Akhirnya setelah menunggu beberapa minggu, hadir juga kelompok masyarakat sipil yang menggugat presiden Jokowi terkait lambannya penanganan covid-19 di Indonesia. Ini merupakan gugatan yang sekian kalinya dilayangkan oleh masyarakat terhadap kebijakan Jokowi yang dianggap merugikan masyarakat dan melawan hukum yang sudah ditetapkan.
Seorang aktivis bernama Enggal Pamukti, hari ini (1/4) resmi mendaftarkan gugatannya ke Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Pusat. Mengenakan setelan jas hitam, ia haqqul yakin dengan keputusannya untuk melayangkan gugatannya tersebut. Pun saya juga telah memprediksinya dengan tulisan saya.
Kita sebagai masyarakat pun tentu punya pandangan lain dan respon yang beragam akan aksinya tersebut. Ada yang pro dan ada juga yang kontra dengan sikap pemerintah apakah benar mereka lalai dan abai terhadap kewajibannya. Atau sudahkah pemerintah berbuat jauh lebih banyak dari apa yang sudah kita harapkan terkait penanganan pandemi covid-19.
Secara hukum, setiap orang berhak untuk mengeluarkan aspirasinya dalam hal ini menggugat pemerintah melalui jalur dan mekanisme hukum yang sudah disiapkan. Saya mengapresiasi langkah Enggal Pamukti ini sebagai seorang warga negara yang baik dan sejati.
Ia tidak turun kejalan dan mengajak ratusan atau ribuan orang untuk demo beejilid-jilid didepan istana. Tetapi hal yang ia lakukan adalah sebuah norma masyarakat yang sadar dan taat akan hukum. Kita applous...
Apa yang ia lakukan juga tentunya berangkat dari sebuah keresahan dan analisa yang mendalam. Walaupun peluang kemenangan gugatan ini sangat kecil, namun perjuangan untuk memberikan pernyataan keras kepada pemerintah harus tetap dijalankan.
Kemudian saya mencoba memahami latar belakang Enggal Pamukti mengapa ia berani-beraninya nekad menggugat pemerintah lewat pengadilan. Apalagi ketika mendaftarkan gugatannya itu, ia datang seorang diri tanpa pendampingan dari pengacara. Â
Sikap yang ditunjukkan oleh Enggal ini sangat mirip dengan apa yang dilakukan oleh para aliansi dokter di Perancis. Serikat dokter disana melayangkan gugatan kepada mantan Menteri Kesehatan Agns Buzyn dan Perdana Menteri douard Philippe (21/3)
Merujuk laman Tirto.id, disana dituliskan bahwa kedua pejabat pemerintah perancis  ini dianggap tidak mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlambat penyebaran covid-19 meskipun mereka sadar akan bahayanya. Akhirnya para dokter disana memutuskan hal demikian karena salah satu korban yang meninggal akibat virus Corona di negara itu adalah sejawat mereka, sesama dokter.
Latar belakang yang terjadi di Perancis dan di Indonesia sebenarnya mirip. Kata kunci nya adalah kelalaian. Baik pemerintah perancis dan pemrintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Kesehatan dianggap lalai dan lamban dalam penanganan pandemi covid 19 yang sudah terjadi beberapa minggu sebelumnya.
Walaupun sampai saat ini belum dijelaskan apa isi detail dari gugatan Enggal Pamukti, namun dilaman twiternya ia berkicau bahwa ia mewakili kelompok pedangan eceran menuntut pemerintah yang lalai terhadap pencegahan virus corona. Maksdunya adalah sikap pemerintah yang pada beberapa bulan lalu tidak bersiap dengan kedatangan tamu yang mematikan ini.
Jika kita tarik mundur kebelakang, maka disana jelas sekali bagaimana sikap pemerintah terhadap pandemi covid-19. Padahal sangat jelas dimedia massa bahwa virus corona bukanlah penyakit kaleng-kaleng. Ia nyata dan telah merenggut nyawa.
Langkah awal pemerintah dengan memulangkan semua pelajar yang sedang bersekolah di Cina dan sekitarnya tidak dikuti dengan langkah dan persiapan matang selanjutnya, jika saja virus tersebut berhasil masuk ke nusantara. Nah dititik inilah pintu gerbang masalah tersebut tidak dijamah oleh pemerintah dan dibiarkan terlalu lama terbuka lebar.
Sikap pemerintah malah sangat berbanding terbalik dengan keadaan kala itu. Hal tersebut bisa kita rujuk dari dua hal. Hal yang pertama adalah pernyataan para pejabat negara yang dianggap terlalu menganggap enteng virus ini dan hal yang kedua adalah paket kebijakan Presiden Jokowi yang sangat kontra dengan apa yang seharusnya dilakukan.
Pertama, terkait pernyataan-pernyatan para pejabat negeri tentu sangat tidak diharapkan keluar dari bibir mereka. Statement pertama datang dari Wakil Presiden RI, Ma'ruf Amin yang menyampaikan candaan bahwa susu kuda liar dapat digunakan untuk menangkal virus corona yang kini mewabah. Kemudian Menhub Budi Karya Sumadi menimpali dengan pernyataan bahwa Indonesia kebal virus corona karena menyukai nasi kucing dan pernyataan lain lagi datang dari kelakar  Menko Perekonomian, Airlangga, perizinan di Indonesia yang berbelit-belit membuat virus corona sulit masuk ke Indonesia.
Alih-alih duduk rapat untuk membahas skema pencegahan dan penanganan virus corona masuk ke Indonesia, hal yang dilakukan malah sebaliknya. Bermula dari kelakar dan candaan seperti inilah yang membuat pemerintah lalai untuk mempersiapkan strategi penanganan pandemi corona.
Kedua, terkait kebijakan yang dikeluarkan oleh presiden Jokowi nyatanya dirasakan belum tepat sasaran. Kebijakan menyewa influencer asing untuk meningkatkan kunjungan wisatawan luar negeri  sungguh bertolak dengan apa yang harusnya dilakukan. Alhasil sejak kasus virus corona telah memakan korban jiwa, kebijakan ini ditunda. Dan imbasnya sampai hari ini presiden juga banting setir dengan menggeser alokasi anggaran untuk memback up semua kebutuhan medis dan dampak sosial atas pencegahan dan penangan pasien positif corona.
Padahal sebelum kasus tersebut diumumkan  dan meledak  ke khalayak luas, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah diberi masukan oleh para alumnus Harvard bahwa pemerintah harus bersiap sebelum wabah ini memasuki dan berjangkit di Indonesia. Namun, lagi-lagi imbauan itu pun tetap diabaikan oleh sang Menteri.
Merujuk dari dua ide pokok masalah diatas, Â Enggal Pamukti tampil sebagai heroik yang mewakili masyarakat untuk menginterupsi pemerintah di pengadilan. Sebelum Enggal, ada kasus gugatan Arie Rompas dan kawan-kawan terkait karhutla di Pengadilan Tinggi, Palangkaraya. Kemudian menyusul gugatan dua orang mahasiswa Trisakti tentang persoalan mengapa Jokowi tidak ditilang saat tak menyalahkan lampu motor disiang hari.Â
Tentu apapun yang menjadi hasil dari gugatan ini, kita tunggu saja bagaimana hukum dan hakim berperkara dan memutuskan sengketa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H