Pernahkah Anda berpikir ke mana perginya uang yang kita bayarkan untuk menonton bioskop, menonton konser, menghadiri pameran, atau sekadar karaoke bersama teman dan keluarga?. Ternyata, selain masuk sebagai pendapatan penyelenggara hiburan, sebagian dari uang yang kita bayarkan tersebut masuk ke kas daerah dalam bentuk pajak hiburan. Pertanyaannya adalah apakah pajak yang kita bayar tersebut pada kenyataannya kembali ke masyarakat dalam bentuk fasilitas publik? Mari kita bahas lebih dalam mengenai hal ini!
Apa itu Pajak Hiburan?
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Hiburan adalah  pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan yang dimaksud meliputi:
-
Tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu;
pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
kontes kecantikan;
kontes binaraga;
pameran;
pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap;
pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor;
permainan ketangkasan;
olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran;
rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang;
panti pijat dan pijat refleksi; dan
diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa
Dasar Hukum Pajak Hiburan
Pajak hiburan diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Dalam peraturan ini, pajak hiburan termasuk ke dalam kategori pajak daerah yang dikelola langsung oleh pemerintah daerah.Â
Selain itu, terdapat beberapa peraturan daerah (Perda) yang mengatur secara khusus mengenai pajak hiburan di setiap daerah. Perda yang mengatur lebih spesifik mengenai pajak hiburan diperlukan mengingat kondisi setiap daerah di Indonesia tidak sama. Regulasi ini umumnya berisi daftar jenis hiburan yang dikenakan pajak, tarif pajak, serta sistem pemungutan pajak hiburan. Oleh karena itu, besarnya tarif pajak hiburan di satu daerah bisa berbeda dengan daerah lainnya karena tarif pajaknya ditentukan oleh masing-masing pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya.Â
Tarif Pajak Hiburan
Besaran pajak hiburan bervariasi tergantung dengan kebijakan pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang HKPD, jasa kesenian dan hiburan dikenakan tarif paling tinggi 10%. Namun, terdapat tarif khusus untuk jenis hiburan tertentu seperti jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa memiliki tarif pajak paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.Â
Pajak hiburan pada dasarnya dikenakan kepada penyelenggara hiburan. Namun, pada akhirnya biaya pajak ini dibebankan kepada konsumen dalam bentuk harga tiket yang menjadi lebih tinggi. Dengan kata lain, setiap kali kita menikmati hiburan, kita juga turut berkontribusi dalam pendapatan daerah.Â
Dari Pajak Hiburan ke Infrastruktur Publik
Pajak hiburan dapat menjadi sumber dana yang signifikan untuk pembangunan fasilitas publik apabila dikelola dengan baik. Secara teoritis, pajak hiburan yang dipungut oleh pemerintah daerah seharusnya dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk pembangunan fasilitas publik, seperti perbaikan jalan dan trotoar, peningkatan pelayanan kesehataan, pembangunan taman kota, subsidi pendidikan, maupun pengembangan fasilitas olahraga dan rekreasi demi kesejahteraan masyarakat.Â
Di beberapa daerah, pajak hiburan memang digunakan untuk pembangunan infrastruktur publik. Salah satu contoh daerah yang mengelola pajak hiburan dengan baik yaitu Kota Palembang. Pemerintah Kota Palembang berhasil meningkatkan penerimaan pajak hiburan dan mengalokasikannya untuk pembangunan ruang terbuka hijau serta fasilitas olahraga. Â Namun, apakah hal ini terjadi di seluruh daerah? Sayangnya tidak selalu demikian. Beberapa daerah masih menghadapi tantangan dalam pengelolaan serta transparansi alokasi dana pajak hiburan. Seringkali, pendapatan dari sektor pajak hiburan digunakan untuk sektor lain yang tidak berhubungan dengan infrastruktur publik, sehingga masyarakat tidak merasakan manfaat dari pajak hiburan secara langsung.Â
Apa yang Dapat Kita Lakukan?
Sebagai masyarakat, kita berhak untuk melakukan pengawasan terhadap penggunaan dan pengelolaan pajak hiburan.Selain itu, masyarakat juga dapat berperan aktif untuk meminta pertanggungjawaban dari pemerintah daerah terkait penggunaan pajak hiburan. Salah satunya adalah dengan cara mengakses laporan keuangan daerah maupun ikut serta dalam forum publik.Â
Pemerintah daerah selaku pengelola pajak hiburan sudah seharusnya melakukan pengelolaan pajak hiburan secara transparan. Apabila pajak hiburan benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat, seharusnya ada laporan yang dapat diakses publik mengenai penggunaan pajak hiburan.
Di sisi lain, kajian ulang terhadap tarif pajak perlu dilakukan. Apabila tarif pajak terlalu tinggi, industri hiburan di setiap daerah dapat terkena dampak negatif. Bahkan, pendapatan daerah dari sektor pajak hiburan dapat mengalami penurunan sehingga pemasukan daerah menurun dalam jangka panjang.Â
Mari kita dorong pemerintah untuk lebih transparan dan memiliki akuntabilitas dalam mengelola pajak hiburan, sehingga saat kita bernyanyi di ruang karaoke, kita tahu bahwa sebagian dari yang kita bayarkan akan kembali dalam bentuk fasilitas publik yang lebih nyaman.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI