Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sudah Pantaskah Iuran BPJS Kesehatan Naik?

3 Oktober 2019   20:43 Diperbarui: 30 Oktober 2019   22:29 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto : detik finance.com)


Hari-hari ini rakyat kita lagi dibuat resah. Resah  mengenai  rencana pemerintah yang akan menaikan iuran BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial).  Kenaikannya bukan lagi kepalang tanggung, naik hingga 100 persen. Lalu ini salah siapa? Mengapa naiknya hingga setinggi ini? Kenapa baru sekarang?

Ketika isu kenaikan iuran ini ramai dibahas, saya teringat lagi dengan salah satu buku karangan Eko Prasetyo yang berjudul "Orang Miskin Dilarang Sakit". Dalam buku itu saya menyimak bahwa memang bangsa ini adalah bangsa yang kurang concern mengenai pembangunan kesehatan. Padahal tidak tahu kah kita bahwa kesehatan adalah modal utama pembangunan dan majunya suatu negeri? 

Hanya segelintir orang/kalangan yang bisa mencicipi pelayanan kesehatan yang berkualitas dan manusiawi. Saat pemerintah dengan bangganya menerbitkan SJSN (Sistem Jaminan Sosial Tenaga Kesehatan) melalui BPJS Kesehatan, nyatanya pemerintah juga telah berani menodong dan berhasil menjadikan lembaga ini sebagai kendaraan politik. 

BPJS Kesehatan akhirnya menjadi pesakitan dimedia massa dan secara lembaga sudah pincang. Yang bisa dilakukan hanya berlindung pada kucuran dana dari pemerintah.

Mengapa saya katakan demikian? Mari kita urai satu persatu mengenai selayang pandang BPJS Kesehatan mulai dari didirkan hingga defisit yang tiada menemukan kata akhir hingga hari ini.

BPJS beroperasi pada 1 januari tahun 2014, sebagai transformasi dari PT. Askes (Persero). Saat itu, PT. Askes (BPJS Kesehatan) masih berada dan bertanggung jawab terhadap menteri terkait karena statusnya yang masih menjadi BUMN, namun setelah berubah menjadi BPJS Kesehatan, statusnya bukan lagi BUMN namun Berbadan Hukum tetap yang artinya semua hasil kerja dari penyelenggara jaminan kesehatan ini sepenuhnya dipertanggungjawabkan langsung kepada presiden sebagai pimpinan negara. 

Prinsip penyelenggarannya adalah gotong royong. Yang sehat membiayai yang sakit, yang kaya membantu yang miskin. Yang berlebih secara finansial menolong yang kekurangan. Duh manis sekali yaaah,, Masyarakat kita akhirnya mau bersatu untuk menolong sesama. Sungguh indah...

Namun bukan itu pointnya. Saya melalui tulisan ini berada pada kelompok masyarakat yang mendukung kenaikan iuran BPJS Kesehatan namun menolak Lembaga ini menjadi pijakan para politisi bajingan demi kepentingan dan ambisi mereka sendiri. Mari baca point-point ini:

Pertama, BPJS Kesehatan berdasarkan peraturan perundangan-undangan, dalam pelaksanaannya dapat melakukan peninjaun ulang terhadap sistem, tata kelola dan managemen resikonya. Apa ini sudah dilakukan? Ya sudah. Lalu apa  hasilnya? BPJS Kesehatan secara terang benderang telah memberikan rekomendasi ke pemerintah bahwa mereka akan mengalami defisit akibat tidak sesuainya hitungan aktuaria dengan iuran yang dipungut dari peserta pengguna layanan. 

Coba bayangkan saja pepatah "lebih besar pasak dari pada tiang".  Pemerintah pusat melalui hitung-hitungan Menkeu memutuskan akan membantu dan menutup defisit tersebut yang setiap tahun terus naik dan semakin bengkak. Solusinya bagus, tapi tidak menyelesaikan masalah. Mengapa pemerintah tidak melakukan audit dan evaluasi pengelolaan dana iuran JKN yang tiap bulan masuk dan dikeluarkan. 

Presiden seharusnya berani menyelamatkan BPJS Kesehatan bukan hanya membantu menutupi defisit dengan memberikan suntikkan dana, tetapi juga harus berani mengeluarkan kebijakan yang menyelamatkan BPJS kesehatan dalam waktu jangka panjang. Setelah Jokowi naik sebagai presiden, isu kenaikan iuran malah nyaring bergema dari ruang istana. Mengapa baru disuarakan sekarang? Apakah karena sudah terpilih lagi? Saya harap bapak presiden mampu menjelaskannya kepada masyarakat.  

Evaluasi juga perlu dilakukan terhadap manajemen dan tata kelola di internal BPJS. Jika masalahnya juga apa pada manajemen yang belum baik, sudah saatnya dilakukan pergantian direksi dan jajarannya, yang hasil kerjanya belum memuaskan ini. Masyarakat tentunya bertanya tanya pada kapasitas dan kemampuan direksi dalam mengelola dana yang sudah dikumpulkan gotong royong ini. Semoga mereka mampu mengelolanya sehingga amanah. 

Kedua, iuran kenaikan BPJS juga harusnya harus memperhatikan aspek kualitas terhadap sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan yang  telah menjadi mitra kerja sama. Aspek kualitas ini diukur dari tingkat kepuasan pasien dan kelengkapan layanan mulai dari fasilitas layanan kesehatan tingkat pertama hingga kefasilitas kesehatan tingkat lanjutan dirumah sakit. 

Masalahnya adalah mutu pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia belum berjalan optimal dan  terdistribusi merata. Padahal peserta BPJS ini bukan hanya ada dikota yang fasilitasnya lengkap, tapi juga ada didesa yang saat ini masih banyak kekurangan.  Mereka juga adalah peserta yang membayar  iuran setiap bulannya. Jika saja opsi kenaikan iuran ini dikeluarkan, maka pemerataan layanan kesehatan diseluruh Indonesia adalah jawabannya. 

Semoga saja pemerintah tanggap akan pembangunan kesehatan bukannya dari sektor infrastrukturnya tetapi juga sumber daya manusia nya yang terbilang belum terdistribusi secara merata. Jika mutu dan standar pelayanan difaskes sudah bagus, baik dikota maupun didesa, saya yakin opsi kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak akan menjadi masalah.

Ketiga, berkaitan dengan paradigma sehat, arah pembangunan kesehatan saat ini mengarah pada preventif dan promotif. Kenaikan pengeluaran pengobatan yang terjadi dirumah sakit mencerminkan fungsi preventif dan promotif di puskesmas belum berjalan optimal. Akibatnya pembiayaan jaminan kesehatan yang dikeluarkan oleh BPJS kesehatan setiap bulannya bengkak dan terus mengalami defisit.

Disisi lain BPJS juga telah mengeluarkan dan mencairkan pembiayaan kapitasi dipuskesmas untuk mendukung layanan dan manjemen puskesmas. Diharapkan puskesmas menjadi pilar kunci berjalannya fungsi pencegahan terjadinya penyakit pada masyarakat serta terus menerus melakukan promosi kesehatan sehingga gerakan masyarakat hidup sehat dimasyarakat berjalan dan menekan angka penyakit.

Jika saja fungsi preventif dan promotif ini terus berjalan secara berkesinambungan maka pengeluaran biaya kesehatan pada kuratif dan rehabilitatif bisa ditekan dan penghematan biaya bisa terjadi.

Keempat, iuran kenaikan BPJS sebisanya dinaikkan secara bertahap dengan mempertimbangakn perkembangan dan keadaan ekonomi dimasyarakat khususnya perusahan-perusahaan yang memiliki dan memperkerjakan tenaga buruh yang jumlahnya bukan main-main. 

Sistem pembayaran silang ini tentunya akan dirasakan berat jika kenaikannya langsung 100 persen. Alangkah baiknya pemerintah jika mulai mencermati ulang hitung-hitunga aktuaria ini demi kebaikkan pemberi kerja dan penerima kerja.

Layanan kesehatan ini memang tidak murah dan tidak mudah. Kita perlu dana untuk melengkapi fasilitas, membayar honor pegawai, belanja obat dan bahan medis habis pakai dan lain sebagainya. Dana iuran yang setiap bulannya dikumpul dan dikelola tentunya harus diawasi dengan serius dan digunakan amanah sesuai pemakaian. 

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan sebagai dua lembaga besar yang menjalankan fungsi pemerintahan di bidang kesehatan harus terus kita dukung dan kritik agar tercapainya pembangunan kesehatan yang setinggi-tingginya. Masyarakat juga harus mulai sadar dan peduli akan kesehatan. jangan mentang-mentang jaminan kesehatan telah tersedia, namun kesehatan diabaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun