Bangsa kita adalah bangsa yang besar. Sumber dayanya banyak dan melimpah. Dulu, orang-orang Eropa gemar datang ke nusantara untuk mengambil hasil-hasil surga kita. Dari Aceh, Jawa hingga ke pedalaman Papua. Semuanya jadi sasaran eksploitasi.
Kini kita telah merdeka. Permasalahan kita saat ini sangat banyak. Salah satunya lapangan kerja. Gambaran bagaimana lapangan kerja dan angkatan kerja yang tidak berimbang membuat banyak orang yang harus rela menjadi buruh dengan gaji seadanya.
Tidak sampai disitu. Perlakuan buruh kadang tidak mengenakan. Kadang HAM pun juga ikut dilanggar. Mulai dari PHK yang bar-baran (baca: asal-asalan), gaji tak terbayarkan serta upah yang menyimpang dari ketetapan  Upah Minimum Regional (UMR).
Lalu kepada siapa harapan para buruh harus digantungkan? Angkatan kerja dimasa depan akan bagaimana? Lapangan kerja akankah cukup untuk memberikan upah dan mata pencaharian para rakyat yang berpendidikan seadanya?
Dari sisi berbeda skill dan kemampuan enteprenurship saling mengejar dan berlomba. Teknologi seperti Internet of Thinks, Revolusi Industri 4.0 dan Artificial Intelegent menuntut para angkatan kerja kedepannya harus lebih kreatif dan cepat dalam menyasar peluang usaha dan mendapatkan mata pencaharian. Â
Ancang-ancang pemerintah dalam memetakan dan mencukupi kebutuhan akan  kekhawatiran ini sebenarnya telah ada. Misalnya saja bagaimana pemerintah Jilid I, aktif mengundang investor untuk memutarkan uangnya disini. Harap-harap lapangan kerja juga terbuka untuk masyarakat.
Dalam edisi ke dua ini, Presiden Joko Widodo sebelum duduk sebagai Presiden RI Â beberapa waktu silam saat menyampaikan rencana kerjanya menyatakan bahwa akan menyelenggarakan Kartu Pra Kerja sebagai salah satu cara efektif untuk mengurai permasalahan Lapangan Kerja di tanah air.
Janji kampanye ini sejujurnya untuk meredam ide-ide cemerlang Prabowo dan Sandiaga Uno dalam bidang ekonomi khususnya soal minimnya angka lapangan kerja  bagi milenial.Â
Kala itu seperti kita ketahui bersama Sandiaga Uno merupakan pengusaha sukses yang diduetkan dengan Prabowo dan sekaligus sebagai otak dan mesin Prabowo dalam menyusun strategi memenangkan Pilpres dengan terus memploting ekonomi Indonesia yang hanya tumbuh diangka 5 %
Hari ini, pemerintah telah secara resmi mengeluarkan perpres terkait kartu pra kerja. Mengutip laman detik.com, Peraturan Presiden tentang program Kartu Pra Kerja telah resmi diteken Presiden Joko Widodo. Ini merupakan tindak lanjut sebelum program itu dilakukan dalam waktu dekat.
Perpres Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Pra Kerja ditetapkan pada tanggal 26 Februari 2020 dan diundangkan pada 28 Februari 2020.
Dalam Perpres ini menyebutkan penerima manfaat program ini adalah para pencari kerja atau pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) serta pekerja yang membutuhkan peningkatan kompetensi. Sementara Kartu Pra kerja adalah kartu penanda atau identitas yang diberikan kepada penerima manfaat Program Kartu Pra Kerja.
Syarat dan ketentuan juga berlaku jika masyarakat ingin mendapatkan manfaat dari Perpres Pra Kerja ini diantaranya ialah merupakan warga negara Indonesia, berusia paling rendah 18 tahun dan tidak sedang mengikuti pendidikan formal.
Sejujurnya, dengan ditekennya perpres pra kerja ini akan membawa tantangan dan harapan yang berbeda. Dengan kesenjangan yang ada saat ini, bukan tidak mungkin ini adalah momentum sekaligus ultimatum bagi bangsa kita sendiri dalam rangka menyiapkan angkatan dan lapangan kerja yang berimbang.
Permasalahan PHK yang saat ini sedang gencar terjadi dengan jumlah yang bukan main-main adalah sebuah alarm yang berbunyi di telinga para pejabat dan juga masyarakat yang menanti-nantikan bagaimana cara Jokowi menjawab harapan dan tantangan ini.
Harapan Dan Tantangan
Gelombang PHK massal yang terjadi dibeberapa perusahan besar seperti Indosat dan perusahaan es krim AICE jumlahnya sangat besar. Mengutip laman CNN.com, PT Alpen Food Industry (AFI) yang merupakan produsen es krim merek AICE melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap sekitar 620 karyawan.Â
Jumlah karyawan tersebut terdiri dari karyawan tetap sebanyak 595 orang, karyawan kontrak 22 orang, dan pekerja outsourcing (alih daya) 3 orang.
Sedangkan  Indosat telah mem-PHK karyawan pada Februari 2020 lebih dulu. Sebanyak 677 karyawan di PHK secara bersamaan di ruang tertutup tanpa mediator.
Hal ini membuat geram para aktivis buruh yang selama ini proaktif dalam menyuarakan hak-hak buruh apalagi mengenai PHK yang semena mena dari perusahaan.Â
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang dipimpin oleh Said Iqbal melihat bahwa pemerintah lambam dan lembut bergerak dalam melindungi hak para buruh yang telah menjadi korban PHK.
Jumlah karyawan korban PHK ini dalam bayangan saya akan menjadi masalah bagi negara jika terus dibiarkan terlantar. Mengingat ekonomi RI yang lesuh dan saat ini sedang dipintu kebimbangan yang tidak pasti akibat virus covid 19, tentu kedepannya akan menghasilkan badai lapangan kerja yang semakin sulit untuk dicari ataupun diciptakan.Â
Hal ini dibuktikan dengan ide out of the box pemerintah dalam menyewa influencer asing dalam menaikkan kembali kunjungan wisman ke tanah air.
Sasaran dari Kartu PraKerja ini lebih menyasar kepada angkatan muda yang telah lulus SMA/SMK dan para pencari kerja. Kemudian akan diberikan pelatihan vokasi (skilling/reskilling) di Balai Latihan Kerja (BLK) setempat.Â
Manfaat dari kebijakan ini adalah memberikan modal/ongkos bagi peserta yang telah lulus pelatihan untuk mencari kerja.
![Ilustrasi foto (sindonews.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/03/06/images-44-5e627528d541df0b834a5b14.jpeg?t=o&v=770)
Kemudian meme satire tentang pengangguran akan digaji bersiliweran dilini massa.
Namun bukanlah itu masalahnya. Masalahnya adalah bagaiamana angkatan kerja mampu menyediakan lapangan kerja dan mudah diterima sebagai pekerja dengan kompetensi yang layak dan kompetitif. Hak-hak sebagai pekerja pun juga masih menjadi PR besar pemerintah.
Tujuan kartu prakerja ini sebenarnya lebih kepada penyiapan angkatan kerja yang berkualitas. Semata itu sebenarnya mengarah pada polarisasi angkatan kerja yang modern dan meninggalkan gaya kerja yang lama.
Siapa sangka dengan meledaknya era globalisasi ini akan menimbulkan peluang-peluang usaha baru. Namun, peluang usaha itu juga akan hidup dan tumbuh jika dibarengi dengan pendapatan yang meningkat, kesenjangan yang menurun serta subsidi pemerintah dalam sektor ekonomi kerakyatan yang berdasarkan pada asa gotong royong dan pelibatan aktif para pengusaha-pengusaha muda.
Menarik untuk menunggu realisasi dari Perpres ini. Satu lagi janji politik Presiden kita sedang dilaksanakan. Harap-harap cemas dengan adanya kartu prakerja ini semoga bisa membawa rakyat dalam siklus hidup yang sejahtera bukan menderita. Atau mungkin saja rakyat lebih memilih mendapat gaji pengangguran daripada bekerja dengan upah yang tak sebanding.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI