Pengurus RT dan RW merupakan ujung tombak yang bisa diberdayakan oleh pemerintah dalam penerapan PSBB. Hal ini bisa saja dilakukan dikarenakan diakui atau tidak mereka adalah bagian terendah dari struktur kepemerintahan di Republik Indonesia, terbukti bahwa pada setiap bulan mereka mendapatkan tunjangan yang diberikan oleh pemerintah daerah masing-masing.Â
Mengingat pekerjaaan utama mereka selama ini hanyalah sebatas pengesahan pengajuan pengurusan KTP saja. dan menimbang bahwa pengurusan surat kependudukan saat ini masih belum bisa dilaksanakan dengan baik maka memberdayakan mereka untuk membantu penerapan PSBB merupakan suatu keputusan yang tepat sasaran . Â
PSBB di DKI Jakarta baru berlangsung 2 hari namun ada beberapa kejadian menarik yang sempat saya pantau di lingkungan tempat saya tinggal:
HARI #01 PEMBERLAKUAN PSBB
- Dirumah Ketua RT yang baru beberapa waktu lalu meninggal dunia digunakan oleh anaknya almarhum untuk berkumpul dengan teman-temannya yang jumlahnya lebih dari 5 orang dari siang hari hingga larut malam tanpa menggunakan masker dan mengabaikan yang namanya social/physical distancing.
 HARI #02 PEMBERLAKUAN PSBB
- Pagi hari di seberang rumah beberapa orang ibu-ibu yang jumlahnya lebih dari 5 orang berkumpul tanpa menjaga jarak dan tanpa menggunakan masker. Beberapa waktu berselang Bendahara RT lewat dan menegur para ibu-ibu tersebut dan menghimbau mereka untuk memperhatikan protokol kesehatan dengan hasil akhir beliau malah dibully.
- Tengah malam persis didepan rumah beberapa anak muda yang jumlahnya lebih dari 5 orang begadang hingga pagi tanpa memperhatikan protokol kesehatan yang diwajibkan dalam PSBB.
Peristiwa serupa pastinya juga banyak terjadi di kampung lainnya, hanya saja tidak terpantau dengan baik oleh para petugas yang telah diberikan mandat untuk menjaga agar pelaksanaan PSBB bisa berjalan dengan baik. Sungguh sangat disayangkan bilamana pelanggaran seperti yang terjadi dikampung saya dibiarkan berjalan terus, karena bisa jadi niat dari Pemerintah Pusat untuk dapat segera memutus mata rantai penyebaran COVID-19 hanyalah sebuah perhitungan matematika saja dan tidak akan pernah mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut pendapat saya untuk menerapkan PSBB dengan baik tidak bisa hanya dengan cara menghimbau dan hanya berpedoman pada UU Kesehatan atas sanksi pelanggarannya. Harus ditetapkan sanksi yang lain dan mungkin yang nilai dendanya lebih rasional dan dalam jangkauan masyarakat pada umumnya sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak sanggup membayar denda.Â
Taruhlah dendanya hanya sebesar Rp. 50.000,- dan bisa langsung diselesaikan di tempat tapi bilamana mereka harus membayarnya berulangkali tentunya mereka juga akan kapok untuk mengulangi pelanggarannya secara terus menerus. Tidak perlu berfikir terlalu jauh atau berandai-andai bahwa uang dendanya akan ditilap oleh petugas; kalau memang itu benar terjadi anggap saja itu adalah uang tips buat petugas atas pemberantasan kebodohan yang telah dilakukan oleh warga +62.
Perlu dipahami bahwa mayoritas warga +62 tidak takut dengan yang namanya COVID-19 yang notabene sudah terbukti bisa membahayakan jiwa mereka, apalagi kalau hanya sekedar ancaman kurungan 1 tahun atau denda yang nilainya sampai 100 juta pasti dijabani oleh mereka. Saat ini yang dipahami oleh mereka adalah mereka butuh dana untuk menunjang kehidupan mereka, lagian isi penghuni Lapas saja dikurangi jadi mana mungkin isinya mau ditambah lagi dengan mereka yang notabene hanya melakukan sebuah pelanggaran yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana ringan.Â
Pastinya butuh waktu lama dan energi yang besar untuk menang berperkara dengan mereka, bisa jadi korbannya sudah jutaan orang sidang perkaranya belum kunjung selesai.
Sehubungan ada tetangga yang hendak melaporkan salah satu peristiwa yang telah saya sebutkan diatas tapi bingung bagaimana cara melaporkannya maka akhirnya saya mencoba mencari tahu dan mendapatkan informasi bahwa sebenarnya sudah ada solusi yang diberikan oleh pemerintah DKI Jakarta agar laporan masyarakat bisa ditanggapi dengan cepat yaitu dengan melaporkannya melalui aplikasi CRM - Cepat Respons Masyarakat yang dapat diunduh melalui Aplication Store.
Namun sayangnya ketika saya mencoba untuk menggunakan aplikasi dimaksud ternyata hanya bisa dibuka dihalaman login saja karena untuk masuk kehalaman lain syaratnya harus memiliki akun yang terdaftar di data base aplikasi dimaksud. Saya berfikir positif saja karena mungkin persyaratan dimaksud adalah dalam rangka meminimalisir adanya laporan palsu dan kemudian meneliti halaman tersebut lebih lanjut ternyata terdapat tulisan "Belum punya akun?Â
Silahkan menghubungi admin" tapi lucunya ketika saya mencoba mengklik kalimat dimaksud ternyata tidak diarahkan menuju ke halaman pendaftaran akun atau informasi lainnya yang terkait, Â rupanya kalimat tersebut hanya sekedar tulisan saja, lah.. Adminnya siapa?, Alamatnya dimana?, Nomor telpon yang bisa dihubungi mana? Rasanya tidak masuk akal aplikasi yang telah diluncurkan dan tentunya dibuat dengan anggaran yang tidak sedikit pada kenyataannya tidak dapat difungsikan.
Masih tidak putus asa untuk menemukan cara melapor ke gugus tugas dengan cepat, akhirnya nanya lagi kesana kemari dan diperoleh informasi bahwa pelaporan bisa menggunakan aplikasi JAKI yang juga bisa diunduh melalui Aplication Store. Dari sisi aplikasi sudah tidak ada kendala dan berhasil login, namun demikian setelah mereview beberapa laporan yang sudah masuk masih ada yang perlu dipertanyakan:
- Seberapa cepat aparat bisa merespons laporan yang masuk, mengingat posko gugus tugas terdekat tidak diketahui dengan pasti sementara disisi lainnya pengurus RTmaupun RW dalam hal ini tidak dilibatkan secara langsung untuk menindak warganya, sehingga bisa saja yang terjadi di lapangan adalah ketika aparat tiba di tempat kejadian para terlapor sudah pada bubar. Nah.. kalau begini malah giliran pelapor yang bisa dituduh memberikan laporan palsu.
- Untuk melaporkan sebuah peristiwa maka pelapor diwajibkan untuk melampirkan photo peristiwanya, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bilamana peristiwa dimaksud terjadi didepan rumah pelapor dan dipublikasikan pula photonya di JAKI yang ada setelah terlapor digerebek petugas selanjutnya giliran pelapor yang akan digebukin oleh tetangga depan rumahnya atas informasi pelaporan yang bisa diperoleh dari JAKI. Hasil akhirnya tentu akan sangat berbeda bilamana RT/RW diberikan kewenangan untuk menindak langsung pelanggaran yang terjadi atau paling tidak diberikan tugas untuk setiap saat mengawasi, menegur dan melaporkan warganya yang tidak mematuhi PSBB ke aparat yang berwenang. Â Â
  Semoga tulisan singkat ini yang disajikan dengan bahasa yang acak adut bisa menggugah hati nurani dari warga +62 yang masih belum terketuk hatinya untuk mengikuti segala kebijakan pemerintah yang sudah tertuang dalam PSBB dan agar sekiranya para pemangku jabatan di daerah dan DKI khususnya bisa memberikan ketegasan yang lebih dalam petunjuk pelaksanaan PSBB agar supaya Indonesia bisa segera terbebas dari belenggu COVID-19.
Salam Lemper  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H