Mohon tunggu...
Sonny Majid
Sonny Majid Mohon Tunggu... Tenaga Pengajar -

Dream Man-penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Cina-Amerika Rujuk, Indonesia Kian Terjepit

20 Juli 2016   12:59 Diperbarui: 20 Juli 2016   17:49 2065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuan tanah dan kaum pedagang merupakan contoh kelas borjuasi di negara-negara satelit. Sebagai akibat kerjasama antar-modal asing dan pemerintah setempat, maka muncullah kebijakan-kebijakan pemerintah yang menguntungkan modal asing dan borjuasi lokal. Kegiatan ekonomi praktis merupakan kegiatan ekonomi modal asing yang lokasinya di negara satelit.

Dengan demikian pada teori Frank, ada 3 komponen utama yang dipakai: modal asing, pemerintah lokal di negara satelit dan kaum borjuis. Sehingga ciri dari perkembangan kapitalisme satelit menurut Frank antara lain: kehidupan ekonomi yang tergantung, terjadinya kerjasama modal asing dengan klas-klas yang berkuasa di negara satelit, yaitu pejabat pemerintah, klas tuan tanah dan klas pedagang, dan terakhir masih terjadinya ketimpangan antara yang kaya (subjek eksploitasi) dan yang miskin (objek eksploitasi) di negara-negara satelit.

Beberapa kebijakan baru tentang terjepitnya Indonesia atas “damainya Cina dan Amerika” bisa kita lihat pemerintah yang membuka ruang atas: warga asing dari 169 negara bebas visa masuk ke Indonesia, warga asing boleh miliki proyek properti di Indonesia, pihak asing boleh menguasai 100% industri gula dan karet di Indonesia, termasuk 100% saham restoran dan perusahaan jalan, asing boleh menguasai 85% saham modal ventura, asing boleh menguasai 100% saham di pembangkit listrik, asing boleh menguasai 100% usaha bioskop di Indonesia dll.

Melihat skema ekonomi Cina sebenarnya tidak begitu komunis-sosialis. Dia menerapkan “one country two system” ketika ekspansi ekonomi keluar, Cina menerapkan teori kapitalisme, akan tetapi untuk menekan ke dalam, negeri tirai bambu tersebut pakai teori sosialisme-komunisme. Yang jika saya diskusikan dengan rekan-rekan sejawat, ketika ekpan keluar, Cina memakai “politik panda” ke dalam pakai “politik naga.”

Jadi wajar ketika saya berasumsi, Cina adalah “instrumen baru kekuatan global terselubung,” yang sebenarnya rujuk dengan klan Eropa.

Dulu Indonesia sebenarnya ingin menciptakan jalan tengah. Ketika era terjadi blok Barat dan Timur, Indonesia melalui Soekarno menggagas gerakan Non Blok, termasuk jalan tengah ideologi ekonomi kapitalisme-sosialisme (komunisme), yaitu ekonomi Pancasila.

Tinggal kita tunggu saja, apakah “rujuk” tersebut berlangsung panjang atau pendek. Jika pendek maka bisa saja Cina “di Sovietkan.” Jika panjang, ya itu tadi mencapai titik ekuiblirium kombinasi skema ekonomi.” ***

(sumber gambar: Globalresearch.ca)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun