Mohon tunggu...
Sonny Hendrawan Saputra
Sonny Hendrawan Saputra Mohon Tunggu... Corporate Communication -

Someone who loves the diversity of cultures, enjoys to observe dynamic of politics, and learns from outstanding people with notable achievements. Dreaming of exploring the beauty of world with any uniqueness in any part of it.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Dunia Mencintai Indonesia - Sekelumit Kisah Mahasiswa dari 65 Negara di Indonesia

12 Mei 2011   23:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:47 2770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apakah Kita Merasa Bangga Terhadap Indonesia?

Ket. Photo 1: Bila Orang Asing saja bisa menjadi "Paling Indonesia", kita?. Photo by Sonny Hendrawan Saputra

Pasti telah kita sadari bersama, bahwa akhir-akhir kita semakin sering dibombardir oleh berita-berita negatif tentang Indonesia. Dari masalah kepercayaan terhadap pemerintahan, ketidakberdayaan ekonomi kaum lemah, semakin tingginya biaya pendidikan, dan masih banyak lagi. Harus kita akui, repetisi yang kita dengar dan lihat setiap hari memiliki potensi besar mempengaruhi kondisi psikologis kita dalam bentuk semakin melunturnya rasa bangga terhadap Indonesia. Tak asing lagi, kita mendengar orang-orang mengumpat tentang Indonesia, merasa tidak nyaman untuk hidup sehari-hari, atau kesulitan untuk berkembang. Meskipun pasti semua orang juga tahu bahwa Indonesia kaya dengan kekayaan alam dan budaya, namun rasa "marah" dan "penyesalan" terhadap Indonesia dengan berbagai sebab ceritanya semakin dominan dan memudarkan rasa kecintaan pada tanah air.

Bila kita mau berdiam diri sejenak dan merenungkan, betapa sayangnya bila kita tidak mempunyai rasa bangga terhadap Indonesia. Secara mental, orang yang memliki rasa bangga terhadap bangsanya sendiri, akan memiliki kehidupan yang lebih merdeka, semangat dalam bekerja dan mengembangkan diri. Itu semua karena mereka ikhlas melakukan segala sesuatu untuk bangsanya, mereka mempunyai target yang jelas yaitu hidup berkontribusi positif untuk negara. Namun memang, seperti yang dijelaskan diatas, sulit rasanya menumbuhkan rasa bangga yang sejati kepada Indonesia disaat ini. Tapi kita harus optimis dan kitalah yang bertanggung jawab membuat bangsa Indonesia lebih baik - bila tidak mau kecewa terus menerus. Satu lagi cara menumbuhkan rasa bangga terhadap Indonesia - kita memerlukan sebuah stimulus yang kuat yang benar-benar bisa menyadarkan kita untuk berkata "Ya Tuhan, Indonesia memang luar biasa dan kini kutahu betapa kagumnya aku terhadap Indonesia"...........dan saya mempunyai sebuah cerita yang saya harap bisa menjadi stimulan untuk membangkitkan rasa bangga itu kembali bagi para pembaca; ya, seperti yang sudah saya alami sendiri...berikut ini ceritanya.

Pesta Perpisahan Mahasiswa Darmasiswa dari 65 Negara - Sebuah Kejutan Manis dengan Rasa Pedas bagi Bangsa Indonesia

Ket. Photo 2: 500an Mahasiswa asing berjalan semangat sepanjang 1 km menuju "Pesta Budaya Indonesia". Photo by Sonny Hendrawan Saputra

Sore itu, Selasa 19 April 2011, sekitar 500 orang dari total 750 penerima beasiswa Darmasiswa beramai-ramai datang untuk menghadiri acara pembukaan Pesta Perpisahan Mahasiswa Darmasiswa yang akan dilangsungkan selama 2 hari. Mereka semuanya adalah mahasiswa asing dari 65 negara yang diantaranya berasal dari Australia; Benua Amerika: Amerika Serikat, Brazil, Argentina, Kanada, Meksiko; Benua Asia: Jepang, Korea Selatan, China, Thailand, Singapura; Benua Afrika: Madagaskar, Afrika Selatan, Mali, Mesir; Benua Eropa: Italia, Prancis, Romania, Republik Ceko, Jerman.  Mereka semua tersebar di seluruh Indonesia di 45 universitas berbeda-beda baik negeri maupun swasta seperti Universitas Indonesia Jakarta, ISI Padang Panjang, Universitas Udayana Bali, Universitas Mataram Nusa Tenggara Barat, Universitas Mulawarman Kalimantan Timur, Universitas Muhammadiyah Makassar, dan Universitas Sebelas Maret Solo. Mereka mendapatkan beasiswa dari Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia selama 6 bulan dan 1 tahun untuk belajar bahasa dan budaya Indonesia yang meliputi seni tari, seni kerajinan tangan, seni musik traditional (termasuk gamelan), seni pertunjukkan, seni ukir, seni teater, seni batik, seni karawitan, seni pedalangan, seni lukis, dan masih banyak lagi. Ada juga yang belajar bidang kuliner dan pariwisata Indonesia. "Wow, betapa antusiasnya mereka belajar segala macam tentang Indonesia".

Ket. Photo 3: Mahasiswa asing menikmati sambutan pertunjukan budaya Betawi yang sangat unik bagi mereka. Photo by Sonny Hendrawan Saputra

Pesta Perpisahan Mahasiswa Darmasiswa hari pertama dilaksankan di Universitas Nasional (UNAS), Pejaten Pasar Minggu Jakarta. Langsung setelah mereka turun dari rombongan bis yang berangkat dari Taman Mini Indonesia Indah, mereka harus berjalan kaki sejauh satu kilometer menuju Universitas Nasional. Bukan sekedar berjalan kaki, mereka dihibur dengan hiburan khas Betawi yaitu ondel-ondel, tanjidor, dan silat betawi. Mereka diarak layaknya seorang artis. Masyarkat banyak yang tertegun dan berkata "wah rombongan bule banyak banget ini". Hiburan Betawi itu benar-benar bisa mengguncang suasana, bukan hanya sekedar dari keindahannya. Namun, itu juga sedikit menjadi tunas tumbuhnya lagi rasa bangga saya terhadap bangsa Indonesia. Dalam hati saya berkata "seru juga ya budaya Betawi, meriah banget". Kemudian saya benar-benar tertegun saat mahasiswa asing bisa tertawa lepas saat adegan silat Betawi yang menggunakan komedi khas Betawi lengkap dengan pantunnya. Mereka bisa menikmati dan mengapresiasi pertunjukkan itu yang semuanya disajikan dalam Bahasa Indonesia. Di awal acara saja, saya sudah mendapat sentilan batin:" orang asing saja bisa sebegitunya mengapresiasi dan memahami budaya Indonesa, lalu aku?, kita?"

Ket. Photo 4: Mahasiswa asing memasak, menyajikan, sekaligus menikmati hidangan kuliner khas Indonesia. Photo by Sonny Hendrawan Saputra

Dalam gegap gempita perjalananyang juga dimeriahkan suara petasan, kita juga disambut dengan keramahtamahan para abang none dengan baju khas Betawinya. Beramai-ramai mahasiswa asing berebutan berfoto dengan abang none tersebut. Tak lupa juga mereka berfoto dengan ondel-ondel, boneka raksasa khas Jakarta yang pastinya unik bagi mereka. Sungguh pemandangan dan pengalaman yang menyenangkan untuk diceritakan. Sesampainya di UNAS, mereka langsung melahap hidangan khas Indonesia yang disajikan secara prasmanan. Sungguh mengesankan melihat orang asing menikmati makanan Indonesia dengan lahap seperti saat mereka makan kerak telor, cucur, gemblong, bendrong, laksa, pepe, geplak, wajik, onde-onde, gethuk, putri ayu, tape uli, dan wajik. Mahasiswa asing yang belajar di STP Sahid Bandung tak kalah bersemangat memamerkan kenikmatan masakan mereka yang sudah dipelajari selama belajar di Sekolah Tinggi Pariwisata tersebut. Mereka memasak gado-gado dan nasi goreng khas cita rasa Indonesia. Semuanya terhanyut dalam suasana mengobrol dalam bahasa Indonesia beserta kuliner khasnya. Hmmm....betapa bangganya kita terhadap kuliner Indonesia, pasti semua orang Indonesia yang berada di tempat itu akan tertergun dan paling tidak ada kesadaran bahwa masakan Indonesia sepertinya "berbakat" juga untuk "go International". Bagi saya, muncul inspirasi kecil untuk dibagikan bahwa kita harus tetap melestarikan masakan asli Indonesia karena itu merupakan keunikan bangsa kita yang tidak ditemukan di negara lain dan pada akhirnya menjadi daya tarik Indonesia yang kuat bagi orang asing.

Ket. Photo 5: Mahasiswi dari Republik Ceko menari Bali dengan anggunnya. Photo by Sonny Hendrawan Saputra

Saat mahasiswa asing masih menikmati hidangan, tiba-tiba semuanya dikejutkan oleh penari tarian khas Bali yang menceritakan tentang gadis penenun. Suasana menjadi gempita dengan gemulai dan keluwesan penari tersebut. Tapi siapa sangka, penari itu bukanlah orang asli Bali, tetapi mahasiswa asing program Darmasiswa di ISI Denpasar yang berasal dari Republik Ceko." Hmmm, apa nggak semakin kesindir tuh kita? Setelah kembali menghela napas melihat tarian yang sangat indah tersebut, para mahasiswa asing dihibur dengan sajian pertunjukkan wayang Kang Prapto yang juga menjelaskan filosofi di dalam penokohan wayang kulit. Semua orang Indonesia yang hadir di sana kembali "diketuk pintu rumahnya" untuk menyadari bahwa Indonesia memiliki produk budaya yang tak hanya indah dan mengagumkan secara fisik, namun mempunyai arwah filosofis yang sangat kental pula.

Ket. Photo 6: Mahasiswa Asing dari ISI Padang Panjang menghentak suasana dengan pertunjukan yang penuh energi. Photo by Sonny Hendrawan Saputra

"Gila!!!" itulah yang terus saya ucapkan sebagai bentuk kekaguman saya saat melihat pertunjukkan kolaborasi mahasiswa asing program Darmasiswa yang belajar di ISI Padang Panjang. Mereka yang berasal dari Amerika Serikat, Republik Ceko, Italia, Polandia, Thailand, dan Vietnam menari tarian tradisional Sumatera dengan penuh energi dan gairah. Tak hanya itu, mereka juga melantunkan nyanyian dalam bahasa daerah Sumatera Barat dan mereka berusaha menggunakan aksen daerah dalam berbicara di tengan nyanyian tersebut. Mereka juga menampilkan seni beladiri dan memainkan berbagai macam alat musik tradisional Sumatera.

Ket. Photo 7: Mahasiswa asing dari ISI Surakarta menyajikan aura ketenangan dan kelembutan melalui Tari Rantoyo yang disajikan. Photo by Sonny Hendrawan Saputra

Setelah suasana memanas berkat pertunjukkan ISI Padang Panjang, mahasiswa asing kembali "dilembutkan" dengan ketenangan tarian Rantoyo yang secara apik dan tampak agung oleh mahasiswa asing program Darmasiswa dari ISI Surakarta yang berasal dari Jepang, Argentina, dan Brazil. Penonton yang hadir di lapangan terbuka UNAS terhipnotis dengan kesyahduan tarian yang menuntut fokus dan konsentrasi yang tinggi bagi penarinya hingga semua yang hadir tak menyadari sore telah berganti malam.

Ket. Photo 8: Berbagai variasi pertunjukan seni khas Indonesia yang ditampilkan oleh mahasiswa asing yang belajar di berbagai penjuru Indonesia

Ket Photo 9: Mahasiswi asing yang belajar di Universitas Nasional menampilkan kecerian Tari khas Betawi. Photo by Sonny Hendrawan Saputra

Ket. Photo 10: Kolaborasi cantik tarian interaktif dari mahasiswa asing yang belajar di Semarang: UNDIP, UNNES, dan IKIP PGRI. Photo by Sonny Hendrawan Saputra

Ket. Photo 11: Bentuk totalitas mahasiswa asing dari Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta yang menampilkan tarian teatrikan tentang gunung Merapi disertai dengan dialog Bahasa Jawa

Namun, malam tak menyurutkan mahasiswa asing untuk terus tampil. Ada Tari Bedana yang disajikan oleh mashasiswa asing dari Kamboja yang belajar di Universitas Negeri Lampung, puisi berbahasa Indonesia yang juga disajikan oleh mahasiswa asing dari Kamboja yang belajar di Universitas Muhammadiyah Makassar. Keceriaan juga semakin terasa saat mahasiswa asing yang belajar di UNAS menarikan tarian khas Betawi yang diikuti Tarian Semarangan yang merupakan kolaborasi mahasiswa asing dari Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Negeri Semarang, dan IKIP PGRI Semarang. "Tim Semarang" itu diantaranya berasal dari Vietnam, Jerman, dan Polandia. Lucunya, mereka juga mengajak mahasiswa asing lain yang menonton pertunjukkan untuk menari bersama; mengingatkan kita terhadap tradisi tari ronggeng. Tentunya, tarian tersebut sukses membuat pesta malam itu menjadi lebih "interaktif". Malam itu, akhirnya ditutup oleh tarian kolosal yang disajikan oleh mahasiswa asing program Darmasiswa dari Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta yang kebanyakan berasal dari China dan Thailand. Mereka menyajikan tarian teatrikal tentang letusan gunung merapi dan tak lupa mereka menambahkan seruan-seruan dalam Bahasa Jawa.

.......dan pada malam harinya, saya berpikir bahwa mereka "sukses" membuat saya tidak bisa tidur....saya terus merenung betapa antusiasnya dan berdedikasinya orang -orang asing itu mempelajari berbagai macam bentuk budaya Indonesia. Sungguh malu bila melihat ironisnya keadaan dimana anak muda Indonesia semakin apatis melestarikan budaya sendiri. Padahal, warga negara asing "gila-gilaan" mendalami dan mempelajarinya. Namun sungguh senang saya, saat mengingat cerita-cerita bahwa dengan adanya mahasiswa asing yang belajar di berbagai universitas di Indonesia, banyak mahasiswa lokal yang menjadi antusias dan all out untuk mempromosikan budaya dan pariwisata daerahnya bagi mahasiswa asing yang datang. Perlahan tapi pasti, keberadaan mahasiswa asing yang belajar segala hal tentang Indonesia pasti akan menyentil hati bangsa Indonesia untuk bertanya apakah mereka sebagai orang Indonesia sudah "Paling Indonesia" atau mahasiswa asinglah yang "Paling Indonesia"? Pertanyaan menggilitik yang pantas kita tujukan untuk diri kita bersama....dan lagi saya tak bisa tidur memikirkannya; sebuah renungan kontemplatif anak bangsa yang sederhana namun begitu dalam saat saya menelusurinya dalam otak dan hati saya.

Ket. Photo 12: Antusiasme mahasiswa asing mengikuti workshop berbagai kebudayaan Indonesia. Photo by Sonny Hendrawan Saputra

Pagi harinya kejutan belum juga usai, mahasiswa asing diberi kesempatan lagi untuk mempelajari budaya Indonesia melalui berbagai macam workshop yang diadakan di Anjungan Lampung Taman Mini Indonesia Indah. Dengan penuh semangat mereka mengobservasi sekaligus mencoba bagaimana cara membuat batik, cara membuat kain tenun khas Lampung, cara membuat ukiran khas Papua, cara membuat wayang golek khas Jawa Barat, dan cara memainkan gamelan yang digunakan di Sumatera. Sepertinya energi mereka tiada habisnya untuk meneropong lebih jauh tentang Indonesia. Seperti malam harinya, di pesta perpisahan hari kedua, mereka tidak menampakkan rasa lelah sama sekali. Pesta Perpisahan mahasiswa asing program Darmasiswa hari kedua dilaksanakan di Plaza Insan Berprestasi, Lantai Dasar, Kementrian Pendidikan Nasional. Acara dibuka dengan Tari Saman khas Aceh yang ditarikan oleh mahasiswi-mahasiswi Indonesia. Selanjutnya ada lagi tarian Bali, benar benar dahsat. Seorang mahasiswi dari Jepang yang belajar di ISI Denpasar sukses menarikan tari Bali dengan tempo yang sangat cepat dengan mimik dan ekspresi muka layaknya penari Bali, benar-benar membuat kita lupa bahwa dia adalah orang Jepang. Penonton semakin terpukau dengan Tari Gambyong yang disajikan oleh penari cantik dari Jepang dan Argentina yang belajar di ISI Surakarta. Hebatnya, mereka diiringi oleh LIVE gamelan yang dimainkan oleh kolaborasi mahasiswa asing dari ISI Surakarta dan UNS Solo. Mereka berasal dari Romania, Vietnam, Singapura, Brazil, Prancis, Republik Ceko, Estonia, Russia, dan Amerika Serikat. Bapak Menteri Pendidikan Nasional, Muhammad Nuh yang hadir pada malam itu, juga memberikan sambutan berupa pujian bagi para mahasiswa asing yang telah memanfaatkan sebaik-baiknya beasiswa Darmasiswa dengan berusaha keras mempelajari dan mempraktekkan segala bentuk budaya Indonesia. Saya sendiri terharu hingga menitikkan air mata ketika melihat mahasiswa dari ISI Surakarta dan UNS Solo saling berpelukan dan saling mengucapkan terima kasih saat pertunjukkan Tari Gambyong dan gamelan mereka selesai. Tampak ekspresi kebanggaan setelah mereka menampilkan apa yang telah mereka pelajari selama satu tahun. Tanpa terasa, malam itu telah larut dan mereka harus segera pulang ke Taman Mini Indonesia Indah, tempat dimana mahasiswa asing peserta pesta perpisahan menginap. Keesokan paginya mereka pulang ke masing-masing universitas di mana mereka belajar sebelum pulang ke negara masing masing.

Kalau Orang Asing Saja Bisa Menjadi “Paling Indonesia", Lalu Kita?

Ket. Photo 13: Kemeriahan suasana pesta perpisahan mahasiswa asing program Darmasiswa malam kedua di Plaza Insan Berprestasi, Kemendiknas. Aura kepuasan dan kebanggaan setelah mempelajari budaya Indonesia selama satu tahun. Photo by Sonny Hendrawan Saputra.

Apa yang bisa saya katakan untuk dua malam yang sangat berkesan itu? Benar-benar kejutan manis dengan rasa pedas bagi Bangsa Indonesia. Manis karena kita terhibur dan bisa terbangkitkan kembali atas kesadaran betapa beragam dan indahnya budaya Indonesia. Pedas karena membuat semua orang Indonesia yang hadir di acara itu tersindir bila mereka belum mampu turut serta secara aktif melestarikan budaya Indonesia. Hmmm...Memang program beasiswa Darmasiswa penuh warna - seindah warna warni keragaman Indonesia.

Jadi kesimpulannya, kalau orang asing saja bisa menjadi "Paling Indonesia", pasti kita orang Indonesia juga bisa menjadi "Paling Indonesia". Betapa malunya kalau orang Indonesia tidak paham soal Indonesia. Bisa jadi kalau semakin banyak anak muda yang tidak peduli budaya dalam negeri, karakter bangsa akan hilang dan Indonesia tidak akan memiliki keunikan lagi di mata dunia. Mahasiswa asing datang ke Indonesia untuk belajar karena mereka cinta Indonesia. Betapa bangganya kita bahasa dan budaya Indonesia dicintai oleh dunia, apakah itu tidak cukup untuk memotivasi kita untuk bangga, bangga, dan bangga terhadap Indonesia? Apakah itu tidak cukup untuk menginspirasi kita menjadi "Paling Indonesia"?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun