Nama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, atau yang lebih suka dipanggil dengan sapaan Mas Nadiem, menjadi salah satu Menteri dalam kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024 yang namanya paling terkenal ditengah masyarakat.
Yang memudahkan masyarakat untuk mengenal sosok mas Nadiem, karena sebelum terpilih sebagai Mendikbud ia CEO Gojek, salah satu aplikasi yang sering digunakan oleh Masyarakat saat ini, aplikasi Gojek mampu memberikan salah satu alternatif kepada masyarakat sebagai solusi moda transportasi.
Usianya yang masih relatif muda membuat masyarakat ingin mengenal sosok mas Nadiem. Masyarakat semakin kagum dengan sosok mas Nadiem, saat ia melayat ke rumah korban meninggal tragedi atap SDN Gentong ambruk di Kota Pasuruan. Ia segera menindaklanjuti kejadian ambruknya atap SDN Gentong, dengan mengirim tim dari Inspektorat Jendral untuk melakukan investigasi.
Hasilnya setelah ada investigasi kerjasama dengan pihak kepolisian ditemukan adanya korupsi dari pihak kontraktor dalam rehab pembangunan sekolah.
Gebrakan terbaru, yang dilakukan mas Nadiem saat membuat teks pidato hari Guru, teks yang yang dibuat sangat sederhana sebanyak 2 lembar tetapi maknanya sangat mengena. Biasanya dalam pembuatan teks pidato, kata-katanya / kalimat yang digunakan panjang dan penuh retorika.
Dalam pidato hari guru, Mendikbud memberikan 5 pesan perubahan kecil yang dapat dilakukan oleh guru. Mas Nadiem meyakini, perubahan kecil yang dilakukan secara bersama akan membawa dampak besar dalam pendidikan di Indonesia.
"Besok, di mana pun Anda berada, lakukan perubahan kecil di kelas Anda.
1. Ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar.
2. Berikan kesempatan kepada murid untuk mengajar di kelas.
3. Cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas.
4. Temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri.
5. Tawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan.
Apa pun perubahan kecil itu, jika setiap guru melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia ini pasti akan bergerak.
Pidato tersebut menimbulkan berbagai respon dikalangan guru, murid, dan masyarakat. Tetapi yang perlu pembaca ketahui, ternyata sebelum membuat pidato tersebut, mas Nadiem merasa ketakutan.
Hal ini seperti yang ia sampaikan di hadapan para guru dan pegiat pendidikan dalam diskusi panel bertajuk "Integrasi, Kolaborasi dan Inovasi Pendidikan Indonesia" di Kantor Kemendikbud, Sudirman, Jakarta Selatan, Sabtu (30/11/2019). "Itu waktu nulis pidato itu, terus terang saya ketakutan sih menulis pidato seperti itu, " kata Nadiem saat mengawali ceritanya.
Alasannya, kata mas Nadiem, dalam pidato itu dia harus menyampaikan sudut pandang dari kacamata ia sendiri. Sebagai Mendikbud, yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan guru ia belum bisa memberikan kepastian kepada para guru, untuk dapat menyelesaikan persoalan atau masalah yang saat ini ada di lingkungan sekolah, tetapi ia mempunyai keyakinan bahwa masalah tersebut dapat terselesaikan, karena itu adalah tanggung jawab bersama
"Sekarang bayangkan, jadi harus bisa menaruh diri sendiri keluar dari situ. Oke, ini ada yang salah atau sebenarnya ada yang enggak adil dalam sistem ini. Saya enggak tahu gimana dulu cara benerin-nya. Tapi punya keyakinan bahwa itu adalah tanggung jawab kita bersama," lanjut mantan CEO GoJek itu.Â
Mas Nadiem ingin agar ke depannya semakin banyak kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sipil. Meski demikian, Nadiem menegaskan dirinya tak bermaksud mengecilkan peran guru dan mengedepankan masyarakat sipil.
"Jadi maksud saya kalau kita bisa mengerahkan berbagai macam usaha kita, contoh dalam pelatihan guru, contoh dalam mengadopsi sekolah, contoh dalam program kepemimpinan berbagai jenjang di pendidikan kita. Itu bisa dilakukan oleh civil society saya akan senang sekali," tambah Nadiem.
 Selain itu, gebrakan mendikbud lainnya tentang wacana penghapusan Ujian Nasional (UN), seperti yang disampaikan sebelumnya. Wacana ini, menuai pro dan kontra di masyarakat. Ada yang mendukung penghapusan UN. Ada pula yang meminta agar rencana kebijakan itu untuk dipikirkan kembali.
Anggota Komisi X DPR dari PDIP Andreas Hugo Pareira sebagai pihak yang kontra mengenai UN, ia mempertanyakan soal evaluasi terhadap para siswa bila nanti UN benar-benar dihapus. Soalnya selama ini UN adalah alat evaluasi yang digunakan secara umum.
Dua pimpinan Komisi X DPR mendukung penghapusan UN. Mereka adalah Wakil Ketua Komisi X dari Golkar, Hetifah Sjaifudian, dan Wakil Ketua Komisi X dari Partai Demokrat Dede Yusuf.
Hetifah berpandangan UN menjadi tekanan bagi siswa, guru, hingga orang tua. Lebih baik, UN diganti asesmen kompetensi siswa secara berkala. Dede Yusuf menilai UN tak bikin cerdas karena anak hanya menghapal pelajaran.
Sementara dari Ikatan Guru Indonesia Ikatan Guru Indonesia (IGI), yang disampaikan oleh Ketua IGI Muhammad Ramli, ia mendukung wacana dihapusnya ujian nasional (UN). Ramli mengatakan tujuan diadakannya UN juga saat ini tidak jelas. UN, menurut Ramli, juga sudah tidak bisa menjadi syarat menentukan standar kelulusan siswa karena tantangan pendidikan di tiap daerah berbeda.Â
IGI menilai anggaran untuk UN yang dinilai besar tersebut, dapat dialihkan untuk pengangkatan guru, baik guru honorer atau guru rekrutan tes CPNS menjadi pegawai negeri sipil (PNS), karena saat ini jumlah guru masih kurang.
Apa sebenarnya yang mendasari mas Nadiem, untuk menghapus Ujian Nasional? Menurut ia, ada keinginan untuk menghindari dampak negatif dari UN tersebut.
"Banyak sekali aspirasi dari masyarakat. Sebenarnya dari guru, dari murid, dari orangtua yang sebenarnya banyak juga dari mereka yang inginnya bukan menghapus, tapi menghindari hal yang negatif," ujar Nadiem di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Sabtu (30/11/2019).
Mas Nadiem mencontohkan, tingkat stres yang tinggi yang dirasakan oleh siswa saat persiapan ujian nasional. Kemudian, saat siswa menghadapi ujian, yang pelajarannya tidak mereka kuasai bidangnya, tentu hal ini mengakibatkan ada rasa khawatir yang berlebihan.
Meski wacana ini sudah dikaji, mas Nadiem mengatakan, kebijakan yang akan dilakukan tidak hanya sekadar menghapus UN. Namun, akan ada perbaikan sistem kelulusan bagi siswa nantinya.
"Jadi bukan semuanya ini wacana menghapus saja, tapi juga wacana memperbaiki esensi dari UN itu sebenarnya apa. Apakah menilai prestasi murid atau menilai prestasi sistem," kata Nadiem.
Sementara, kebijakan penghapusan UN baru akan direalisasikan setelah 2020. Mas Nadiem memastikan bahwa UN tetap dilaksanakan pada 2020. Gebrakan-gebrakan yang dilakukan mas Nadiem patut kita tunggu hasilnya, semoga apa yang dilakukan oleh mas Nadiem dapat memajukan mutu dan kualitas pendidikan Indonesia. Sehingga akan ada perubahan dalam diri guru, murid dan orang tua dalam menghadapi perubahan pendidikan yang saat ini terus dikaji dan dilakukan perbaikannya oleh mas Nadiem.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H