Pertama yang harus dilakukan adalah mencari pengurus atau staf dalam kepengurusan PSSI yang bersih, bertanggung jawab, berdedikasi tinggi, penuh integritas dan amanah, serta orang-orang yang paham sepakbola.
Yang kedua belajar studi banding ke negara Asia lainnya yaitu ke Jepang atau Republik Korea. Di Jepang pengurus PSSI bisa belajar banyak soal manajerial atau cara pengelolaan organisasi sepakbola Jepang JFA (PSSI-nya Jepang) secara baik dan profesional, serta belajar banyak soal kompetisi liga, wasit, kepelatihan dan taktiknya, pengelolaan Timnas, mengelola suporter fanatik, dan pembinaan pemain usia dini. Pembinaan pemain usia dini menjadi poin penting yang perlu ditindak lanjuti karena dasar bermain sepakbola dimulai sejak anak usia dini.Â
Yang ketiga membuat Diklat sepakbola atau Pusat Pendidikan Latihan Pelajar (PPLP) di 7 sentra pembinaan, penulis sudah menyebutkan soal data BPS sebaran penduduk kelompok umur laki-laki umur 5 - 19 tahun. 7 sentra pembinaan meliputi  Pulau Sumatera, Pulau Jawa 1, Pulau Jawa 2, Pulau Bali - Nusa Tenggara, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, dan Pulau Maluku - Papua. Negara Indonesia berbentuk kepulauan maka untuk pembinaan pemain usia dini dibagi dalam sentra pembinaan ini adalah solusi terbaik, memudahkan dalam anggaran pembiayaan dan koordinasi. Di Pulau Jawa perlu ada 2 PPLP, karena punya potensi pemain usia dini di pulau jawa. Hal ini sesuai dengan data BPS dimana sebaran jumlah penduduk laki-laki kelompok umur 5 - 9 tahun terbanyak di Pulau Jawa berjumlah 18.767.000 jiwa. PPLP ini berisikan pemain usia 12 tahun dan usia 15 tahun, sistem PPLP harus ada promosi dan degradasi, pemain tidak hanya bagus dalam skill bermain sepakbola tetapi nilai akademisnya juga harus masuk nilai rata-rata. Pemain usia dini harus diberi tanggung jawab karena mereka sudah diberikan fasilitas. Setelah program PPLP berjalan rutin, perlu diadakan kompetisi antar PPLP untuk menyeleksi pemain masuk ke Timnas U-15 dan Timnas U-18
Yang keempat mewajibkan klub peserta liga 1 untuk mempunyai tim U-12, U-15, U-18 dan U-21 dan mewajibkan klub peserta Liga 2 untuk mempunyai tim U-12, U-15 dan U-18. Poin ketiga dan keempat yaitu untuk memperbanyak bibit-bibit pemain potensial. Pada tahun 2017 mantan Ketua Umum PSSI Letnan Jenderal TNI Edy Rahmayadi menyatakan jumlah pemain sepakbola Indonesia hanya berjumlah 67.000 orang. Jumlah ini tentunya sangat sedikit dibanding Negara tetangga Malaysia mempunyai sekitar 585.000 pesepakbola dari sekitar 24,4 juta penduduknya, dan Thailand ada 1,3 Juta dari 64 juta penduduknya.
Yang kelima tindak lanjut dari poin ketiga dan keempat memperbanyak kompetisi usia dini yang rutin berkesinambungan, selama ini yang menjadi persoalan dalam pembinaan usia dini minimnya jumlah kompetisi. Semakin sedikit kompetisi usia dini, maka bakat-bakat mereka tidak akan terasah. Dengan banyaknya kompetisi, akan menggairahkan Sekolah Sepakbola (SSB) di setiap daerah, anak-anak usia dini semakin tertarik untuk ikut SSB karena adanya jaminan kompetisi yang rutin.
Yang keenam semua kompetisi liga harus berjalan dengan rapi sesuai dengan jadwal, baik itu kompetisi Liga 1, Liga 2, Liga 3, U-21, Piala Soeratin dan kompetisi usia dini lainnya. Dan yang paling penting harus dikelola dengan sangat baik dan profesional. Karena dari hasil kompetisi yang baik maka akan lahir pula pemain-pemain potensial yang siap menjadi pemain andalan Timnas Indonesia.
Yang ketujuh dalam kepengurusan PSSI harus ada bidang / exco yang menangani pembinaan suporter. Bidang / exco ini sangat penting dalam membina dan mendidik suporter. Sehingga tidak menimbulkan perpecahan atau kerusuhan antar suporter ketika timnya kalah. Yang beberapa waktu lalu terjadi soal pelemparan batu bus Persija Jakarta setelah latihan jelang final piala Indonesia oleh oknum suporter PSM Makassar, kericuhan suporter Persela Lamongan karena tidak puas dengan kepemimpinan wasit di akhir pertandingan melawan Borneo FC, Dan kericuhan atau penyerangan oleh oknum suporter Timnas Indonesia kepada suporter Malaysia. Konflik ini harus segera diakhiri, agar tidak ada kericuhan suporter lagi. Tugas exco harus bisa menyelesaikan masalah suporter selama ini, harus ada solusi dan tindakan nyata. Sepakbola sekarang sudah menjadi bisnis atau hiburan bagi masyarakat, sehingga jika pertandingan itu aman, maka semakin banyak penonton yang datang ke stadion. Tentunya ini menguntungkan pihak klub dalam hal pemasukan dari tiket pertandingan.
Yang kedelapan menggandeng pihak sponsor atau swasta atau BUMN. Ini sangat penting karena semua program yang dijalankan oleh PSSI membutuhkan dana yang besar, sehingga perlu adanya campur tangan pihak swasta atau BUMN dalam pembiayaan, misalnya pihak sponsor membantu dalam membiayai kompetisi usia dini atau pembangunan infrastruktur yang menunjang kegiatan sepakbola. Yang paling penting dalam pembiayaan dengan pihak sponsor ini adalah fokus dalam pembiayaan pemain usia dini dan Timnas Indonesia, karena biaya yang dibutuhkan besar. Dalam menggandeng sponsor jangan sampai menimbulkan polemik seperti yang saat ini terjadi antara KPAI dan PB. Djarum.
Yang kesembilan kerjasama dengan pemerintah, selain berkoordinasi dengan Fifa ada baiknya PSSI berkoordinasi dengan pemerintah. Baik dalam program maupun koordinasi lainnya, koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah dalam hal pembinaan usia dini, PSSI perlu koordinasi dengan kementerian pendidikan untuk memasukkan sepakbola dalam kurikulum pendidikan, sehingga anak-anak sekolah kelompok umur 5 - 19 tahun yang punya bakat dan keinginan menjadi pemain sepakbola semakin terpacu dan termotivasi dengan adanya kurikulum sepakbola dalam pendidikan. Â
Selain program-program tersebut tentunya masih banyak program lain yang bisa mendukung Indonesia lolos ke Piala Dunia 2034, diantaranya memperbanyak kursus kepelatihan lisensi AFC, memperbanyak wasit berlisensi AFC, mengirim tim junior berlatih tanding ke luar negeri, memperbaiki infrastruktur sepakbola, memperbanyak agenda uji coba timnas senior untuk menaikkan peringkat Fifa, dan program lainnya.
Jika Indonesia terpilih menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 pada tahun 2021, masih ada waktu 2 tahun untuk mempersiapkan timnas U-20 agar berprestasi nantinya, tidak hanya sekedar numpang lewat sebagai tuan rumah dan kontestan. Jika timnas U-20 mendapatkan hasil yang lebih baik di Piala Dunia U-20, tentunya akan semakin memotivasi anak-anak usia dini untuk bermain sepakbola. Semakin banyak pemain potensial yang ada, memudahkan pelatih Timnas Indonesia untuk meracik strategi tim, sehingga tidak perlu jalan pintas dengan memperbanyak pemain naturalisasi. Sehingga mimpi untuk Indonesia Maju ke Piala Dunia 2034 bukan hanya pepesan kosong, hal ini perlu adanya kerjasama semua pihak yang berkecimpung di persepakbolaan nasional.