Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenal Sosok Dokter Tirta, yang Ngegasss Hadapi Corona

30 Maret 2020   12:06 Diperbarui: 30 Maret 2020   12:09 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto (laman twiter @tirta_hudhi)

Saat ini dr. Yudhi telah banyak menggalang kekuatan massa dan dana untuk terus berpartisipasi aktif dalam membantu pemerintah untuk penaganan pandemi yang sudah menjadi bencana nasional ini. Gerekan ini tidak serta merta ia lakukan hanya seorang diri.

Berbekal kemauan dan jaringan dimana-mana, ia mampu mendistribusikan bantuan yang masuk dari para donatur yang sudah mau berbagi diantaranya mendistribusikan APD di beberapa Rumah Sakit yang sedang kekurangan, menyemprotkan disinfektan di tempat-tempat umum, mengirimkan makanan kepada pegawai dirumah sakit yang sedang bertugas.

Hal lain lagi yang ia lakukan misalnya ia rela membeli masker dengan harga reseller. Kisaran harganya kurang lebih 420 juta. Dan ia membelinya menggunakan dana pribadi sendiri. "Bodoh amat, biarpun mahal harga masker itu, saya mau membantu teman-teman saya para dokter, para tenaga medis yang lain, yang sedang menjadi garda terdepan mengobati pasien. Mereka saat ini kekurangan masker".

Pernah juga ia membubarkan keramaian anak muda yang masih nongkrong di taman. Ia sempat ngegass ketika mengingatkan mereka. Karena tak mengindahkan himbauannya, akhirnya polisi datang dan turun tangan untuk membubarkan keramaian tersebut. Alhasil, menurut kesaksiaanya di acara talkshow tv, ia adalah orang yang melaporkan kejadian tersebut kepada polisi.

Selain aktif berbaur dengan masyarakat, dr. Tirta juga terlibat dalam melakukan advokasi kepada pemerintah daerah maupun pusat. Kritikan dan saran yang ia hembuskan ke telinga pemerintah juga sangat pedas.

Lalu banyak orang bertanya apa latar belakang ia mau melakukan hal ini?

Dilaman twiter resminya saya merangkum pernyataan beliau mengapa ia mau terjun di garda terdepan untuk menangani kasus ini. Berikut cuitan beliau sebagai penutup artikel ini:

Usia 8 tahun saya terinfeksi TBC dari teman saya yang sebelumnya sudah tertular. Penyakit ini adalah endemik di Indonesia dengan jumlah Kematian dan  kasus yang sangat tinggi. Akhirnya saya harus mengikuti proses penyembuhan selama 6 bulan dan gagal. Kemudian harus mengikuti berobat ekstra paru selama 4 bulan. Jadi saya membutuhkan waktu penyembuhan selama 10 bulan tapi dengan berbagai vonis bahwa saya akan  menjadi orang yang sakit-sakitan.

Penyakit tersebut tidak menghalangi prestasi akademik saya sejak dari SD hingga SMA. Saya menjadi siswa teladan  dan mewakili kota Solo untuk olimpiade. Saya juga lulus dan diterima di FK UGM dan FK UNDIP melalui jalur prestasi.

Di FK UGM saya ketemu dr. Iwan. Beliaulah yang membesarkan pemikiran dan menawarkan beasiswa untuk saya. Namun saya menolak dan memutuskan untuk menjadi Dokter Edukasi + Pengusaha. Pesan dr. Iwan kepada saya, 

"menjadi dokter tidak selalu berjuang dibelakang  jas praktik, bisa di kursi lain,  disitu ide kamu akan berguna. Tidak hanya buat pasien tetapi buat temanmu, tenaga medis. Tirta berjuanglah dengan caramu sendiri. Tabunglah uang dari usahamu sendiri. Berjuang naikkan derajat tenaga medis, amankan pasien dan dirikan rumah sakit! Siapa tahu kamu bisa"!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun