Dalam sebuah wawancara, seorang mantan eksekutif studio menyatakan, "Hollywood adalah suatu komunitas berpagar yang paling besar di dunia." Pusat hiburan sejagad, industri senilai $91.83 miliar, dan bisnis "siapa-kenal-siapa" itu memang terkenal sulit untuk ditembus. Dalam tulis menulis naskah film, Hollywood tak punya hukum yang baku. Cuma "kebiasaan umum". Hukum tak tertulis itu terbukti lebih kuat daripada hukum tertulis.
Naskah film adalah untuk dibaca
Jadi, pastikan pengalamannya sungguh menyenangkan. Bukan hanya setiap percakapan. Bukan keterangannya saja. Bukan cuma pada pembukaan dan pertengahan, melainkan sampai di baris terakhir sehingga membuat pembaca tersenyum dan berkata, "Bacaan yang sungguh luar biasa!"
Naskah film tidak sama dengan novel
Berbeda dengan novel, naskah film adalah tulisan berbentuk cerita yang menggunakan narasi yang ideal untuk diangkat ke layar lebar. Novel berisi "gosip", naskah film isinya "skandal". Naskah film adalah cetak biru untuk membuat visualisasinya, yang tidak hanya membuat pembaca seperti "menonton" film, namun menjadi salah satu karakter di dalamnya.
Kalimat-kalimat yang pendek
Camilan berukuran segigitan (bite size) terbukti mendorong konsumen makan lebih banyak. Bahkan mereka dibuatnya lupa daratan. Ren Descartes memang jenius, "Sebelum memecahkan sebuah masalah besar, pecahkanlah terlebih dahulu menjadi beberapa masalah kecil." Sebaris kalimat memang lebih mudah dan lebih cepat untuk dicerna.
Paragraph pertama yang singkat
Kesan pertama adalah opini instan yang terbentuk pada saat melihat seseorang atau sesuatu untuk pertama kalinya. Sesuatu itu ialah paragraf pertama, prototipe karya tulis Anda. Apakah itu cepat dan menyenangkan dibaca? Atau apakah lamban dan kurang menarik? Prototipe Anda adalah stereotipe mereka.
Keterangan yang ringkas
"Pantai kesepian. Kaki-kaki telanjang. Langit beludru. Mata berbinar". Sebaris keterangan itu bukan hanya sinematis dan puitis, melainkan juga visual dan efektual. Sembilan kata itu untuk memicu imaginasi pembaca dan membuat sutradara ingin memfilmkannya.
Dialog pertama tidak terlalu jauh pada halaman pertama
Seorang sutradara mengaku, "Ketika saya mendapat sebuah naskah film, sekalipun saya tidak berniat membacanya saat itu, saya selalu ingin mengintip halaman pertamanya. Dialog pertama itu kritis karena saya akan mendengarkan, membayangkan, dan menghubungkan diri saya dengan karakter itu."
Berikan kejutan kepada pembaca (dan Anda sendiri) dengan setiap dialog
"Di sebuah restoran sepasang suami istri duduk berhadapan sambil menatap menu di meja. Sang suami melirik istrinya, "Aku mau cumi petai. Kamu mau apa?" "Aku mau cerai," tatap sang istri".
Penyampaian cerita "di jalur bebas hambatan"
Berbeda dengan novel, naskah film itu soal "ekonomi". Setiap kata punya peran. Setiap kalimat punya tujuan. Setiap dialog dan keterangan punya keterkaitan. Bukan seperti manual instruksi, naskah film tidak menggunakan bahasa film seperti lensa, sudut kamera, tetapi bahasa si penulis sendiri. Narasi harus disampaikan tanpa berbagai bentuk "perlambatan", yakni basa basi dan distraksi.
"Originality is the new quality"
Jangan menulis cerita yang pernah diceritakan orang. Tulislah cerita yang belum pernah dibaca orang karena memang Anda belum menulisnya. Seperti berikut ini, "Dengan Artificial Intelligence sekelompok suku membangkitkan jenderal-jenderal di kejayaan masa lalu. Ternyata, mereka tidak sendiri."
Ikuti praktik standar industri
Inciting incident (insiden pemicu cerita) biasanya terjadi di antara halaman 8 dan 12. Peristiwa besar selanjutnya berlangsung di antara halaman 18 dan 20. Cerita mengekskalasi hingga protagonis mulai beraksi di sekitar halaman 75. Kegagalan total protagonis biasanya terjadi pada halaman 90 dalam skrip dan menit 90 dalam film.
Praktik penetapan patokan page point atau page range memang seperti sebuah formula yang gampang diprediksi. Namun, fakta membuktikan bahwa para penulis Hollywood yang sukses telah menginternalisasikan dan menerapkan kerangka kerja ini.
Tak semua penulis naskah film bermimpi Hollywood. Setidaknya, Anda masih dapat menimba pengetahuan dari 95% film-film hebat produksi Hollywood yang mengikuti teknik-teknik itu. Seni memang subyektif karena seni mencoba melihat yang tak dapat dilihat orang lain. Karya tulis adalah karya seni. Tak ada yang benar dan salah dalam menulis. Yang salah adalah jika Anda menyerah dan tidak menulis lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H