Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

MA Menolak Kenaikan Premi, Bagaimana BPJS Berdalih?

10 Maret 2020   08:24 Diperbarui: 10 Maret 2020   08:26 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang menyebabkan hal ini terjadi sebenarnya karena lemahnya pemerintah dalam mengantisipasi kelonjakan permintaan dan tuntutan dari BPJS Kesehatan. Bagaimana mungkin hitung-hitungan aktuaria yang dibebankan setiap bulan kepada rakyat, jauh menyimpang dari kebutuhannya.

Dalam hal ini, pemerintah telah salah. Dan kesalahan pemerintah pun dibebankan kepada rakyatnya.

Sebagai seorang rakyat. Melalui jalur dan hak konstitusional, sekelompok masyarakat  mengajukan gugatan dan tuntutannya kepada Mahkamah Agung (MA).

Hasilnya, dalam laman detik.com, MA telah secara resmi dan meyakinkan, menolak dan membatalkan kenaikan iuran yang gelah ditetapkan pemeintah sejak 1 Januari 2020. Bayangkan rasanya ditolak. Ditolak gebetan saja sakit, apalagi ditolak MA, pejabat teras pasti pening-pening.

Menurut MA,  Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.Pasal 34 ayat 1 dan 2 bertentangan dengan Pasal 23 A, Pasal 28H dan Pasal 34 UUD 1945. Selain itu juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Itu artinya BPJS akan tetap pesakitan dengan defisitnya. Lalu bagaimana BPJS berdalih?

Sebelum gagasan ini berhembus kencang, pemerintah, DPR dan otoritas terkait telah 138 kali  rapat untuk menentukan nasib BPJS Kesehatan. Tercapai kesimpulan bahwa pemerintah secara resmi akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan walaupun badai protes tetap menyertai.

Sudah beberapa kali menambal sulam kekurangan yang dialami terus menerus oleh BPJS Kesehatan. Ketika sudah ditengah jalan, pemerintah pun bisa bernafas lega dengan ditekennya  Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Pak Jokowi, Sri Mulyani, Menkes dan BPJS Keehatan telah tersandera dengan masalah ini. Biar bagaimana pun, BPJS Kesehatan sebagai jaminan semesta seluruh rakyat Indonesia sedang dalam keadaan darurat.

Saya yakin dengan masalah ini, akan ada lagi sasaran tembak pemerintah untuk mengakali agar defisit ditubuh BPJS tidak berlarut-larut.

Ada beberapa cara yang kira-kira akan dijadikan skema untuk menutupi masalah ini yaitu menaikkan cukai rokok (lagi) sebagai sumber dana untuk pembayaran defisit, menghilangkan beberapa layanan yang akan ditanggung dan tidak ditanggung bpjs kesehatan, melakukan cross check data pada peseeta yang layak mendapatkan bantuan iuran atau tidak serta menaikkan denda bagi peserta yang terlambat membayar iuran bulanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun