Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pedoman Memahami Kelebihan dan Kekurangan Permenkes PSBB ala Terawan

5 April 2020   21:00 Diperbarui: 5 April 2020   20:59 2547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto (jpnn.com)

Hari ini pemerintah telah secara resmi menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 yang berjudul Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019.

Peraturan ini telah ditandatangani oleh Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto di Jakarta. Permenkes ini diterbitkan sebagai aturan turunan dari PP Nomor 21 Tahun 2020 yang sudah lebih dulu di keluarkan oleh Presiden Joko Widodo tepat beberapa hari yang lalu.

Permenkes ini juga digadang-gadang sebagai aturan teknis yang disiapkan pemerintah agar pemerintah daerah maupun pemerintah pusat memiliki satu tindakan yang sama dan seragam dalam menghadapi pandemi covid-19. Juga untuk mengurai permasalahan ekonomi, sosial dan budaya yang terkena dampak langsung dari virus covid-19 ini.

Menurut pengakuan Menkes Terawan, ia diminta untuk segera menyelesaikan peraturan terkait pedoman PSSB tersebut paling lambat 2 hari oleh presiden Jokowi. Alhasil, hari ini (5/4) sudah keluar dan kita bisa sama-sama simak kebijakan pemerintah terkait pemberlakuan PSBB.

Dalam PP 21 tahun 2020, Pembatasan sosial skala besar (PSBB) adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9).

Peraturan yang terdiri dari 6 bab dan 19 pasal secara khusus menyasar kepala daerah baik gubernur/bupati/walikota agar tidak sembrono lagi mengambil tindakan yang gegabah  untuk mencegah penyebaran virus corona didaerahnya sebelum berkonsultasi dengan pemerintah pusat terlebih dahulu.  

Tersebut dalam pasal 4 ayat 1, terdapat  prosedur pengajuan yang harus dikirimkan oleh Kepala Daerah ke Kementerian Kesehatan selaku otlritas yang diberi kewenangan untuk melegalkan status pemberlakuan Psbb disuatu daerah.

Wilayah yang dapat diusulkan untuk PSBB adalah wilayah yang mana terjadi jumlah kasus atau jumlah kematian akibat penyakit, dalam hal ini Covid-19, menyebar signifikan dan cepat ke beberapa wilayah.

Sedikitnya ada tiga data yang harus dilampirkan jika ingin menerima persetujuan pemberlakuan PSBB diantaranya peningkatan jumlah kasus menurut waktu disertai dengan data  kurva epidemologi, penyebaran kasus menurut waktu disertai  dengan penyebaran menurut waktu dan kejadian transmisi lokal disertai dengan hasil penyelidikan epidemiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga.

Dari pasal 4 ayat 1 ini menunjukan PSBB akan berlaku dalam suatu wilayah jika Menteri Kesehatan menyetujui permintaan usulan pemberlakuannya dari pimpinan daerah. Berarti didaerah itu harus ada kasus coronanya terlebih dahulu yang dilengakapi dengan data kemudian PSBB akan berlaku.

Kemudian dalam Pedoman PSBB terbitan Menkes Terawan ini juga mendeskripsikan batasan-batasan sosial yang harus dilakukan oleh masyarakat untuk mencegah penularan virus corona dalam suata wilayah yang sudah resmi dan disetujui memberlakukan PSSB.

Dalam pasal 1 ayat 1, "PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Covid-19".

Pembatasan ini lebih rinci disebutkan pada pasal 13 yang mana didalammya termasuk "Pembatasan tersebut meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan moda transportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan."

Pembatasan yang diterapkan dalam Pedoman PSBB ini sifatnya lebih menyasar pada individu dan kegiatan sosialnya. Namun kekurangan dari pembatasan ini ialah tidak ada pembatasan sosial dipasar dan diperbatasan lintas daerah.

Padahal proses penularan virus corona juga berpotensi terjadi dipasar. Entah itu pedagang maupun pembeli, kedua duanya bisa saling menularkan dan tertular. Pun juga dengan lalu lintas di perbatasan antar wilayah misalnya Jakarta.

Sebagai epicentrum virus corona, DKI Jakarta mencatatakan kejadian kasus yang paling tinggi se Indonesia. Sampai saat ini, DKI Jakarta belum melaksanakan skreening awal dan pelacakan total ke seluruh warganya. Jika warga yang bermukim di Jakarta banyak yang mudik ke kampung halaman, maka ini berpotensi untuk menyebarkan virus corona ke wilayah yang lain. Wajar bila Gubernur Anies meminta agar Jakarta di tutup.

Pedoman pembatasan ini secara garis memuat agar ada batas/jarak antar manusia dalam setiap aktivitas sosialnya. Jika memahami lebih dalam lagi,  tidak ada pasal yang melarang agar orang bebas keluar  dirumah, menghadiri keramaian dan sebagainya.

Ini tentu tidak sesuai dengan apa yang selama ini dipromosikan oleh pemerintah agar tetap dirumah aja. Imbauan yang tidak diatur oleh peraturan yang ketat membuat kebanyakan orang akan lalai dan berpotensi menyebabkan mata rantai penularan corona sulit untuk diputuskan.

Dengan keluarnya permenkes pedoman pembatasan sosial skala besar ini diharapkan agar masyarakat menjaga jarak satu dengan yang lainnya. Menurut pemerintah dengan menjaga jarak antar manusia, rantai penularan akan bisa diputuskan.

Lalu pertanyaannya, sudahkah kita membiasakan membatasi jarak dengan orang lain? Dan apakah cukup hanya dengan pembatasan jarak antar manusia penularan virus corona bisa kita kendalikan? Kita tunggu saja hasilnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun