para anak didiknya ketika mereka mulai mengikuti pelajaran.

Dan satu lagi yang penting, Unit Kesehatan Sekolah (UKS) yang ada disekolah harus diaktifkan kembali. Siswa saat ini biasanya akan dengan mudah mengikuti sebuah anjuran jika melihat orang-orang disekitarnya melakukan hal yang sama. Disini peran UKS adalah menyiapkan para siswa yang bisa menjadi role model tatanan gaya hidup di era normal baru khususnya disekolah. Dengan begitu setidaknya akan terbentuk sebuah trend baru dikalangan siswa dan sekolah bahwa saat ini mereka sedang memasuki sebuah zona yang benar-benar beda dengan yang kemarin.

Begitupula dengan kurikulum. Jika sekolah dibuka, kurikulum pembelajaran pun juga harus berubah dan menyesuaikan dengan keadaan dilapangan. Misalnya waktu jam pelajaran diruang kelas dikurangi. Bisa dipindahkan keruang kelas atau dengan sarana pembelajaran yang lain.

Yang terpenting disini adalah bagaimana agar substansi bahan ajar, bisa sampai dan dipahami oleh siswa. Dengan mengurangi waktu belajar mengajar didalam kelas, tentu guru harus memiliki inovasi lain dalam mentransfer ilmunya ke siswa.

Diera digital seperti ini, hal tersebut tentu tidak sulit untuk diwujudkan. Ketika para siswa telah selesai belajar didalam kelas, bapak ibu guru tentu bisa menyodorkan beberapa buah potongan video atau gambar kepada siswanya. Bisa berisi materi pelajaran yang belum tuntas diajarkan dan bisa juga materi lanjutan yang belum sempat diajarkan.

Bila terlalu sulit bagi siswa untuk mendownload materi karena kesulitan membeli paket data, maka cukup dengan memberikan print out pelajaran yang akan diajarkan. Hal ini tentu bisa mempermudah guru agar bisa menjamin materi yang diajarkan benar-benar dipahami oleh para siswa.

Konsep pembelajaran jarak jauh seyogyanya juga harus melibatkan peran serta orang tua dirumah. Modul pelajaran yang telah diberikan kepada para siswa harus difinalisasi lagi aktualisasinya oleh para orang tua. Sehingga guru setidaknya bisa terbantu dan para siswa tetap disiplin dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pelajar.

Kunci agar sekolah bisa dibuka kembali adalah memastikan bahwa dalam daerah tersebut penyebaran virus corona telah bisa dikendalikan dan dicegah. Semuanya harus berbasis data dan rujukan ilmiah untuk memastikan agar para siswa yang belajar ini bisa terbebas dari sebuah serangan pandemi sembari menunggu kapan vaksin akan jadi.

Sampai disini saya sadari bahwa banyak orang tua yang hatinya hancur melihat anaknya tak bisa sekolah lagi seperti biasa. Pun anak kita. Mereka pasti sudah merengek-rengek minta agar bisa kesekolah lagi, bertemu dengan teman-temannya dan pasti bisa bermain lagi dihalaman sekolah.

Kerinduan tersebut harus bisa kita jawab. Menyusun rencana dan menjalankan langkah terukur adalah hal yang tak bisa kita kesampingkan demi kesehatan anak dan keselamatab semua orang. Membiarkan sekolah dibuka tanpa melihat data, maka sama saja melanggengkan herd immunity massal ke anak-anak kita.

Jadi, jika Mas Nadiem ingin menciptakan sebuah pendidikan yang bermutu, mulailah dari menciptakan Kebijakan yang bermutu. Dengarlah para guru, para orang tua dan para Ahli Kesehatan. Yang saat ini dibutuhkan adalah Kesehatan para siswa baru kemudian pendidikan yang mencerdaskan.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun