Mohon tunggu...
Sonti Soraya Sinaga
Sonti Soraya Sinaga Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

a full time officer, sometimes a traveller

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Jatuh Cinta di Sumatera Barat

20 April 2016   13:45 Diperbarui: 21 April 2016   08:31 872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Salah satu pulau di Sumatera Barat. (Ilustrasi). Sumber: travel.kompas.com"][/caption]Di minggu kedua bulan April 2016 yang lalu saya berkesempatan melakukan perjalanan ke Sumatera Barat. Perjalanan ini sebenarnya adalah perjalanan dinas, tetapi karena saya memang sudah lama memimpikan perjalanan ke Sumatera Barat, tetap saja perjalanan ini seperti perjalanan wisata buat saya. Karena memang Sumatera Barat itu memiliki alam yang indah, jadi sepanjang perjalanan saya disuguhkan oleh pemandangan alam yang indah.

Saya tiba di Bandara Minangkabau di sore hari, dan saya langsung melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Dharmasraya. Sekitar pukul 7 malam, saya tiba di kota Padang Panjang, di sana saya sempat singgah untuk makan malam dan mencicipi sate padang yang terkenal sangat enak. Ternyata udara di Padang Panjang ini cukup dingin, karena memang lokasinya di dataran tinggi.

Malam itu pun saya melanjutkan perjalanan hingga tiba di daerah Gunung Medan pukul setengah 1 dini hari dan langsung beristirahat. Di perjalanan saya sempat melewati Danau Singkarak, tetapi karena hari sudah gelap, jadi saya tidak bias melihat pemandangan di sana. 

Tapi saya yakin sekali kalau pemandangan yang saya lalui malam itu pasti bagus sekali. Dan yang saya senangi adalah, jalanan yang saya lalui mulus 95%, jadi perjalanan saya cukup lancar selama di Sumatera Barat.

Hari berikutnya saya bergerak menuju Nagari Sinamar dan melakukan tugas saya di sana hingga sore hari. Setelah tugas saya selesai di Sinamar, saya mampir di sebuah rumah makan di Sungai Rumbai. Akhirnya saya mencicipi nasi padang langsung di Ranah Minang. 

Jangan tanya bagaimana rasanya, karena kali ini saya kembali membuktikan kalau rasa sebuah makanan tetap lebih enak di daerah asalnya. Sore itu saya menyantap nasi dengan lauk daging sapi rendang dengan kuah gulai dan sayur nangka. Begitu nikmatnya saya makan sore itu sampai saya menambah porsi makan saya hingga dua kali.

Sawahlunto

Setelah makan kami segera menuju Sawahlunto dan bermalam di sana. Ketika pertama kali tiba di Sawahlunto kami melalui perjalanan berkelok yang menanjak, kemudian jalan menurun dan saya bisa melihat lampu-lampu dari bangunan-bangunan di Sawahlunto yang tampak indah dari atas bukit. Saya terpesona dengan kota itu.

Keesokan paginya saya bangun pagi, lalu mencicipi lontong padang di Sawahlunto sebagai menu sarapan. Rasanya enak sekali! Kemudian pagi itu saya berkesempatan berjalan-jalan di kota Sawahlunto sebentar. 

Ketika itu saya menyadari kalau bentuk topografi Sawahlunto ini seperti kota di tengah mangkok, kota ini dikelilingi bukit. Pantas saja saya bisa melihat perbukitan di sekeliling kota kecil ini. Pemandangannya pun bagus sekali.

[caption caption="Salah satu sudut Kota Sawahlunto di pagi hari"]

[/caption]Pagi itu saya berjalan kaki ke Museum Kereta Api, yang jaraknya tak jauh dari Pasar Sawahlunto dan hotel tempat saya menginap. Ketika saya tiba, sebenarnya museum itu belum masuk jam buka, tapi saya cukup beruntung, karena penjaganya bersedia menemani saya berkeliling museum kecil itu. 

Bangunan museum itu merupakan bekas stasiun utama Sawahlunto yang tak aktif lagi. Katanya memang jalur kereta api di Sumatera Barat tidak aktif seperti dulu. 

Kalau saya tidak salah ingat, jalur kereta yang aktif di Sumatera Barat hanya melayani rute Padang-Pariaman, dikarenakan topografi Sumatera Barat yang berbukit, sehingga dibutuhkan biaya maintenance yang cukup besar untuk merawat jalur kereta api yang dibuat dengan jembatan dan melewati terowongan.

Katanya, di Indonesia hanya ada 2 museum kereta api, yaitu di Ambarawa (Jawa Tengah) dan Sawahlunto ini. Saya jadi merasa cukup beruntung karena pernah mengunjungi keduanya. 

Yang paling terkenal dari museum kereta api di Sawahlunto ini adalah Mak Itam, sebutan untuk lokomotif uap tua peninggalan Belanda. Sayangnya hari itu Mak Itam sedang diperbaiki di bengkel, jadi tak bisa dilihat dan dimasuki, padahal biasanya Mak Itam adalah spot favorit para pengunjung museum karena bentuknya yang antik dan klasik.

[caption caption="Di depan museum kereta api Sawahlunto"]

[/caption]Konon katanya, Sawahlunto adalah kota penjajahan utama Belanda, karena kekayaan alamnya, yaitu batubara. Masih menurut penjaga museum tersebut, batubara terbaik ada di Sawahlunto ini, sehingga Belanda membuka lubang tambang batubara pertama di situ. 

Dulu di Sawahlunto ada banyak sekali pertambangan batubara, sehingga bupati terdahulunya membuat Sawahlunto sebagai tujuan wisata tambang, sehingga ada museum kereta api ini dan museum gudang ransum yang merupakan peninggalan perusahaan batubara milik Belanda di masa lalu. Unik juga, tapi sayangnya program ini tidak dilanjutkan oleh bupati selanjutnya.

Kunjungan singkat saya di museum itu diakhiri dengan membeli souvenir berupa potongan batubara yang kecil bertuliskan Sawahlunto. Saya melihat potongan batubara itu berwarna hitam pekat dan berkilat ketika ada cahaya. Saya tidak pernah melihat batubara sehitam itu sebelumnya. Mungkin benar adanya cerita penjaga museum tersebut.

Dan pagi itu saya kembali berjalan kaki ke hotel sambil melihat banyak bangunan ruko tua peninggalan Belanda yang masih dirawat dengan baik hingga saat ini. Seorang teman berkata, Sawahlunto adalah kota tua yang kecil yang pernah jadi kota termahal di Indonesia karena jadi pusat tambang batubara yang berkualitas nomor satu.

Sekitar pukul setengah 10 saya melanjutkan perjalanan ke sebuah tambang batubara bawah tanah. Di sana saya menemukan batubara yang sangat hitam, mirip seperti souvenir yang saya beli di museum sebelumnya. Bagus sekali kelihatannya, jadi saya membawa sepotong kecil batubara dari lokasi tersebut sebagai kenang-kenangan.

Batu Sangkar

Siang hari setelah kunjungan singkat di Sawahlunto saya melanjutkan perjalanan ke Batu Sangkar. Yang paling terkenal di daerah ini adalah Istana Baso Pagaruyung, yaitu istana berbentuk rumah adat khas Minangkabau, Rumah Gadang. Saya kagum dengan bentuk istana ini, detil ukiran di setiap sisi dinding dan atapnya bagus sekali. 

Ditambah pemadangan di sekitar istana ini pun indah sekali, sehingga membuat Istana Pagaruyung terlihat megah sekali. Pengunjung Istana Pagaruyung siang itu tidak terlalu ramai, sehingga saya cukup puas berkeliling dan berfoto di sana.

[caption caption="Di depan Istana Baso Pagaruyung"]

[/caption]Tanah Datar

Dari Batu Sangkar, saya melanjutkan perjalanan ke Tanah Datar. Di sini ada sebuah bukit di mana saya bisa melihat panorama Tanah Datar yang indah. Tapi buat saya sepanjang perjalanan yang saya lalui memang sudah indah. Ada sawah membentang luas, dengan perbukitan yang memagari, ditambah aliran sungai yang bersih.

[caption caption="Tanah Datar"]

[/caption]Bukit Tinggi

Kata orang, jika ke Sumatera Barat, maka Bukit Tinggi harus ada dalam daftar perjalanan. Dan tibalah saya di Bukit Tinggi sore itu. Tempat pertama yang saya kunjungi adalah Lobang Jepang dan Ngarai Sianok. 

Kedua tujuan wisata ini ada di tempat yang sama. Ngarai Sianok ini adalah sebuah lembah yang dikelilingi perbukitan, dan Lobang Jepang ada di satu sisi bukitnya. Saya sangat menyukai pemandangan Ngarai Sianok, indah sekali, saya sampai terpikir bagaimana terbentuknya sebuah lembah seperti itu.

[caption caption="Ngarai Sianok"]

[/caption]Lobang Jepang adalah gua buatan Jepang pada masa penjajahan. Untuk memasuki gua ini, pengunjung harus menuruni 132 buah anak tangga. Menurut cerita dari tour guide saya di sana, gua itu dibangun selama 2 tahun sebagai basis pertahanan Jepang. Di dalamnya terdapat gudang persenjataan dan tempat pembunuhan tawanan. 

Konon katanya, Jepang menggunakan orang Indonesia dari luar pulau Sumatera untuk membangun gua tersebut. Saya lupa sepanjang apa gua tersebut, tapi aslinya gua tersebut bisa sampai ke bagian bawah Jam Gadang dan juga menembus ke Ngarai Sianok. Namun yang dibuka untuk wisatawan hanya beberapa ratus meter.

[caption caption="Pintu masuk Lobang Jepang"]

[/caption]Setelah Lobang Jepang dan Ngarai Sianok, tujuan utama di Bukit Tinggi adalah Jam Gadang, simbol wisata Sumatera Barat. Tapi ketika tiba di sana saya justru tidak begitu bersemangat, karena bagi saya jam besar itu terlalu ramai, karena berada di pusat kota yang dekat dengan pasar. Jadi saya hanya sebentar singgah di sana.

[caption caption="Jam Gadang di tengah kota Bukit Tinggi"]

[/caption]Tak jauh dari Jam Gadang, ada sebuah rumah makan yang sangat terkenal, namanya Nasi Kapau Uni Cah. Konon nasi kapau di sini adalah yang terenak di Sumatera Barat, dan saya cukup beruntung sore itu sempat singgah dan bersantap di sana. 

Benar saja, nasi kapau di situ enak sekali, dan saya sangat merekomendasikan buat siapa pun yang berkunjung ke Sumatera Barat, harus makan di sana. Ketika selesai makan di sana, saya memperhatikan seorang ibu seorang memotong daging, ternyata ibu itulah yang bernama Uni Cah, kunci enaknya masakan di rumah makan itu. 

Karena sejak pertama rumah makan itu di buka hingga saat ini, hanya Uni Cah yang memasak dan meracik bumbunya sendiri, sehingga rasanya terjaga.

Setelah perut saya kenyang oleh 2 piring nasi kapau dengan ayam rendang, saya melanjutkan perjalanan ke Padang. Saya kembali melewati Padang Panjang dan melihat Lembah Anai dengan air terjunnya yang indah. 

Tak hanya itu, di sana saya juga bisa melihat rel kereta api melintasi perbukitan dengan jembatan. Beruntung rasanya bisa melihat pemandangan itu lagi karena 2 hari sebelumnya hari sudah gelap ketika saya melewatinya.

Kota Padang

Jam 8 malam akhirnya saya tiba di kota Padang, dan malam itu saya habiskan untuk beristirahat saja di kamar hotel, karena merasa cukup lelah dengan perjalanan panjang yang saya tempuh sebelumnya. Keesokan paginya saya berkeliling kota Padang yang memang tidak terlalu besar hingga ke daerah Indarung.

Di kota Padang ada pantai, yang menurut saya cukup bersih dan teratur untuk pantai di perkotaan. Tak ada kios yang menutup pemandangan pantai sepanjang jalan, sehingga saya bisa menikmati pemandangan pantai yang menghadap Samudera Hindia di sepanjang jalan itu. 

Di sana juga ada Monumen Perdamainan yang baru saja diresmikan Presiden Joko Widodo. Dan hari itu saya habiskan dengan menikmati Pantai Padang dan mencari oleh-oleh makanan ringan khas Sumatera Barat.

[caption caption="Pantai Padang"]

[/caption]Senang sekali bisa mengunjungi Sumatera Barat. Saya sangat suka dengan pemandangan alamnya, budayanya, makanannya yang sangat enak dan orang-orangnya yang ramah. Mungkin di lain waktu saya akan mengunjungi Sumatera Barat lagi jika ada kesempatan. Karena saya ingin melihat Danau Singkarak, Danau Maninjau dan beberapa pantai yang katanya indah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun