Saat ini semakin meriah bendera partai-partai politik serta berbagai gaya potret diri para caleg dipajang di mana-mana karena kampanye memang sudah boleh berlangsung. Meskipun ada juga beberapa partai yang sudah mencuri start kampanye jauh-jauh hari bahkan bulan sebelumnya. Alasannya tentu adalah untuk diketahui rakyat bahwa partai-partai tertentu sudah lolos verifikasi KPU untuk ikut berlaga di Pemilu 2019.
Para pengurus partai terus mengatur strategi bagaimana bisa melibatkan public figure dalam perolehan suara di Pemilu nanti agar mereka bisa menempatkan anggota partainya di parlemen, baik pusat maupun daerah. Â Sudah diketahui semua bahwa senyatanya para wakil rakyat selama ini yang dipilih secara luber tetapi melalui partai tertentu hanyalah menjadi mesin uang partai dan hampir semuanya tidak memperjuangkan kepentingan rakyat kecil.Â
Maka tidak aneh kalau mereka berusaha menempatkan sebanyak mungkin anggota mereka di parlemen, bukan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat melainkan untuk menggemukkan keuangan partai dan pada ujungnya adalah para elit partai sendiri.
Gaji dan tunjangan wakil rakyat yang tinggi serta status menjadi incaran mereka yang sudah berduit untuk bisa semakin kaya. Tentu ada juga yang ingin menjadi wakil rakyat karena benar-benar ingin memperjuangkan rakyat meskipun mereka sendiri sebenarnya sudah berkecukupan materi. Namun  demikian kelompok yang ini bisa dihitung jari jumlahnya di parlemen. Kecenderungan ingin memperoleh status dan kekayaan itu lah yang dimanfaatkan oleh partai-partai politik untuk memperalat para pribadi serakah ini.
Kualitas dan Popularitas Caleg
Sungguh ironis, manakala negeri ini perlu semakin maju dan berkembang tetapi kualitas wakil rakyatnya hanya orang-orang ambisius dan serakah. Situasi ini tampaknya sulit berubah. Kita mustahil berharap ada perubahan kepentingan pada para politisi tua yang sudah teracuni pola pikir dan kelakuannya. Satu-satunya jalan adalah mendorong generasi muda untuk terlibat secara serius namun benar dalam politik untuk kepentingan rakyat.
Terlibat secara serius artinya bahwa keterlibatan dalam politik tidak cukup hanya dilakukan di jalanan dalam bentuk demonstrasi melainkan harus masuk dalam sistem. Artinya menjadi wakil rakyat sebagai anggota DPRD atau bahkan DPR. Sedangkan sebagai wakil rakyat yang benar artinya sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan rakyat kecil dan bukan kepentingan diri sendiri serta partai.
Namun perlu disadari bahwa untuk terlibat di dalam politik yang baik, apalagi sebagai wakil rakyat yang benar, tidak bisa berlangsung secara instant. Idealnya, minimal sudah 5 tahun menjadi anggota dan kader partai. Bahkan lebih baik lagi kalau yang bersangkutan sudah pernah aktif di organisasi sekolah atau kampus serta organisasi kepemudaan di masyarakat. Dengan demikian jiwa kepemimpinan dan kemampuan berorganisasi sudah terbentuk.
Tak kalah pentingnya lagi adalah keikutsertaan di dalam latihan kepemimpinan semasa sekolah dan kuliah serta kaderisasi kepemimpinan yang diselenggarakan oleh partai dimana yang bersangkutan terlibat. Keikutsertaan sebagai caleg sebaiknya setelah seseorang menyelesaikan kuliahnya, minimal program diploma. Hal ini untuk menunjang perannya nanti saat menjadi wakil rakyat.
Di lain pihak untuk bisa dipilih oleh rakyat tentu saja seseorang harus memiliki popularitas. Untuk dikenal oleh rakyat tidak cukup dengan hanya pernah menjadi bintang sinetron atau film. Negara ini bukan panggung sandiwara, maka sesungguhnya keliru apabila rakyat memberikan suaranya untuk para pesohor hiburan ini. Berpolitik bukanlah sekadar bermain peran melainkan perjuangan kepeningan rakyat dan negara.
Lalu bagaimana agar popularitas bisa diraih tanpa harus jadi selebritas? Terlibat nyata dalam kegiatan kemasyarakatan merupakan cara pertama yang cukup mudah untuk merintis popularitas. Menjadi relawan dalam segala bentuk kegiatan sosial politik juga tak kalah pentingnya.
Aktif dalam penulisan di media dan selanjutnya terlibat sebagai pembicara dalam seminar-seminar atau diskusi yang menyangkut masalah-masalah sosial politik juga akan menaikkan pamor seseorang di dalam masyarakat. Apabila rekam jejak positif sudah terbentuk maka jalan menuju peran sebagai wakil rakyat akan relatif lebih mudah.
Swadaya Rakyat
Partai-partai politik yang selama ini menguasai Senayan pada umumnya memasang tarif pendaftaran sebagai caleg yang gila-gilaan. Mulai dari ratusan juta hingga milyaran rupiah. Pensyaratan menunjukkan kekayaan yang dimiliki oleh para caleg, benar-benar membelalakkan  mata. Hal yang sangat mustahil bagi rakyat kecil (baca miskin materi) untuk bisa menjadi wakil rakyat meskipun mereka memiliki idealisme serta visi-misi yang memperjuangkan kepentingan rakyat kecil.
Memang sudah ada beberapa partai yang menerapkan prinsip berpolitik tanpa mahar, tetapi biasanya hanya terbatas pada biaya pencalonan. Padahal seperti kita ketahui untuk bisa terlibat dalam pemilu dan berusaha untuk terpilih butuh kampanye, butuh pengadaan saksi di TPS dan lain-lain. Semua itu butuh biaya yang tidak sedikit.
Para intelektual muda, fresh graduate, yang miskin materi kadang merasa hanya bisa bermimpi untuk bisa menjadi wakil rakyat. Hal ini lah yang kemudian memunculkan kelompok generasi muda yang frustrasi dan berujung pada keengganan untuk terlibat di dalam sistem serta kemudian memilih menjadi golput. Â Kalau situasi seperti ini terus terjadi tentu membahayakan sistem politik negara ini. Generasi tua yang berada di dalam sistem terus memegang kendali negeri ini dan kita semua tahu, kekuasaan yang berlangsung lama cenderung menjadi korup.
Nah, situasi inilah yang memunculkan gagasan bagaimana kalau pencalegan dilakukan secara swadaya rakyat artinya warga masyarakat dari kelompok dan daerah tertentu mengadakan patungan untuk menempatkan wakil mereka di parlemen. Seseorang atau beberapa orang yang oleh rakyat dianggap berpotensi  memperjuangkan rakyat kecil dibiayai secara patungan dan tentu dibuat kesepakatan tertulis agar dia pada saatnya benar-benar menjalankan tugasnya sebagai wakil yang membiayainya (rakyat kecil).  Kesepakatan tertulis juga harus dibuat dengan partai yang dipakai untuk kendaraan politiknya. Mekanisme ini bisa diatur sesuai dengan kesepakatan daerah masing-masing serta kemampuan rakyatnya.
Para caleg-caleg muda yang masih penuh idealisme dan relatif belum terkontaminasi dengan sistem yang korup bisa ditempatkan sebagai wakil rakyat. Mereka dibiayai sehingga pada gilirannya dia bisa memperjuangkan kepentingan rakyat yang membiayainya. Selama ini pasti juga sudah terjadi kesepakatan seperti itu oleh para caleg, namun bukan dengan rakyat pemilih namun dengan para pebisnis, tetapi tentu ujungnya hanya memperjuangkan kepentingan bisnis dan cenderung tidak memiliki etika politik yang baik.
Gagasan ini sebenarnya paling tepat kalau undang-undang Pemilu mengijinkan penempatan wakil rakyat dari kelompok independen, tetapi karena belum ada kemungkinan itu maka tidak ada jeleknya kita gunakan partai politik sebagai kendaraannya. Hanya dikemudian hari harus diperjuangkan kemungkinan adanya wakil rakyat dari kelompok independen kalau partai-partai politik masih hanya mementingkan kelompoknya sendiri seperti saat ini.
Dengan cara ini pula memungkinkan para caleg untuk tidak perlu mengkampanyekan dirinya sendiri melainkan justru dikampanyekan oleh rakyat pendukungnya. Rakyat pasti akan lebih antusias melaksanakan Pemilu. Mereka akan benar-benar berjuang keras untuk menempatkan wakilnya di parlemen dan tidak sekadar berkampanye untuk mendapatkan uang serta atribut partai dari para caleg maupun partai. Keperluan kampanye  para caleg justru dipersiapkan oleh para pendukungnya. Pada gilirannya nanti para caleg yang duduk di parlemen harus benar-benar taat pada kepentingan rakyat yang mendukungnya sekaligus membiayainya. Tidak boleh seenaknya sendiri.  Sungguh pesta demokrasi yang indah.
Paparan di atas mungkin hanyalah gagasan gendheng dari orang yang tidak mudheng politik praktis tetapi masih memiliki keprihatinan terhadap carut marut negeri ini dan berharap negeri ini menjadi semakin beradab. Salam demokrasi ala saya . Merdeka!
***
Solo, Sabtu, 24 November 2018
'salam kritis penuh cinta'
Suko Waspodo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H