Mohon tunggu...
Sony Dharmawan
Sony Dharmawan Mohon Tunggu... Arsitek - mahasiswa

hobi tidur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengusung Politik Damai Abdurrahman Wahid dalam Mengatasi Eskalasi Konflik Kelompok Kriminal Bersenjata dengan Tentara Nasional Indonesia di Papua

30 Juni 2024   21:50 Diperbarui: 30 Juni 2024   22:24 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada akhirnya, Musyawarah yaitu bentuk atau cara memelihara kebebasan dan memperjuangkan keadilan lewat permusyawaratan. Bagi Abdurrahman Wahid nilai pokok demokrasi memiliki kesamaan dengan misi agama. Pada dasarnya agama bertujuan menegakan keadilan bagi kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu demokrasi harus sejalan dengan ajaran agama dalam membangun kehidupan masyarakat yang adil dan beradab. Abdurrahman Wahid  tidak membenarkan adanya demokrasi yang bertentangan dengan ajaran agama.

IMPLEMENTASI POLITIK DAMAI ABDURRAHMAN WAHID DALAM MENGATASI ESKALASI KONFLIK KKB-TNI

Konflik di Papua yang digelontorkan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata dari sendirinya merupakan konflik politik yang menuntut pembebasan, kemerdekaan, kesetaraan manusia Papua secara khusus dengan manusia Indonesia pada umumnya. KKB yang telah ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh pemerintah NKRI, mati-matian menghendaki manusia asli Papua yang terlepas dari kungkungan penindasan. Gerakan pembebasan itu berujung pada kehendak untuk terlepas secara utuh dari NKRI.

Namun demikian, pemerintah Indonesia tentu saja tidak menutup mata terhadap gerakan-gerakan separatis apa pun. Akan tetapi upaya pemerintah Indonesia untuk memberangus kelompok separatis tidak bisa terus menerus bergerak dalam skema pengerahan aparat keamanan seperti TNI-POLRI, dialog, pembangunan Papua yang gencar, ataupun juga perluasan secara paripurna otonomi khusus Papua. Pemerintah Indonesia perlu melihat kembali bagaimana sistem demokrasi telah diterapkan khususnya dalam konteks suku bangsa Papua. Maksudnya, apakah Indonesia telah benar-benar demokratis dalam memerlakukan kebijakan terhadap Papua. Dikarenakan Abdurrahman Wahid pernah mengkritik Orde Baru yang mengukur demokratisasi hanya dari segi kelembagaannya saja. Dalam konteks kebangsaan Indonesia, Abdurrahman Wahid memandang demokrasi sebagai suatu proses atau budaya yang terus menerus. Ketika ada komponen anak bangsa yang terkungkung oleh perasaan tertindas maka demokrasi belum sepenuhnya dijalankan. Abdurrahman Wahid sangat gusar dan tak pernah tenang melihat nilai luhur demokrasi terinjak-injak. Menurut Abdurrahman Wahid dalam  masyarakat yang demokratis itu ada 4 :

  • Semua warga Negara kedudukannya sama di muka hukum
  • Yang berperan adalah kedaulatan hukum bukan kedaulatan kekuasaan
  • Kebebasan berpendapat dibuka seluas-luasnya
  • Adanya pemisahan yang tegas dalam fungsi yang tidak boleh saling mempengaruhi antara Eksekutif, Legislatif, Yudikatif (Muh. Rusli, 2015).

Adapun pemberdayaaan masyarakat lokal di Papua adalah upaya yang mendesak untuk memanusiakan masyarakat Papua. Masyarakat lokal perlu berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan pembangunan lokal untuk menciptakan ikatan yang lebih kuat sekaligus mengurangi potensi konflik. Di sana ada implementasi nilai-nilai demokrasi, sebab pengambilan keputusan bukan hanya milik pemerintah di Jakarta ataupun elit Papua, tapi juga rakyat Papua kebanyakan yang terepresentasi oleh perwakilan-perwakilan masyarakat seperti tokoh adat maupun tokoh agama.

Pemberdayaan lainnya melalui pendidikan, pelatihan keterampilan, dan pengembangan ekonomi lokal dapat membantu mengurangi ketidaksetaraan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Identitas kebudayaan lokal Papua pun harus diberikan tempat seluas-luasnya dalam ruang publik dengan semangat inklusivitas. Maksudnya adalah memungkinkan masyarakat Papua merasa diakui dalam identitas dan budayanya dan mengurangi perasaan ketidakpuasan dan alienasi dari bangsa Indonesia yang holistik.

Masyarakat Papua memiliki kandungan yang sangat berarti dalam keanekaragaman budaya, tradisi, dan sistem nilai yang kaya, yang ada di sana. Itu semua tidak boleh dipinggirkan atau diabaikan begitu saja dalam mengatasi dinamika konflik. Kearifan lokal masyarakat Papua perlu dimanfaatkan secara langsung dalam pengambilan keputusan dan pembangunan wilayah mereka. Maka, institusi adat perlu dilibatkan. Pilar kemanusiaan Abdurrahman Wahid dari sendirinya tersentuh di ranah yang bercorak demikian. Menghormati dan melindungi hak asasi manusia adalah nilai inti dalam konsep kemanusiaan Abdurrahman Wahid. Dengan begitu, pemerintah Indonesia perlu memastikan bahwa hak-hak asasi manusia Papua, termasuk kebebasan berpendapat dan berkumpul, dihormati dan dijalankan di sana. Halnya melibatkan penegakan hukum yang adil dan penanganan konflik tanpa melibatkan pelanggaran hak asasi manusia (Tebay, 2016).

Konflik di Papua salah satunya ditengarahi oleh perasaan Bangsa Papua yang memiliki memori terluka terhadap Indonesia (Suropati, 2019). Memori terluka itu akan memicu konflik apabila ada perlakuan yang tidak adil dari pihak pemerintah yang di Jakarta maupun pemerintah di Papua terhadap masyarakat Papua sendiri. Konflik juga terjadi apabila masyarakat Papua merasa diperlakukan secara tidak adil. Abdurrahman Wahid mencanangkan perlakuan yang adil, hubungan sederajat, ketiadaan diskriminasi dan subordinasi, serta marjinalisasi dalam masyarakat. Hal itu hanya menjadi mungkin apabila pemberdayaan benar-benar diperlakukan secara menyeluruh di Papua, di segala segi bidang kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan kebudayaan. Akses pendidikan dan kesehatan seperti sekolah-seekolah dan rumah sakit yang layak tidak hanya terbatas di kota-kota saja, tapi juga di pedesaan tempat domisili masyarakat Papua kebanyakan. Satu desa satu nakes satu faskes perlu dipertimbangkan.

Upaya-upaya itu digaungkan untuk membangun rasa persaudaraan yang tinggi antar sesama anak bangsa. Abdurrahman Wahid mencetuskan bahwa tanpa ada rasa persaudaraan, dialog dan pembangunan masih sebatas instrumen kelembagaan saja (Aqil, 2020). Akhirnya ia hanya menjadi upaya yang sia-sia dalam mengatasi konflik. Harus diakui, segala upaya untuk mengimplemntasikan nilai-nilai itu, bukan proses yang mudah. Abdurrahman Wahid menggarisbawahi adanya upaya yang harus dilakukan terus menerus dalam perjalanan kehidupan berbangsa. Dalam konteks ini, sikap kesatria sebagai putra-putri bangsa Indonesia atau putra-putri Papua adalah hal yang patut disadari. Kekesatriaan menurut Abdurrahman Wahis yang mencakup keberanian, integritas, tanggung jawab, komitmen, kesabaran, dan keikhlasan, dapat diimplementasikan secara efektif untuk mengatasi eskalasi konflik di Papua.

DAFTAR PUSTAKA

Letsoin, Y.S., Bunsele, O.R., & Taroreh, T. (2023). Mengusung Politik Damail Abdurrahman Wahid dalam Mengatasi Eskalasi Konflik Kelompok Kriminal Bersenjata dengan Tentara Nasional Indonesia di Papua. Jurnal Politik Profetik, 11 (2), 169-185. https://doi.org/10.24252/profetik.v11i2a3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun