Mohon tunggu...
Soni Indrayana
Soni Indrayana Mohon Tunggu... Freelancer - Novelis dan penulis buku "Kitab Kontemplasi"

Penulis yang suka menulis semua genre.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Buyar di Urubamba

7 November 2021   19:48 Diperbarui: 7 November 2021   19:49 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kalau saja kita menginap di Plaza de Armas seperti permintaan kamu, kita tidak akan menyaksikan pemandangan indah ini!" kata Yan sambil memeluk Res di atas ranjang yang menghadap ke bentangan lembah suci Urubamba. Langit senja dengan cuaca dingin di luar sana, membuat momen akan menjadi begitu berkesan.

Res tidak menjawab. Ia hanya diam menikmati rangkulan Yan dengan memegang tangan Yan yang hangat.

"Kenapa sampai sekarang kamu tidak menyentuh aku? Kamu, tidak suka ya, dengan aku?" Res masih cemberut. Mukanya terus saja merengut sejak tiba di Urubamba.

"Oh jadi ini yang bikin wajah kamu begitu sejak kemarin? Aku suka wajah merengut kamu!" ucap Yan sambil menyentuh hidung Res.

"Kamu bahkan tidak pernah melihat tubuhku!" kata Res yang berseru. Ia tidak menghiraukan pertanyaan Yan sebelumnya.

Yan menatap Res begitu lekat sampai wanita itu tersipu. Bagi Res, berada di dekat Yan selalu membuat jantungnya berdebar-debar meski kini Yan telah menjadi suami sahnya. Impiannya memang hanya Yan, hanya pria itu yang selalu ada di hatinya.

"Aku memang sudah berniat menyentuhmu di sini, Res." Yan kali ini serius ekspresi wajahnya.

Tangan Yan menyentuh kerudung Res dan melepasnya dengan pelan. Kemudian ia memindahkan sentuhan ke kancing baju Res, membukanya perlahan-lahan hingga tampak pakaian dalam dari istrinya itu. Ia dengan cepat melepas blouse Res dan memegang pinggangnya. Yan kemudian menarik ujung singlet Res dan menariknya ke atas. Melihat badan Res yang tidak lagi berbaju membuat Yan tersenyum.

Yan menggerayangi perut Res yang lunak, tampak tak pernah dilatih dengan beban. Ia memegangi perut Res yang kembang kempis seturut irama napas. Yan menaikkan tangannya sambil mendorong Res untuk lebih rebah di ranjang. Pemandangan bukit suci Urubamba di sore hari membuat suasana di tepi jurang itu menjadi benar-benar menarik.

Muka Res tiba-tiba memerah dan konsentrasinya merasakan sentuhan Yan buyar. Yan juga demikian, ia tiba-tiba diam dan senyumannya tertahan saat kedua tangannya berhenti di ketiak Res. Yan ingin tertawa, tapi ia tidak enak hati. Res semakin memerah mukanya.

"Kenapa?" tanya Res yang kemudian memalingkan mukanya dari tatapan Yan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun