Destinasi pertama kami di hari Senin itu adalah Fushimi Inari-taisha, yang jadi destinasi favorit di Kyoto, karena terkenal dengan barisan torii gate yang berjajar hingga puncak gunung Inari, dan pernah menjadi lokasi shooting film Memoirs of a Geisha (2005). Tahun sebelumnya saya dan Marven sudah ke tempat ini dan sudah menyusuri barisan torii gate yang panjang itu hingga ke puncak gunung Inari dan menikmati pemandangan kota Kyoto dari sana. Sedangkan Galo baru pertama kali ke Jepang, sehingga dia terpaksa naik sendirian, sedangkan saya dan Marven menunggu di bawah.
Pukul 10.30 kami beranjak ke kuil Kinkakuji. Untuk menuju tempat itu, kami harus menumpang bus kota. Kami sempat salah destinasi, karena salah mendengar tujuan. Kami baru tahu, ternyata ada kuil Kinkakuji dan kuil Ginkakuji. Dan kami memilih bus ke Ginkakuji. Ketika turun, kami melewati Philosopher’s Path, sebuah jalan kecil dengan kolam bersih yang memanjang berisi ikan dan di pinggirnya ditumbuhi pohon bunga sakura yang sudah selesai masa mekarnya. Ketika menyadari tempat itu adalah Philosopher’s Path, kami akhirnya tahu kalau kami salah tujuan, karena Philosopher’s Path memang ada dalam destinasi kami, tapi lokasinya tidak berdekatan dengan kuil Kinkakuji. Lalu kami kembali menaiki bus kota dan melihat rute yang benar.
Hingga akhirnya tibalah kami di kuil Kinkakuji, yang dikenal sebagai Golden Pavilion. Sedangkan kuil Ginkakuji dikenal sebagai Silver Pavilion. Sesuai namanya, seperti itulah warna kedua kuil tersebut, dan konon katanya itu juga adalah material pembuat bagian luar kedua kuil tersebut. Pengunjung Kinkakuji ini jauh lebih ramai daripada Ginkakuji, dan memang kuil tesebut adalah destinasi favorit di Kyoto karena keunikannya dengan bahan emas tersebut. Untuk masuk ke Kinkakuji kita harus membayar tiket ¥400 per orang. Jalan di dalam komplek kuil emas ini sudah diatur sedemikian rupa agar menjadi satu arah dari masuk hingga keluar, sehingga semua wisatawan bisa berjalan kaki dengan tenang.
Sebenarnya hari sebelumnya saya melihat Maiko ketika baru saja tiba di Kyoto dan kami berjalan menuju penginapan. Dan sore itu saya melihat Geisha di sana. Ketika langit mulai gelap, kami kembali ke penginapan untuk mandi. Setelah itu kami keluar lagi untuk menyusuri area Gion-Shijo sambil mencari makanan untuk santap malam, karena ingin menu berbeda lagi untuk makan malam.
Hari ke-4: Kyoto
Kali ini tujuan kami adalah Arashiyama, destinasi favorit lainnya di Kyoto yang terkenal dengan bamboo grooves-nya. Jadi setelah sarapan nasi instan dengan lauk ikan teri sambal kering dan rendang kering lagi seperti hari sebelumnya, kami bergerak ke Stasiun Saga Arashiyama. Tahun lalu saya juga telah ke tempat ini, tetapi karena hujan, jadi kami lebih banyak menghabiskan waktu berteduh di kuil Tenryuji dan sedikit saja menyusuri hutan bambunya ketika hujan sedikit mereda. Kali ini kami datang cukup pagi lagi untuk menghindari keramaian.
Cuaca cukup cerah ketika kami mulai menyusuri Arashiyama dan belum banyak pengunjung. Kami sempat singgah sebentar di kuil Tenryuji sebelum akhirnya berjalan di antara hutan bambu tertata dengan baik di Arashiyama. Kami sempat tersasar ketika mencari spot bamboo groove yang paling banyak dikunjungi orang, karena banyak sekali persimpangan jalan kecil di area ini. Ternyata hutan bambu ini juga sudah cukup ramai di pagi hari itu oleh wisatawan. Di sini kita bisa menemukan banyak orang naik jinriksha, yaitu becak khas Jepang yang ditarik dengan tenaga manusia dengan berjalan dan atau berlari.