Ada Apa Denganmu merupakan salah satu judul lagu milik grup band Peterpan (sekarang bernama NOAH) yang sangat nge-hits di masa jayanya.Â
Lagu "Ada Apa Denganmu" merupakan lagu andalan Peterpan di Album "Bintang di Surga". Album ini menjadi salah satu yang terlaris di Indonesia dengan jumlah penjualan sekitar 3,2 juta keping.
Kenapa "Bung Arson" mengaitkan judul lagu milik Peterpan dengan performa Skuad Garuda di Final Piala AFF 2020?
Entah nyambung atau tidak, jadi bayangan yang sempat terlintas, soal "Bintang di Surga". Bintang disini mewakili Timnas Indonesia, kemudian kata Surga merupakan tempat yang paling indah kelak di akhirat, sehingga Surga di wakili dengan kata Juara AFF 2020. Jadi "Bintang di Surga" mengandung arti, Indonesia Juara Piala AFF 2020.
Harapan Pecinta sepak bola tanah air agar Timnas Indonesia menjadi Juara Piala AFF sangat tinggi, tim asuhan Coach STY awalnya dipandang sebelah mata oleh pengamat dan kontestan lain di Piala AFF 2020, tiba-tiba menjelma menjadi tim yang sangat diperhitungkan untuk menjadi Juara Piala AFF 2020.
Grafik dan performa  Skuad Garuda terus meningkat, mulai saat melawan Kamboja, Laos, Vietnam, Malaysia dan Singapura. Tak salah jika fans sepak bola tanah air menyimpan rasa rindu menantikan gelar juara, yang terakhir kali dirasakan ketika mendapatkan medali emas Sea Games 1991.Â
PHP adalah hal biasa ketika kita melihat aksi Timnas Indonesia, tetapi tim skuad asuhan STY kali ini, diprediksi tidak akan mem-PHP pecinta sepak bola tanah air.
Coach STY merupakan pelatih yang cerdas, setiap taktik dan strateginya bisa berjalan dengan baik. Skuad Garuda juga dapat mengimplementasikan setiap taktik dan strategi yang diinginkan oleh Coach STY. Sehingga Coach STY dan Skaud Garuda merupakan perpaduan pasangan serasi.
Kemudian tibalah laga final leg pertama Piala AFF 2020, yang dilaksanakan di Stadion Nasional, Singapura, Rabu (29/12/2021). Apakah pembaca disini ada yang menduga, jika Timnas Indonesia akan dihancurkan oleh Thailand dengan skor 0-4? Jawabannya pasti tidak ada.
Gak Nyangka, tim yang kita banggakan kalah dengan skor telak dari Thailand. Begitu mudahnya gol-gol Thailand bersarang ke gawang Nadeo Argawinata. Empat gol Thailand lahir dari kaki Chanathip Songkrasin mencetak brace, Supachok Sarachat dan gol terakhir Bordin Phala.
Tak salah jika timbul sebuah pertanyaan, Ada Apa Dengan(mu) STY dan Timnas Indonsia?
Tiba-tiba sayap-sayap Garuda dipatahkan oleh Gajah Perang. Apapun hasil Timnas Indonesia di final leg pertama melawan Thailand harus kita apresiasi, karena skuad muda Garuda telah berjuang hingga ke fase ini.Â
Namun sebagai pecinta sepak bola yang peduli dengan prestasi Timnas Indonesia, kita juga perlu memberi masukan atau kritik membangun, yang penting bukan "nyinyiran".
Jika melihat laga final leg pertama, sepertinya secara keseluruhan taktik dan strategi yang diinginkan oleh Coach STY tak berjalan sesuai harapan.Â
Pemilihan Dedik Setiawan sebagai striker merupakan kesalahan. Selama kejuaraan Piala AFF 2020, ia tidak memberikan kontribusi maksimal kepada Skuad Garuda, yang terlihat seorang Dedik hanya berlari-lari dan seperti kebingungan mencari ruang kosong.
Pemilihan Edo Febriansyah tidak bisa disalahkan karena Pratama Arhan absen terkena akumulasi kartu kuning. Apalagi stok bek kiri yang dibawa Coach STY, kualitasnya masih di bawah Pratama Arhan.Â
Namun di sini yang perlu dipertanyakan, kenapa Coach STY tidak mengantisipasi bahwa Thailand akan langsung menekan, seperti di semifinal leg pertama lawan Vietnam. Dimana saat itu, Thailand langsung menggebrak pertahanan Vietnam, begitu peluit kick-off dibunyikan wasit.
Panggung Edo terlalu besar untuk tampil di final, seharusnya Coach STY menginstruksikan pemain belakang atau pemain tengah untuk selalu mendekat kepada Edo.Â
Gol pertama Thailand berawal dari kesalahan Edo dalam mengantisipasi umpan Rizky Ridho. Kesalahan Edo ternyata berakibat fatal terciptanya gol pertama Thailand.
Melihat taktik babak pertama tak berjalan dan Timnas Indonesia lebih banyak mendapatkan tekanan, Coach STY mengubah taktiknya di babak kedua.Â
Dengan memasukkan Evan Dimas, Coach STY menginginkan Skuad Garuda mampu untuk menahan bola dan Evan dapat mengatur ritme permainan Indonesia.
Kesalahan taktik Coach STY di babak kedua adalah menarik keluar Fachrudin Aryanto dan Ricky Kambuaya. Memang penampilan Fachrudin Aryanto di babak pertama tidak terlalu istimewa, namun pengalaman dan kepemimpinannya di lapangan sangat diperlukan oleh skuad garuda muda untuk menghadapi gempuran Thailand.
Elkan Baggott yang tidak punya kecepatan, beberapa kali terlambat menutup ruang gerak pemain Thailand. Seandainya mau menarik Fachrudin Aryanto untuk digantikan Elkan Baggott sebaiknya selepas menit ke-75.Â
Gol kedua Thailand, terlihat Elkan Baggott kalah cepat adu sprint dengan pemain Thailand, Supachok Sarachat dan juga gagal mengantisipasinya ketika berhadapan man to man.
Kemudian yang mengejutkan soal pergantian Ricky Kambuaya yang digantikan oleh Egy Maulana Vikri. Ricky Kambuaya merupakan satu-satunya pemain Timnas Indonesia yang tampil apik dan gemilang di laga final leg pertama melawan Thailand. Pemain asal Persebaya Surabaya ini sangat vital perannya di lini tengah Indonesia.
Selalu jadi pemain inti sejak laga awal, semakin menjelaskan betapa pentingnya pengaruh kehadiran Ricky Kambuaya di lini tengah Timnas Indonesia, baik saat bertahan maupun menyerang. Saat melawan Thailand, Ricky Kambuaya memberikan dua umpan kunci yang menghasilkan peluang emas.
Yang pertama umpan kepada Witan Sualeman yang akhirnya menjadi peluang emas untuk Alfeadra Dewangga dan yang kedua umpan cantiknya kepada Irfan Jaya, yang gagal diselesaikan dengan baik oleh Irfan Jaya. Sayangnya kedua umpan kunci tersebut tidak menjadi gol.
Egy Maulana Vikri, pada akhirnya tidak banyak berkontribusi untuk permainan Timnas Indonesia, Egy malah menjadi penyebab terjadinya gol keempat Thailand.
Kali ini taktik dan strategi Coach STY tidak menipu pelatih lawan, tetapi Coach STY malah tertipu dengan taktinya sendiri.
Sementara itu, untuk skuad muda Garuda, sepertinya mereka masih demam panggung dengan atmosfer pertandingan final. Hanya Fachrudin Aryanto yang pernah merasakan atmosfer final Piala AFF.Â
Gugup dan tegang nampak terpancar dari wajah mereka ketika menyanyikan lagu Indonesia Raya. Ditambah lagi, gol cepat dari Thailand membuat anak-anak muda Garuda jatuh mentalnya.
Faktor mental dan pengalaman, serta salah dalam pemilihan taktik menjadi penyebab utama buruknya penampilan Timnas Indonesia di laga final leg pertama. Umpan serba salah dan pemain kehilangan koordinasi di lapangan. Pemain seperti kebingungan tidak tahu harus berbuat apa selama 90 menit.
Di leg kedua melawan Thailand, Coach STY harus mengubah komposisi pemain. Dedik dapat kembali dicadangkan dan berani memainkan Hanis Sagahara atau memainkan Egy Maulana Vikri sebagai false nine. Kemudian memainkan Ramai Rumakiek sejak awal dan sementara Irfan Jaya dicadangkan.
Kembalinya Pratama Arhan diharapkan mampu memberikan tekanan untuk pertahanan Thailand, dan sektor kiri lini pertahanan Indonesia tidak terlalu sering diobok-obok oleh pemain Thailand.Â
Para pemain yang akan dimainnkan oleh Coach STY harus tampil lepas dan percaya diri agar bisa mengalahkan Thailand.
Tak perlu memikirkan mengejar defisit empat gol, yang paling penting para pemain tampil lepas dan bergembira. Sehingga potensi pemain bisa dikeluarkan secara maksimal di final leg kedua. Terus semangat Skuad Garuda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H