Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menolak Hidup Berdamai dengan Virus Corona

8 Mei 2020   23:03 Diperbarui: 12 Mei 2020   18:48 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tenaga medis yang selama ini juga telah banyak pasang badan sebagai garda terdepan melawa virus corona mulai dari merawat pasien, melakukan segala cek hingga menguburkan jenazah akan berasa sia-sia dengan keluarnya statement tersebut.

Semangat solidaritas tenaga medis ini harusnya dipupuk dan disirami benih pencerahan hari lepas hari. Jangan sampai jerih lelah mereka harus dibayar dengan sikap damai melawan virus corona. Jika seyogyanya negara sedari awal mengambil keputusan damai ini, mungkin saja para tenaga medis juga menjadi setengah hati dalam merawat para pasien corona.

Ketiga, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar menjadi sia-sia bila ingin hidup damai dengan virus corona. Coba hitung berapa kerugian negara dan masyarakat yang setiap harinya mengais rejeki dijalanan karena larangan yang tertuang dalam PSBB

Akibat pemberlakuan PSBB, semua roda ekonomi stop dan lumpuh. Para ojol mengaku orderan sepi, restoran tutup dan para pedang asongan cepat-cepat gulung tikar karena takut dikejar-kejar satpol PP karena melanggar PSBB.

Padahal PSBB itulah roh peperangan melawan virus corona. Dengan PSBB yang ketat dan sesuai dengan protokol kesehatan maka mata rantai virus corona bisa kita cegah. Oleh karena itu, jangan sampai karena dalil hidup berdamai dengan virus corona, pemerintah malah menjadikannya sebagai cara untuk melemahkan dan melonggarkan PSBB (relaksasi) yang sudah dipatuhi oleh rakyat.

Mungkin benar dengan apa yang dikatakan oleh presiden Joko Widodo. Pilihan kita adalah keselamatan warga negara,  baik itu keselamatan kesehatan maupun keselamatan ekonomi. Tetapi sayangnya semua pilihan itu tidak mendahulukan mana kah yang paling kita butuhkan.

Jika negara berharap virus corona selesai dengan menunggu vaksin selesai, saya rasa itu adalah hal yang memalukan. Sampai saat ini saja, para ahli dunia masih silang pendapat kapan vaksin akan selesai. Masing-masing negara akhirnya mencari jalannya sendiri-sendiri dengan membuat vaksin.

Lalu bagaimana  dengan Indonesia. Kapan Juru Bicara Gugas Virus Corona berhenti menyampaikan soal data-data PDP, ODP maupun yang meninggal dari virus corona dan mulai menyinggung bahwa peneliti kita sudah mulai mempersiapakn vaksin. Tahapan penyelesaiannya sudah sampai dimana. Kolaborasi apa yang Indonesia telah lakukan sembari melakukan PSBB dalam menemukan vaksin tersebut.

Vaksin itu adalah tindakan kuratif, sedangkan yang paling perlu kita lakukan adalah preventif.  Jika vaksin menjadi alasan presiden untuk mau hidup berdamai dengan virus corona, itu adalah sebuah keniscayaan. Alhasil, jika perasaan menyerah itu dibiarkan, herd immunity adalah sesuatu yang sedang menanti bangsa ini kedepan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun