Dalam beberapa waktu yang lalu, kita melihat berita tentang #gejayanmemanggil, #mahasiswabergerak, #STMmelawan, #STMMahasiswabersatu. Iya, Mahasiswa dan pelajar sama-sama kompak menentang kebijakan DPR tentang penyusunan Revisi UU KPK, Revisi UU RKUHP.
Selain aksi mahasiswa dan pelajar di gedung DPR jakarta, ribuan mahasiswa di sebagian kota besar bergerak mendatangi gedung DPRD setempat.
Sebenarnya publik tidak perlu merasa khawatir dengan aksi tersebut, karena ini bentuk perhatian dan tanda sayang mahasiswa dan pelajar kepada para anggota DPR. Karena katanya menurut filosofi orang jawa, "yen ono wong tuwo nyeneni anakke, iku mergo tresno karo anakke" artinya "jika ada orang tua yang memarahi anaknya itu berarti tanda sayang kepada anaknya".
Melihat fenomena yang sangat kompak antara mahasiswa dan pelajar dengan berdemonstrasi ke gedung DPR beberapa waktu lalu, tentu saja sebagai pemerhati sepakbola nasional merasa iri dengan aksi tersebut.
Iri karena sejak tahun 1991 PSSI belum bisa berprestasi apa-apa di ajang timnas senior dan sampai sekarang PSSI masih luput dari perhatian masyarakat. Padahal sepakbola olahraga paling populer di Indonesia.
Ketika menulis tulisan ini penulis sambil menikmati secangkir kopi dan mendengarkan lagu Virgoun yang berjudul Surat Cinta Untuk Starla di channel Youtube yang sudah didengarkan oleh 302 jutaan youtuber, wooooow... angka yang sangat fantastis dilihat dari jumlah viewer-nya.
Terbersit dalam pikiran untuk menuliskan Surat Cinta Untuk PSSI, sebagai bentuk tanda sayang kepada organisasi sepakbola Indonesia.
Jika lirik lagu Virgoun diartikan kepada PSSI, maka lagu itu menggambarkan betapa fans sepakbola menaruh harapan besar untuk prestasi sepakbola Indonesia kepada PSSI, apapun hasil Timnas Indonesia fans akan selalu mendukung.
Tetapi juga terbersit dalam pikiran fans untuk meninggalkan dukungan kepada Timnas karena prestasi sepakbola Indonesia mengalami kemunduran, tetapi fans sepakbola tidak bisa melakukan itu karena para fans 'kadung tresno" dengan timnas dan sepakbola Indonesia.
Sebagai pengelola sepakbola Indonesia, PSSI harus bisa membentuk Timnas yang berprestasi dalam segala jenjang terutama Timnas senior. Karena Timnas senior merupakan muara akhir dari segala bentuk pengelolaan sepakbola Indonesia. Bagus tidaknya kinerja PSSI tergantung prestasi Timnas senior.
Di Negara lain bahkan ketika Timnas gagal Ketua Asosiasi mundur dari jabatannya, contohnya ketika Carlo Tavecchio mundur dari jabatan presiden FIGC setelah Timnas Italia gagal masuk ke Piala Dunia 2018. Nah...., kalau di Indonesia apapun hasil prestasi timnas, ketua PSSI tetap 'kekeuh" tidak mau melepas jabatannya.
Sepakbola Indonesia di Tahun 2019 sedang berada dalam titik terendah. Dimulai dengan diguncangnya kasus skandal pengaturan skor Liga 3, Timnas Garuda Muda kelompok umur U-15 dan U-18 gagal di Piala AFF sama-sama kandas di semifinal.
Timnas Indonesia mengalami dua kekalahan beruntun di kandang sendiri dalam laga Kualifikasi Piala Dunia 2022 Menyebabkan peluang Indonesia lolos ke Babak Ketiga menipis, serta membuat peluang Indonesia lolos ke Piala Asia 2023 semakin berat.
Akibat kekalahan ini, sempat ada isu pemecatan pelatih Simon Mcmenemy mengemuka dan semakin membuat publik sepakbola Indonesia menjadi tidak percaya dengan kinerja PSSI. Kabar baiknya, Timnas U-16 lolos ke Piala Asia U-16 2020 di Bahrain, karena menjadi salah satu runner up terbaik.
Kabar ini tentunya, seperti oase ditengah gurun pasir. Timnas garuda muda menjadi harapan dimasa datang. Dalam tempo sepekan ini Timnas senior akan kembali bertanding dalam lanjutan laga Pra Piala Dunia 2022 tandang ke UEA (10/10/2019) dan bermain kandang melawan Vietnam (15/10/2019).
Dua laga berat harus dijalani oleh Timnas Senior, jika hasilnya negatif maka Pelatih Simon Mcmenemy harus bersiap dengan resiko (pemecatan) dari PSSI.
Melihat lagi ke belakang sepakbola Indonesia di tahun 1980-an sampai awal 1990-an pernah mengalami masa jaya, Indonesia begitu disegani tidak hanya dikawasan Asia Tenggra tetapi juga benua Asia. Berbagai masalah dan kasus yang terjadi dalam sepakbola Indonesia mengakibatkan Prestasi Sepakbola Indonesia terjun bebas.
Masalah atau dosa besar dalam sepakbola yang mengemuka ke publik dimulai dari kasus mafia wasit di Liga Indonesia 1998, Gol bunuh diri melawan Thailand di Semifinal Piala Tiger 1998 (saat ini bernama Piala AFF), Dualisme Liga Tahun 2011 dan Dualisme kepengerusun PSSI Tahun 2012, Kasus sepakbola gajah yang melibatkan PSIS Vs PSS di babak 8 besar Divisi Utama Liga Indonesia 2014, dan puncaknya saat PSSI dibekukan oleh Fifa di Tahun 2015.
Di saat Negara rival di Asia Tenggara berlomba-lomba mengejar prestasi, sepakbola Indonesia masih sibuk menyelesaikan segala masalah yang menghampiri PSSI. Ibarat penyakit, saat ini PSSI sedang mengidap penyakit kronis yang belum bisa disembuhkan oleh dokter.
Harusnya ini menjadi pekerjaan rumah dan bahan instropeksi bagi seluruh pengurus PSSI menjelang pemilihan ketua umum PSSI periode 2020-2024. Harus ada gebrakan atau inovasi dalam mengurus sepakbola Indonesia, cara-cara lama yang hasilnya tidak berhasil harus diganti.
Jika selama ini pengurus PSSI hanya fokus dalam urusan teknis dan non teknis, hasilnya pun tidak ada perubahan bahkan mengalami kemunduran, maka sisi spiritual perlu dibenahi. Pengakuan dosa dimasa lalu walaupun itu bukan kesalahan pengurus PSSI sekarang.
Kalau dalam perintah agama, jika kita melakukan dosa besar maka harus segera bertaubat. Mungkin tidak perlu taubat yang berlebihan tetapi dengan Doa bersama pada saat kongres PSSI pemilihan ketua umum nantinya, demi perbaikan sepakbola Indonesia.
Harus ada semacam instropeksi dari semua pemilik voter pada saat kongres PSSI, karena ditangan pemilik voter-lah masa depan sepakbola Indonesia menjadi taruhannya.
Tim Kajian untuk PSSI
Jelang pemilihan ketua umum PSSI, komisi pemilihan PSSI mensyaratkan uji dan pakta integritas dalam melengkapai verifikasi calon ketua umum, wakil ketua umum PSSI ataupun anggota komite eksekutif (exco) lainnya. Selain cakap dan paham tentang sepakbola Indonesia, calon pengurus baru PSSI diharapkan memiliki integritas dan terbebas dari masalah hukum atau masalah sepakbola di masa lalu.
Selain paham sepakbola Indonesia, sosok ketua umum PSSI harus memiliki sikap profesional dan integritas tinggi, siap menerima kritik atau masukan dari pihak manapun, tidak menjadikan jabatan sebagai alat kepentingan politik atau sekedar "nebeng" popularitas atau bahkan sebagai lahan bisnis, perlu pengorbanan dan perhatian penuh demi kemajuan prestasi sepakbola Indonesia.
Setelah kepengurusan PSSI periode 2020-2024 terbentuk, perlu adanya tim kajian evaluasi untuk mengembalikan prestasi sepakbola Indonesia. Tim kajian ini melibatkan pengurus PSSI, perwakilan klub, perwakilan pelatih, perwakilan pemain, perwakilan suporter, perwakilan wasit, perwakilan wartawan atau media, perwakilan pengamat sepakbola, perwakilan pemerintah, perwakilan swasta atau sponsor, dan perwakilan dari kalangan profesional.
Tim kajian ini membuat blue print atau road map tentang persepakbolaan Indonesia lima sampai sepuluh tahun ke depan. Dari hasil tim kajian inilah, yang harus dijadikan program kerja pengurus dan ketua umum PSSI sebagai nahkoda yang mengawal program tersebut terlaksana.
Segala akar permasalahan sepakbola mulai dari masalah pembinaan usia dini, masalah wasit, masalah suporter, masalah prestasi timnas, masalah jadwal dan kompetisi Liga Indonesia serta masalah lainnya harus dikaji dan didiskusikan untuk dicarikan solusi penyelesaiannya.
Hal inilah yang selama ini tidak pernah dilakukan dalam kepengurusan PSSI sebelumnya. Karena sepakbola merupakan olahraga populer di Indonesia, maka apapun yang berkaitan dengan PSSI, Kompetisi Liga maupun Timnas Indonesia akan selalu di sorot oleh media dan pecinta sepakbola tanah air.
Timnas Indonesia sebenarnya mempunyai potensi untuk berprestasi, karena selama ini Timnas usia junior dari era Kurniawan Dwi Yulianto, Bambang Pamungkas, hingga Evan Dimas Mempunyai prestasi di Timnas Junior, tetapi ketika bermain di Timnas Senior mengalami penurunan prestasi tidak pernah juara.
Dari pengamatan ini berarti ada yang salah dengan sistem kompetisi Liga Indonesia dan penanganan ketika masuk Timnas Senior. Jangan sampai generasi emas saat ini, para pemain Timnas U-16 dan Timnas U-19, mengikuti jejak senior mereka yang gagal memberikan prestasi, karena kedua Timnas kelompok umur tersebut mempunyai potensi untuk berprestasi di masa depan.
Sehingga PSSI perlu menangani dengan perhatian khusus. Tidak mudah membalikan telapak tangan untuk prestasi instan sepakbola Indonesia, semua butuh proses dan kerja keras serta kerjasama dari semua pihak yang berkaitan dengan sepakbola nasional.
Jika semua bersatu, niscaya prestasi sepakbola Indonesia akan segera membaik. Semoga surat cinta ini dibaca oleh pengurus PSSI, semua sangat peduli dengan prestasi sepakbola Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H