Mohon tunggu...
Sony Hartono
Sony Hartono Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Pria Yang Hobi Menulis

Kutulis apa yang membuncah di pikiranku

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Jakarta Bisa Kok Surplus Air!

12 September 2019   22:34 Diperbarui: 14 September 2019   15:11 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon Gayam, Salah Satu Pohon Konservasi Air Terbaik (Sumber: trubus.id)

Jakarta, sudah lebih dari 10 tahun saya mengenal lebih dekat keseharian kota ini. Hiruk pikuk penduduknya kadangkala membuat mataku pusing tuk melihatnya. Kemacetan, banjir, sampah, penurunan muka air tanah, kelangkaan air bersih terutama di wilayah utara, dan yang terkini adalah polusi udara. Begitu beratnya beban yang diemban kota berusia 492 tahun ini, sehingga muncul juga rencana untuk memindahkan ibukota negara ke Kalimantan.

Dari sejumlah permasalahan utama tadi, saya ingin menyoroti terkait ketersediaan air bersih di Jakarta ini. Air bersih merupakan kebutuhan utama manusia yang tidak bisa tergantikan. 

Betapa pentingnya air bersih, bisa dirasakan ketika terjadi listrik padam massal awal Agustus kemarin, banyak yang kelabakan karena persediaan air bersih mereka habis. Kita mungkin masih bisa hidup tanpa listrik, tetapi tidak bakal bisa hidup tanpa air bersih.

Pengelolaan air di Jakarta haruslah mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah daerah, begitu pula dari pemerintah pusat. Pengelolaan air permukaan seperti di sungai-sungai, waduk, situ, ataupun air tanah dalam perlu perhatian serius dan sudah tidak saatnya lagi untuk dipandang sebelah mata.  Penanganan air tanah bukan hanya tanggung jawab dari pemerintah saja, melainkan masyarakat perlu berpartisipasi aktif di dalamnya.

Peran Masyarakat

Masyarakat Jakarta tidak boleh acuh tak acuh terhadap pengelolaan air di sekitarnya. Tidak melulu menyalahkan pemerintah yang selalu dianggap tidak becus untuk mengurus permasalahan di masyarakat. Masyarakat yang  berpikiran maju, adalah masyarakat yang berpartisipasi aktif dalam pembangunan di wilayahnya, tak terkecuali terkait lingkungan hidup.

Lalu apa yang bisa dilakukan oleh masyarakat dalam rangka pengelolaan air di wilayahnya?

1. Membangun Sumur Resapan

Masyarakat harus sadar betapa pentingnya keberadaan sumur resapan di tengah-tengah lahan pemukiman yang sudah padat dengan bangunan beton dan aspal yang meniadakan penyerapan alami air hujan oleh tanah ataupun pepohonan. 

Keberadaan sumur resapan bisa menjadi solusi efektif karena bisa menampung air hujan agar tidak langsung mengalir ke selokan atau sungai yang seringkali melebihi daya tampung sungai yang pada akhirnya berakibat banjir.

Coba kita bayangkan, masing-masing rumah punya satu sumur resapan dengan daya tampung misalkan anggaplah 2 m3. Jika di Jakarta ini ada 3 juta rumah tapak, maka 6 juta m3 air hujan tidak langsung melimpas ke saluran air ataupun ke sungai, sangat-sangat signifikan mengurangi genangan air bahkan banjir yang sering terjadi pada musim hujan.

Keberadaan sumur resapan sebagai pengganti pohon penangkap air hujan, sangat urgent dibutuhkan di ibukota Jakarta ini yang dari tahun ke tahun mengalami penurunan muka air tanah dan otomatis juga mengalami penurunan tanah yang cukup progresif. 

Pengambilan air tanah dangkal ataupun air tanah dalam secara berlebihan semakin mempercepat proses tenggelamnya Jakarta dan intrusi air laut. Dengan adanya sumur resapan, setidaknya bisa mengurangi secara signifikan bahkan tidak mustahil bisa menghentikan proses tersebut.

2. Rain Harvesting

Selain membangun sumur resapan, alangkah lebih baik jika masyarakat juga punya penampungan air hujan yang bisa digunakan musim kemarau. Jadi desainnya bisa saja dikoneksikan dengan sumur resapan. 

Jika air hujan masuk penampungan air, maka ketika penuh otomatis bisa dilimpaskan ke sumur resapan sehingga tidak langsung mengalir ke saluran air/sungai.

Kita bisa mencontoh kearifan lokal masyarakat di daerah-daerah yang memanfaatkan air hujan untuk rumah tangga. Pengalaman saya ketika tinggal di Pontianak, masyarakat setempat sangat menghargai air hujan karena air sumur berwarna hitam kecoklatan akibat dari gambut, sedangkan air sungai pun seringkali menjadi payau ketika musim kemarau karena air laut masuk ke Sungai Kapuas yang sedang surut. 

Mereka mensiasatinya dengan cara menyalurkan air hujan melalui talang-talang air langsung masuk ke bak-bak mandi yang saling terhubung, tandon-tandon air di bawah tanah ataupun ke gentong-gentong besar yang ada di halaman rumah. 

Saya pun senang sekali ketika hujan datang, air di bak mandi terisi penuh dan saya bisa mandi dengan puas, hehe..... Pengalaman itu membuat saya tersadar betapa selama ini saya kurang bersyukur dan kerap kali menyia-nyiakan air bersih.

Di sana air PDAM pun ketika musim kemarau seringkali menjadi tidak layak konsumsi karena menjadi payau. Air baku PDAM Pontianak dari Sungai Kapuas yang terintrusi air laut ketika kemarau sehingga air PDAM pun tidak bisa menjadi air tawar layak konsumsi karena ketiadaan teknologi desalinasi. 

Kita warga Jakarta perlu merubah mind set bahwa hujan adalah berkah, bukan dijadikan kambing hitam penyebab banjir tahunan dengan cara mengelolanya secara benar. 

Jika ada penampungan air hujan semacam itu, masyarakat bisa memanfaatkannya pada musim kemarau, meskipun mungkin hanya untuk menyiram tanaman ataupun disaring dengan alat yang banyak beredar di pasaran untuk air minum.

3. Menanam Jenis Pohon Konservasi Air

Jika masyarakat masih punya lahan yang cukup untuk ditanami pohon maka selain menanam pohon buah-buahan juga bisa menanam pohon-pohon yang bisa menyerap dan menyimpan air hujan dengan baik, misalnya pohon gayam, pohon beringin, ataupun bambu. 

Bahkan ada suatu daerah di Klaten, Jawa Tengah yang terkenal dengan sumber daya airnya yaitu Desa Ponggok, masyarakatnya yang akan melangsungkan pernikahan diwajibkan untuk menanam pohon gayam demi lestarinya sumber mata air di desa tersebut yangmana sumber air yang ada saat ini sangat berperan dalam menopang perekonomian desa melalui kegiatan pariwisata air. 

Namun, memang persoalannya di kota besar semacam Jakarta susah menemukan lahan yang cukup untuk menanam pohon, solusinya mungkin bisa menanam pohon-pohon konservasi air itu di ruang-ruang publik semacam taman kota, tepian jalan, tepian sungai, ataupun halaman sekolahan.

Peran Pemerintah

Pemerintah Daerah dan Pusat perlu bersinergi untuk mewujudkan Jakarta yang ramah terhadap air. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya adalah:

1. Pemda DKI perlu membuat gebrakan baru yaitu bisa dengan menerbitkan aturan bahwa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bisa keluar jika masyarakat ataupun lembaga yang akan membuat rumah/bangunan juga membangun Sumur Resapan dengan jumlah ataupun kapasitas tertentu sesuai dengan luas tanahnya. 

Hal ini bisa mengakselerasi terwujudnya pembangunan sumur resapan yang masif sehingga diharapkan tidak banyak lagi air hujan yang langsung melimpas ke saluran air/sungai. Bagaimana dengan rumah-rumah ataupun bangunan lama yang belum punya sumur resapan? Pemerintah bisa memberikan subsidi dalam pembangunannya, tentunya dengan kriteria masyarakat dengan pendapatan tertentu, kan pemda DKI kaya raya, hehe.....

2. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Pengelolaan air di DKI Jakarta tidak bisa dilepaskan dari pengelolaan Daerah Aliran Sungai Ciliwung sebagai sungai utama yang membelah Jakarta dari selatan ke utara. Hulu sungai Ciliwung di kawasan Gunung Gede Pangrango di Kabupaten Bogor sampai di hilirnya di Laut Jawa perlu mendapatkan perhatian serius baik dari Pemerintah Daerah maupun Pusat. 

Pemda DKI Jakarta perlu aktif berkoordinasi dengan pemda-pemda di bagian hulu sungai Ciliwung mulai dari Pemkab Bogor, Pemkot Bogor, dan Pemkot Depok agar tercapai suatu kebijakan yang seirama dan memudahkan dalam pengaturan daerah aliran sungai Ciliwung. 

Pemerintah pusat melalui perwakilannya di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dalam hal ini untuk pengelolaan daerah Ciliwung masuk dalam area kerja Balai Pengelolaan Daerah Alirah Sungai dan Hutan Lindung (BPDAS HL) Citarum Ciliwung perlu menjadi motor penggerak utama yang mensinergikan pemda-pemda yang daerahnya dilalui aliran sungai Ciliwung untuk mempunyai komitmen bersama dalam menjaga kelestarian Daerah Aliran Sungai Ciliwung.

Apa yang perlu dilakukan di sepanjang Daerah Aliran Sungai Ciliwung?

a. Penanaman Pohon-Pohon Konservasi

Di sepanjang daerah aliran sungai Ciliwung perlu digalakkan penananam pohon-pohon konservasi yang mampu menangkap, menyerap, dan menyimpan air hujan sehingga ketersediaan air tanah tetap terjaga. 

Demikian pula di pinggiran sungai-sungai di Jakarta dilakukan penanaman tanaman yang bisa mengikat tanah, menyerap dan menyimpan air dengan baik seperti bambu dan pohon gayam. Hal ini sejalan dengan program naturalisasi tepian sungai dalam rangka konservasi air.

b. Sinergi antar Pemda dalam membuat kebijakan yang sama

Sudah saatnya slogan-slogan "Jangan Membuang Sampah di Sungai" tidak hanya dijadikan jargon semata melainkan diwujudkan secara akseleratif di tengah-tengah masyarakat. 

Urgensi pengelolaan sampah yang benar harus secara masif disosialisasikan dan ditanamkan kepada masyarakat sejak dini, terutama masyarakat yang hidup di sepanjang bantaran sungai, karena perilaku mereka dalam menyikapi sampah akan berpengaruh signifikan terhadap kesediaan bahan baku air bersih untuk kota-kota di sepanjang aliran sungai Ciliwung yang banyak mengandalkan air sungai ciliwung sebagai bahan baku air PDAM. 

Jika sungai Ciliwung tercemar, maka akan semakin sulit dan mahal untuk mengolahnya menjadi air bersih yang pada akhirnya air bersih dari PDAM akan semakin mahal.

c. Pemda DKI juga perlu berkolaborasi dengan pemda-pemda di hulu sungai Ciliwung untuk bisa menegakkan aturan secara tegas terhadap industri-industri dari skala rumah tangga maupun besar yang membuang limbah cair langsung ke sungai ciliwung ataupun anak sungainya tanpa melalui pengolahan air limbah sebelum dialirkan ke sungai. Jangan sampai pemda-pemda di hulu acuh tak acuh terhadap pembuangan limbah industri langsung ke Sungai Ciliwung.

d. Pemda DKI juga perlu mengeruk sedimen-sedimen di waduk-waduk ataupun situ agar bisa menambah debit air yang bisa digunakan sebagai alternatif air baku PDAM selain dari Sungai Ciliwung.

PR Pemda DKI dan masyarakat Ibukota memang masih jauh dari kata selesai. Sinergi antara Pemda DKI dengan Pemda-Pemda lain di sepanjang aliran Sungai Ciliwung tidak bisa ditunda-tunda lagi. Begitu pula dengan masyarakat yang sudah tidak lagi zamannya untuk menyalahkan pemerintah, mulai dari lingkungan keluarga, kita mulai untuk mengkonservasi air. 

Jika kita punya lahan kosong bisa kita tanami dengan pohon-pohon penangkap air hujan, ataupun kalau kita tidak punya lahan untuk ditanami, kita bisa membuat sumur resapan. Langkah kecil untuk tidak membuang sampah apapun ke sungai memberikan dampak yang cukup besar terhadap ketersediaan bahan baku air bersih demi kelangsungan hidup anak cucu kita tercinta kelak.

Air adalah Sumber Kehidupan, Sudah Selayaknya Upaya Pelestarian Air Menjadi Prioritas Utama Dalam Hidup Kita!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun