Ditengah mewabahnya corona saat ini, asumsi tentang pelarangan mudik bergema dilini massa. Saya sebenarnya agak was-was juga jika pemerintah memberlakukan aturan pelarangan mudik. Mengingat konsekuensi mudik dan tidak mudik sama bahayanya.
Jika mudik maka akan membahayakan orang dirumah dan warga kampung sekitar karena virus corona. Jika tidak mudik, maka rasa rindu didalam kalbu akan terus bergelora dan meminta untuk segera pulang. Keduanya sama berat tantangan dan cobaannya.
Namun Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Â Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan alasan mengapa pemerintah masih memperbolehkan masyarakat mudik saat Lebaran tahun 2020.
Alasannya cukup bernas juga. Ia mengungkapkan bahwa "Pertimbangan utama bahwa orang kalau dilarang tetap mudik saja," (detik.com). Apa iyah yah?
Alasan yang saat ini dikeluarkan oleh pemerintah dengan tidak mengeluarkan larangan mudik tentu sangat berdasar pada tingkat kepatuhan masyarakat. Ini erat kaitannya dengan sosial budaya masyarakat Indonesia tentang mudik.
Mudik sejatinya telah menjadi budaya kita. Mudik sangat identik dengan kembali ke kampung halaman, melepas rindu, dan berkumpul dengan keluarga besar. Mudik juga sebenarnya  sudah ada sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam.
Istilah mudik sendiri baru tren pada tahun 1970-an. Â Secara harafiah orang betawi menganggap mudik sebagai "kembali ke udik". Mudik artinya kampung, sebutan untuk orang Jawa yang hendak pulang ke kampung halaman. Jadi sudah menjadi kegiatan tahunan nenek moyang untuk kembali sebentar kekampung halaman.
Nah karena sudah menjadi indentitas yang melekat kuat dibangsa kita, rasa-rasanya sangat sulit untuk membendung arus mudik ditengah memawabahnya pandemi corona saat ini. Â Jangankan imbauan mudik, imbauan untuk tetap dirumah aja dan social distancing pun masih banyak yang melanggar.
Sama halnya dengan jika menerapkan larangan mudik. Prediksi presiden Jokowi dan kawan-kawan, dengan membuat aturan larangan mudik, maka akan tetap berpotensi dilanggar dan diabaikan oleh masyarakat yang sudah mendewakan mudik selama ini.
Tidak adanya larangan mudik bukan berarti pemerintah melegalkan agar silahkan masyarakat mudik ke kampung halaman masing-masing. Namun tetap saja, pemerintah hanya mengimbau AGAR MASYARAKAT JANGAN MUDIK mengingat bahayanya tersebut. Tetapi tidak menerbitkan larangan  dengan perpres atau semacamnya untuk tidak mudik. Takutnya jika dilarang, kalian akan tetap melanggar wahai perantau!!!
Terkhusus untuk perantau, jika kalian ingin mudik, cukup pertimbangkan saja dua konsekuensinya. Pertama jika para pemudik nekad untuk kembali ke kampung halaman masing-masing, Â maka yang bersangkutan akan ditetapkan sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP). Itu artinya jika sudah menjadi ODP maka wajib mengkarantina mandiri selama 14 hari dirumah.
Jika mudik terus dikarantina selama 14 hari jadinya gimana? Tentu hanya akan merugikan pemudik yang diberi libur dengan waktu yang singkat. Karantina 14 hari dan tidak bisa kemana-mana, tidak bisa berkomunikasi atau berkunjung kerumah sanak saudara yang lain. Tentu itu hanya akan merugikan kamu.Â
Budaya mudik saat ini juga sebenarnya telah bergeser, dari hanya ingin untuk melepas rindu dengan keluarga dikampung halaman. Mudik juga jadi ajang aktualisasi diri sebagai perantau. Aktualisasi dengan menunjukan sudah mendapatkan hasil apa saja selama bekerja, sekolah dan merantau di tanah orang.
Kemudian yang kedua ialah mudik juga akan membahayakan keluarga yang ada dirumah. Ingat kita tidak tahu apakah sudah tertular virus corona atau belum. Jadi lebih baik  utamakan keselamatan dan kesehatan keluargamu dan pertimbangkan lagi alasanmu untuk mudik tahun ini.
Untuk menutup kekecewaan para perantau yang tidak bisa mudik karena imbas virus corona, maka pemerintah telah menyiapkan skema kebijakan lain. Pemerintah akan memberikan bantuan sosial (bansos) khusus. Bantuan perlindungan sosial ini bisa dimanfaatkan untuk bertahan selama musim mudik Lebaran.
Masih mengutip perkataan Luhut Binsar Panjaitan dalam laman detik.com, "Kita tidak mau itu, kita anjurkan tidak mudik karena tidak mudik ada kompensasinya." Nah jika tidak mudik maka ada alternatif yang telah disiapkan pemerintah.
Nah jika menimbang nilai jual dari kebijakan ini saya rasa setidaknya cukuplah untuk membenanamkan rasa kekecewaanmu karena tidak bisa mudik. Bansos ini akan diberikan jika kamu mau untuk tidak mudik dulu musim ini. Lumayanlah buat jaga-jaga stabilitas perut dan kondisi perekonomianmu selama tetap dirumah aja.
Kebijakan bansos yang akan dikeluarkan ini sebenarnya masih menjadi misteri realisasi nya seperti apa dilapangan. Namun, seyogyanya bukan hanya pemerintah yang menghimbau kamu untuk jangan mudik dulu sebelum pandemi ini bisa kita tangani dan eleminisir secara masif dan maksimal. Namun rasa-rasanya saya juga menyarankan kamu agar tetap dirumah aja.
Sebenarnya ada berbagai cara jika kamu sedang  merindukan suasana kampung halaman. Apalagi saat lebaran tiba. Alternatif lain yang bisa kamu saat ini adalah silahturahmi lewat telepon atau sekedar bercengkrama di media daring. Mending berlinang air mata melihat saudara atau kolega dalam keadaan sehat, daripada harus bercucur kan mata karena tutup usia akibat virus corona.
Jangan karena aturan dan pelarangannya tidak ada kamu malah abai dan tidak mau mengindahkan bahaya serta dampak yang akan terjadi jika kamu tetap mudik. Dengan tidak mudik kamu sudah berbuat banyak untuk mencegah penyebaran virus cirona.
Untuk para perantau yang ingin mudik, harap maklum!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H