Sebaiknya, metode yang digunakan adalah tanya jawab, jadi siswa seolah diajak untuk aktif mengikuti pembelajaran di kelas daring ini. Juga, siswa akan antusias dan sungguh-sungguh mengikuti pembelajaran.
Tapi, bagaimana untuk guru yang berada di kawasan 3 T (terdepan, terluar, dan tertinggal)? Â
Perjuangan yang dilakukan pasti cukup sulit, tapi bukan berarti akan sulit juga untuk dilakukan. Tujuan seorang guru dalam mengajar adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsan dan meningkatkan kualitas pendidikan bangsa.Â
Kendala yang pasti dialami adalah ketersediaan sarana dan prasana, akses, terutama teknologi dan jaringan internet serta APD (Alat Pelindung Diri). Namun, berbagai cara mengajar dapat ditempuh, salah satunya adalah dengan belajar door to door (dari pintu ke pintu), hal ini dilatarbelakangi juga dengan kondisi wilayah tempat guru berada.
Interaksi guru dengan siswa tidak berlangsung lama, hanya berkisar antara 10-15 menit saja, menerapkan model pembelajaran bukan berbasis konten, melainkan model pembelajaran berbasis proyek atau yang dikenal dengan project based learning approach untuk mata pelajaran IPS, seperti membuat peta persebaran flora dan fauna, yang sudah guru rancang sebelumnya dalam bentuk paket. Jadi, guru IPS tidak perlu setiap hari mengunjungi rumah siswa, melainkan bisa seminggu sekali saja.
Menjadi guru IPS yang hebat itu tidaklah mudah, melainkan membutuhkan perjuangan. Jerih payah guru akan bernilai ibadah dan menjadi penerang bagi peradaban bangsa. Peran serta pemerintah dalam memperhatikan kesejahteraan guru terutama di tengah pandemi ini harus menjadi perhatian utama, apalagi dalam pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H