Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sebuah Tantangan Puan-puan Pertiwi yang Berekspresi dan Melawan

9 Maret 2020   12:10 Diperbarui: 9 Maret 2020   12:30 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto (liputan 6.com)

Dari satu kisah ini, saya tidak ingin menyampaikan sebuah kesimpulan terlalu awal. Namun izinkan saya merefekliskan bagaimana tantangan dari Puan-Puan yang melawan dalam bingkai kemerdekaan dan Hari Perempuan Internasional.

Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti. Hal ini masih awet dan dijunjung tinggi sebagai sesuatau budaya dan dogma sentral yang mengekang para perempuan.

Walaupun kita tahu bersama, Presiden kita pernah dari perempuan, Ketua DPR RI kita sat ini Perempuan, Komposisi kabinet yang ada saat juga beberapa persen diisi oleh perempuan. Namun poros pergerakan perempuan era modern belum mengalami ledakkan yang besar.

Mengapa budaya patriarki masih melekat dan betah di Indonesia? 

Hal ini erat kaitannya dengan budaya dan dogma. Misalnya saja bagaimana beberapa daerah di Indonesia masih menjunjung tinggi tradisi yang menyatakan bahwa laki-laki itu memiliki derajat yang lebih diatas perempuan. Lalu ada agama tertentu yang melarang perempuan berbuat melebihi laki-laki dan harus tunduk dibawah laki-laki.

Fenomena lain misalnya, manusia baik laki-laki atau perempuan itu sendiri juga turut serta mengkotak-kotakan dirinya. Semisalnya perempuan tidak boleh jorok, perempuan harus mengurus anak, perempuan harus didapur. Nah, pengkotak-kotakan seperti inilah yang empunya saluran praktik patriarki itu terus berlangsung.

Guyonan pun juga tidak luput dari alasan patriraki terus hidup. Kadangkala kita mengeluarkan pernyataan seperti ini kepada perempuan : inget umur yah!!! Nanti gak ada yang mau lo kalau gak sadar waktu.

Sungguh sangat disayangkan. Biar pun seperti apa, perempuan yang sudah mandiri, berprestasi dan pekerja keras tetap menjadi sasaran dan korban patriarki.

Hal yang menjadi miris lagi jika praktik patriarki itu dilakulan oleh sesama kaumnya. Bukan maksud menggurui apalagi menyalahi. Namun sudah seyogyanyalah para perempuan Indonesia dan seluruhnya harus keluar lebih dulu dari zona ini. 

Niscaya lelaki sebagai padanan hidupnya didunia ini akan merekonstruksi ulang cara berpikir, melihat dan menejermahkan apa arti dari keberadaan perempuan.

Setelah keluar dari zona nyaman patriarki. Perempuan masih memiliki masalah lain. Yaitu merebut emansipasi yang absolut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun