Tak salah jika timbul sebuah pertanyaan, Ada Apa Dengan(mu) STY dan Timnas Indonsia?
Tiba-tiba sayap-sayap Garuda dipatahkan oleh Gajah Perang. Apapun hasil Timnas Indonesia di final leg pertama melawan Thailand harus kita apresiasi, karena skuad muda Garuda telah berjuang hingga ke fase ini.Â
Namun sebagai pecinta sepak bola yang peduli dengan prestasi Timnas Indonesia, kita juga perlu memberi masukan atau kritik membangun, yang penting bukan "nyinyiran".
Jika melihat laga final leg pertama, sepertinya secara keseluruhan taktik dan strategi yang diinginkan oleh Coach STY tak berjalan sesuai harapan.Â
Pemilihan Dedik Setiawan sebagai striker merupakan kesalahan. Selama kejuaraan Piala AFF 2020, ia tidak memberikan kontribusi maksimal kepada Skuad Garuda, yang terlihat seorang Dedik hanya berlari-lari dan seperti kebingungan mencari ruang kosong.
Pemilihan Edo Febriansyah tidak bisa disalahkan karena Pratama Arhan absen terkena akumulasi kartu kuning. Apalagi stok bek kiri yang dibawa Coach STY, kualitasnya masih di bawah Pratama Arhan.Â
Namun di sini yang perlu dipertanyakan, kenapa Coach STY tidak mengantisipasi bahwa Thailand akan langsung menekan, seperti di semifinal leg pertama lawan Vietnam. Dimana saat itu, Thailand langsung menggebrak pertahanan Vietnam, begitu peluit kick-off dibunyikan wasit.
Panggung Edo terlalu besar untuk tampil di final, seharusnya Coach STY menginstruksikan pemain belakang atau pemain tengah untuk selalu mendekat kepada Edo.Â
Gol pertama Thailand berawal dari kesalahan Edo dalam mengantisipasi umpan Rizky Ridho. Kesalahan Edo ternyata berakibat fatal terciptanya gol pertama Thailand.
Melihat taktik babak pertama tak berjalan dan Timnas Indonesia lebih banyak mendapatkan tekanan, Coach STY mengubah taktiknya di babak kedua.Â
Dengan memasukkan Evan Dimas, Coach STY menginginkan Skuad Garuda mampu untuk menahan bola dan Evan dapat mengatur ritme permainan Indonesia.