Mohon tunggu...
Soni Gunadis
Soni Gunadis Mohon Tunggu... Swasta -

Suka kebebasan berekspresi dalam menulis, dengan tetap menggunakan rasa dan jiwa anda dapat menemukan arti sebuah kehidupan realita sekaligus imaji yang sesungguhnya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jatuh Cinta Pandangan Pertama "A Man Called #Ahok"

7 Februari 2017   15:11 Diperbarui: 7 Februari 2017   15:22 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Dokumen pribadi"][foto pribadi]Minggu (05/02) lalu cuaca sedikit menyengat, hiruk pikuk kendaraan Ibu Kota terus silih berganti. Seperti biasa perjalanan dari Cikarang menuju Ciracas sedikit terhambat dengan kemacetan di beberapa titik jalan utama. Jl Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur salah satunya. Alih-alih menghindari ramainya jalur pasar Ciracacas, saya lebih memilih melewati alternatif jalan saluran Kelapa Dua. Meskipun sedikit macet namun tak terlalu membuat motor yang saya kendarai mandek.

 Kisaran 20-30 km/jam, perlahan namun pasti. Terdengar beberapa bunyi klakson membuncah dari sepeda motor tepat di samping kanan saya. Entahlah, saya heran biasanya Minggu pagi jalanan ini tak begitu ramai. Tepat 200 meter dari motor saya berjalan terlihat rombongan bapak-bapak dan ibu-ibu paruh baya beserta anak-anaknya sedang membagikan sesuatu. Beberapa pengendara mulai mendekati dan terlihat seorang ibu dengan seragam perpaduan putih berkerah kotak- kotak merah terlihat sama dengan yang lain memberikan sebuah paketan buku.

“Wuih apan tuh, mau donk!” oceh saya di balik helm abstrak hijau tua. Karena penasaran, saya pun ikut mendekati. Begitu buku sudah di tangan, perlahan saya menepi untuk membaca judul buku ini, sepintas saya tersenyum kecil kemudian segera memasukan ke dalam tas.

Siangnya saya pun memutuskan membaca di area perpustakan. “A Man Called #AHOK, Sepenggal Kisah Perjuangan & Ketulusan”, begitu judul yang tertera pada buku bersampul putih berukuran kisaran 20 X 15 cm lengkap dengan desain vektor sang tokoh.

Begitu membuka lembaran pertama, berisikan tentang retweet dari beberapa followers @kurawa, sebuah akun yang berisi tentang perjalanan semasa kecil Ahok. Ada yang menarik dari retweet mereka. Salah satunya TS menuliskan, “Kisah hidup #Ahok di #sinetwit @kurawa mengajarkan tentang kemajemukan dan kebaikan. Seandainya cerita-cerita begini disinetronkan, tentu lebih baik”, tulisnya di akun tweeter @'Yuhendra'.

Bahkan Rudi Valinka pemilik akun @kurawa pada kata pengantarnya mengaku bertandang langsung ke Belitung Timur demi mengorek segala informasi tentang cerita Ahok semasa kecil. Wow, u’re cool bro (y)

Dari ini saja saya belajar, dalam dunia literasi pancingan adalah point penting untuk menarik minat pembaca agar membaca ke bab selanjutnya. Andai saya punya akun tweeter saya pun akan follow om Rudi kemudian ngetweet, “Congratulation, bro! Awal-awal membaca membuat saya jatuh cinta pandangan pertama, terimakasih cerita retweet para follower sangat menginspirasi om @kurawa” lengkap dengan hesteg #kerenbanget, hesteg #salut, hesteg #goodluck.

Benar saja, dari bab 1 saya melihat keseriusan si penulis bahwa ia benar-benar bertolak ke Belitung Timur. Penulis berani menjamin #Sinetwit Ahok kali ini cukup objektif. “Makanya gue persilahkan haters Ahok pun juga ikut membacanya. It’s fact”. Tulisnya pada tweet ke 7 hal 16.

Membuka lembar selanjutnya banyak menceritakan silsilah keluarga Ahok , mulai dari Kim Nam ayah kandung Ahok yang berprofesi sebagai pengusaha suskes di Belitung. Bisnis utamanya adalah vendor/kontraktor PT Timah yang di saat jaya-jayanya tajir banget. Tweet ke 20 hal 19. Kin Nam merupakan salah satu tokoh yang cukup heroik pada masanya, dermawan, suka menolong bahkan rela membantu orang walaupun dia nggak punya duit sama sekali, yakni dengan cara meminjam lagi ke orang lain. Ini luar biasa. Tweet ke 27 hal 21.

 Tak hanya Kim Nam, cerita sosok anggota keluarga lain seperti Ibu Buniarsih sang Ibunda Ahok, Aliong paman terkecil Ahok hingga cerita romantis Kukung dan Popoh alias kakek nenek Ahok pun tertuang cukup dikemas apik dalam buku setebal 111 halaman ini.

Pada bab inilah cerita tentang sosok seorang Basuki T Purnama atau sering disapa Ahok dimulai. Si penulis mulai menceritakan sosok Ahok dari beberapa narasumber yang aktual. Salah satunya mulai dari Pak Mus, teman sebangku SD Ahok. “Walaupun pendiam, menurut Pak Mus, #AHOK itu tidak pernah memilih-milih teman, tidak pernah berkelahi dengan teman, dan jika di-bully Ahok tidak membalas”, ungkapnya pada tweet ke 80 hal 33. Saat pelajaran agama, di sekolah Ahok mengenyam pendidikan hanya ada pelajaran agama islam sehingga untuk siswa/i yang non muslim boleh keluar ruangan untuk tidak mengikuti. 

Namun, menurut Pak Mus hanya #AHOK yang bersikeras tidak mau meninggalkan kursinya. Dia ikut kelas pelajaran agama Islam. Dia menyimak sekali”. Ungkapnya pada tweet ke 88 hal 34. Setelah saya baca tweet bagian ini saya sempat berhenti sejenak kemudian sedikit merenung, luar biasa Ahok kecil ini, salut. Kemudian saya melanjutkan membaca tweet si penulis, “Jadi, kalo #AHOK paham dengan pelajaran agama Islam, ya sangat wajar, 9 tahun dia simak surat-surat pendek seperti Al-Fatihah dan Al-Ikhlas. Masalah surat Al-Maidah, #AHOK juga sudah dengar sejak di sekolah. Wong diajari kok berikut tafsir-tafsirnya oleh guru agama.” Pungkasnya pada tweet ke 90 hal 34.

 Lanjut lagi banyak hal yang dipelajari Ahok selama belajar agama Islam. Beberapa dia aplikasikan lho, seperti ikut bayar zakat yang menurut dia keren. Makanya #Ahok sering bilang: “GUE CUMA BELUM DIBERIKAN HIDAYAH AJA sama TUHAN, kalo gue mualaf gue bisa jadi pendakwah no 1”, ujarnya pada Tweet ke 92 hal 34.

Cerita inspiratif lainnya semasa Ahok kecil membuat saya mulai deg-degan, terharu dan salut begitu melihat perjuangan Ahok masa kecil. Sosok yang pintar, atlet volley, suka membantu teman-temannya dan yang paling keren Ahok kecil pernah menjadi ketua Osis pada masanya. Kereen (y).

Cerita heroik selanjutnya pun berlanjut ke sosok Ahok ketika menjabat sebagai Bupati Belitung Timur. Pak Bachtiar selaku guru agama dan olahraga Ahok sewaktu SMP melihat Ahok begitu menghormati yang lebih tua sehingga yakin bahwa Ahok orang baik. Dan memutuskan dengan sukarela menjadi bagian penting timses #AHOK saat jadi Bupati Belitung Timur. Menurutnya, “Hormat kepada orang yang lebih tua dan guru-gurunya adalah kunci keselamatan #AHOK selama ini. Dia banyak didoakan oleh orang yang ditolong.” Imbuhnya sekaligus menutup sesi wawancara si penulis dengan Pak Bactiar pada tweet ke 183 hal 57.

Di tahun 1995 itulah Ahok berniat untuk pergi ke luar negeri. Namun Kim Nam bersikukuh: “Hok, kamu tidak boleh pergi, rakyat miskin membutuhkanmu. Ahok sempat membantah ucapan bokapnya, “Mana mungkin, muka minyak babi seperti kita bisa jadi pejabat?” ucapnya pada tweet ke 229 hal 70. Namun 10 tahun kemudian ucapan Kim Nam terbukti kalau #Ahok bisa terpilih langsung oleh rakyat, bukan lewat DPRD, menjadi bupati Belitung Timur.

Diceritakan juga oleh Pak Kani selaku kepala desa, ia mempropagandakan mengapa harus memilih pemimpin “kafir” jika masih ada calon lain yang seiman. Pokokknya ngga boleh kafir yang mimpin, katanya.” Tweet ini tertulis ke 238 hal 72. Pak Kani all out mengalahkan Ahok di desanya. Dengan mayoritas penduduk muslim, dia bergerilnya ke masjid-masjid agar #AHOK kalah total. Meskipun terbukti saat pilkada Bupati Belitung Timur, suara #AHOK kalah jauh di desa Pak Kani ini, namun suara keseluruhan #Ahok tetap menang.” Ujarnya pada tweet ke 240 hal 73. Hingga akhirnya pada acara 17 Agustusan desa Pak Kanilah yang di datangi Ahok. 

Saat berbincang dengan Pak Kani, baru diketahui bahwa desa tersebut sedang kekurangan dana dalam pembangunan Masjid, dan dalam waktu tidak sampai 2 hari, Ahok pun langsung memberikan dana kucuran untuk merampungkan pembangunan masjid. Dari situlah menjadi titik balik Pak Kani berubah dari seorang pembenci #Ahok no 1 menjadi pendukung garis keras. Dia menyadari kesalahannya. Tulisnya pada tweet ke 251 hal 75.

Tak hanya itu, kebaikan #AHOK pun turut memberikan kesaksian pada seorang ustadz yang bernama Pak Agung. Beliau menceritakan bagaimana ketika ia pertama kali menabung tabungan haji dengan hanya Rp 50.000,- per bulan hingga pada bulan ke 2 tiba-tiba rekening mendapat kucuran dana 10jt, begitu juga bulan berikutnya mendapat trnasferan 10 jt sampai bulan ketiga hingga pas menjadi total 30jt. Diapun masih belum tahu siapa yang mentransfernya. Hingga sebulan sebelum keberangkatan haji, dia dipanggil oleh #AHOK. Dan ternyata orang yang selama ini transfer dana adalah #AHOK yang pada saat itu masih menjabat sebagai Bupati Belitung Timur. Dari sinilah Pak Agung memiliki pandangan sosok seorang Ahok dalam membantu muslim. Dia mengatakan dihati #AHOK tersimpan kelakuan sifat seorang islami walaupun Ahok bukan Islam.” Tulisnya pada tweet ke 291 hal 83.

Begitulah sepenggal cerita yang dituliskan akun @kurawa dalam pencarian sosok diri seorang Ahok. Sungguh luar biasa kumpulan cerita tentang #AHOK ini. Seolah penulis memaksa pembaca untuk menstimulasi segala persepsi ke dalam benaknya. Begitu luar biasanya sampai-sampai mampu menggiring opini orang yang membacanya. Termasuk saya, begitu banyak persepsi yang terbesit di antara jutaan sel abu dalam otak saya.

Apalagi saat ini adalah momentum bergejolaknya politik Indonesia. Saya pun sedikit malu dengan diri ini. Malu kenapa hari itu saya menghampiri gerombolan orang-orang itu kemudian menerima ‘hadiah’ ini. Ada satu hal yang lupa dari si penulis, yaitu dia lupa mencantumkan tulisan [MASA LALU] pada akhir judul buku ini. Masa lalu tetaplah masa lalu, masyarakat yang dibutuhkan adalah [MASA KINI]. Lihatlah sekarang, andai sikapnya sama seperti Ahok semasa kecil mungkin masyarakat dan khususnya saya akan menambah nilai plus pada bagian #sinetwit ini. Eits, siapa bilang! Buktinya sekarang Jakarta lebih maju, koruptor habis dilibasnya, para sampah-sampah di kali sudah berkurang, tempat pelacuran pun tumbang olehnya.

Bagaimana dengan kasus Sumber Waras? Halah itu yang lalu ngga usah diurusin. Kasus UPS? Ijin reklamasi yang menutup seluruh Pantai Jakarta kepada pengembang? Atau yang lebih HOT lagi pelacuran terstruktur sekelas Alexis? Penistaan Al-Maidah? Halah apalagi itu, wong kasus udah BASI ko diungkit-ungkit lagi. Mau sampai sidang berapa lagi? 8, 9 atau 15? Sampai kapanpun #AHOK akan susah terjerat hukum. Lihatlah booming kasus terbaru Ahok bersama kuasa hukumnya yang menyudutkan Ketua MUI sekaligus KH Ma’ruf Amin selaku PBNU pada sidang penistaan agama (31/1) lalu. Sampai hastag #omsadapom sempat menjadi trending topik yang cukup viral di dunia maya. 

Miris saya melihatnya. Saya rasa penulis @kurawa harus merivisi pada bagian “Hormat kepada orang yang lebih tua dan guru-gurunya adalah kunci keselamatan #AHOK selama ini. Dia banyak didoakan oleh orang yang ditolong.” Dari apa yang terjadi saat ini pernyataan tersebut terlalu dipaksakan. Saat membaca buku ini pun saya tak mampu menggambarkan dalam imaji saya, justru saya melihat tokoh berbeda dalam tulisan ini. Siapakah Ahok yang tercantum dalam tulisan ini? Sosok yang terjebak dalam dunia masa lalu atau justru kisah masa lalu yang dipaksakan untuk muncul di masa kini?

Si penulis pun sedari awal sudah mencuit dengan kata “Objektif”. Haha..objektif katanya? Dari keseluruhan yang saya baca tentu terlihat begitu jelas kepada siapa penulis ini berpihak. Hak mereka memang. Makanya ngga heran banyak orang yang mengaku abu-abu tapi pokok pembicaraan sangat fundamental berat kubu sebelah. Dan biasanya saya lebih memilih diam seribu bahasa, tak perlu dijelaskan ba bi bu, hitam ya hitam, putih ya putih. Titik.

Menyoal Pilkada ini saya rasa bukan urusan saya, orang ngga ikut nyoblos juga. Jadi jangan bilang anti Ahok ya? Apalagi pendukung no 1 atau 3, ngga ngaruh Hahah.. Saya hanya fokus pada apa yang terjadi saat ini. Yang dibutuhkan kita sebagai masyarakat Indonesia adalah KEADILAN dengan SETINGGI-TINGGINYA!.

Sebagai orang awam dengan segala kebodohan saya pun enggan DIBODOHI pakek beginian. Meskipun saya mencintai dunia literasi dari aspek tulisan apapun, namun untuk tulisan biografi ini saya harus mengakui begitu hebatnya penulis ini mampu menggetarkan jiwa-jiwa pembacanya dengan sentuhan cerita perpaduan klise dan ketulusan sosok seorang Ahok. Jujur, saya salut dengan kehidupan Ahok semasa kecil. Tapi untuk sekarang, biarlah warga Jakarta yang lebih berotorisasi untuk menjawab.

Seandainya saya memiliki akun tweeter saya akan unfollow akun @kurawa kemudian ngetweet “Congratulation, bro! Setelah membaca secara keseluruhan membuat saya jatuh cinta pandangan pertama pada SAMPUL-nya, terimakasih cerita anda membuat saya semakin yakin kepada siapa saya berpihak! Emotikon L.O.L lengkap dengan hesteg #BASI, hesteg #BOKIS, hesteg #goodbye.

Eh, ada satu lagi yang menarik nih, pas bagian halaman paling akhir tertulis sebuah quote Tionghoa yang berbunyi, “Sebelum bunyi empat paku di atas peti mati kamu, kamu nggak bisa nilai orang baik atau buruk. Nanti kamu baru tahu apa yang saya kerjakan. –Basuki T Purnama.”

Namun sayang beliau lupa dengan pepatah lokal ini, “Ingatlah mungkin bisa jadi banyak hal yang dapat menjatuhkanmu, tapi satu-satunya hal yang benar-benar menjatuhkanmu adalah SIKAP dirimu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun