Mohon tunggu...
Soni Indrayana
Soni Indrayana Mohon Tunggu... Freelancer - Novelis dan penulis buku "Kitab Kontemplasi"

Penulis yang suka menulis semua genre.

Selanjutnya

Tutup

Film

"My Name" is Remaja Labil

26 Oktober 2021   08:43 Diperbarui: 26 Oktober 2021   08:43 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pikiran-rakyat.com

*Mengandung spoiler!

*Ulasan ini adalah pendapat pribadi.

Dengan hanya tiga kali menonton drama Korea sejauh ini, tentu diri saya pribadi tidak bisa dikatakan sebagai penggemar drama Korea, dan memang begitulah kenyataannya. Sampai mata saya "jatuh hati" melihat sebuah poster drama berjudul My Name dengan menyuguhkan seorang gadis cantik, yang belakangan saya tahu namanya adalah Han So Hee, sebagai pemeran utama. 

Di poster tersebut, Han So Hee tampil garang, penuh luka dan memegang senjata. Tanpa membaca sinopsis dan melihat cuplikan, proses kognitif seseorang yang dipengaruhi oleh segenap pengalaman hidupnya akan serta merta meyakini bahwa My Name adalah drama aksi.

Harapan adalah salah satu sebab semangat manusia dapat terpantik. Harapan akan sebuah drama yang penuh aksi keren seorang Han So Hee, yang katanya tidak pernah memainkan drama aksi, membuat banyak penggemar akan tidak sabar menyelesaikan drama yang jumlah episodenya hanya delapan ini. Saya yang bukan penggemar beliau juga turut antusias dengan segera berlangganan penyedia layanan aliran digital yang menayangkan drama ini. Langsung, tanpa penundaan!

Sayang seribu sayang, gairah yang saya miliki gugur setelah menyelesaikan drama yang dapat penilaian bagus dari banyak penggemar ini. Mohon maaf, tapi yang saya dapati dalam drama ini hanyalah sosok remaja labil yang kehilangan arah dan tidak tahu harus melakukan apa saat ayahnya, yang disebut sebagai bandar narkoba, terbunuh kecuali membalas dendam. 

Mafhum, jika seorang anak (termasuk orang dewasa) melihat orang yang dia cintai dibunuh di depannya, akan menimbulkan efek traumatis yang luar biasa dan memungkinkan untuk munculnya keinginan membalas dendam. Sampai di sini, kita hendaknya paham perasaan Yoon Ji Woo, karakter yang diperankan Han So Hee.

Memang, dalam drama ini disebutkan ada oknum polisi yang jahat, yang berpihak pada kejahatan, seperti saat ada seorang polisi menolak menyidiki kasus kematian ayah Ji Woo. 

Namun masih tidak masuk akal terasa oleh benak alasan Ji Woo lebih memilih bergabung dengan bandar narkoba demi membalaskan dendam ayahnya, iya gak? Langkah yang seharusnya diikuti Ji Woo adalah langkah Pil Do, lawan main So Hee yang diperankan oleh aktor ganteng Ahn Bo Hyun, yang memutuskan menjadi polisi untuk mencari keadilan atas kematian adiknya. Bukankah secara teori, tugas utama polisi adalah sebagai perangkat penegakan keadilan, kan?

Ji Woo begitu mudah terperdaya oleh kepala bandar narkoba, Choi Mujin, yang mengatakan pembunuh ayahnya adalah seorang polisi. Choi Mujin mengatakan kepada Ji Woo bahwa dirinya sangat terpukul oleh kematian ayah Ji Woo yang notabene merupakan sahabatnya. Ji Woo kemudian menyusup menjadi polisi dan bergabung dengan kesatuan satres narkoba yang dipimpin oleh Kapten Cha Gi Ha yang diyakini oleh Mujin dan Ji Woo sebagai dalang kematian ayahnya.

Harus diakui, drama ini menarik saat sejak awal Kapten Cha ditunjukkan seolah-olah memang memiliki rahasia kelam sebagai polisi. Ji Woo yang selama menjadi polisi menggunakan nama Oh Hyejin, terus mengintai Kapten Cha dan bahkan nyaris menikamnya. Ia juga berkali-kali membantu Choi Mujin untuk lolos dari kejaran Cha yang begitu getol ingin menangkap kepala bandar narkoba itu. Dibantu oleh Pil Do, yang merupakan bawahan kepercayaannya, Kapten Cha terus meruntuhkan satu demi satu kekuatan Choi Mujin. Nah, di sinilah saya sangat kecewa dengan Ji Woo.

Alih-alih menyelidiki fakta akan kematian ayahnya dari dua sisi, Ji Woo justru hanya mendengarkan Mujin. Ia hanya fokus mencari informasi untuk Mujin tanpa memahami perspektif dari sisi polisi, padahal ia sudah berhasil menyusup. Ia bahkan seakan tidak gigih untuk menyelidiki sosok ayahnya yang ternyata merupakan bawahan kepercayaan Kapten Cha Gi Ha yang dikirim untuk menyusup ke organisasi. 

Fakta ini baru terungkap ketika Ji Woo datang ke rumah Kapten Cha untuk menghabisinya. Ji Woo menemukan Kapten Cha terluka parah oleh tusukan anak buah Mujin, dan dengan sisa-sisa tenaganya, Kapten Cha menyerahkan sebuah tas berisi dokumen tentang ayahnya Ji Woo. Di sinilah Ji Woo sadar kalau selama ini ia ditipu dan dimanfaatkan oleh Mujin. Saya ingin mengumpat saat menonton adegan ini!

sumber: netflix.com
sumber: netflix.com

Singkat cerita, Ji Woo menjadi buronan polisi karena ketahuan menggunakan identitas palsu dan menjadi tersangka percobaan pembunuhan terhadap Kapten Cha (meski bukan dirinya yang menusuk). Ia ditahan, dan kemudian dibebaskan oleh Pil Do setelah Kapten Cha sadar dari koma dan menceritakan semuanya.

 Lagi-lagi, saya kecewa berat dengan adegan setelah ini: Ji Woo dan Pildo memilih menikmati malam berdua, menikmati naluri kemanusiaan mereka, daripada kembali ke kantor polisi dan menyusun strategi menangkap Mujin. Dalam situasi demikian, memang aneh rasanya dengan mereka yang masih memikirkan hubungan seksual meski alasannya adalah agar Ji Woo mengurungkan niat balas dendam.

Kekesalan saya bertambah saat dipagi harinya, Pil Do dibunuh oleh Mujin dengan mudahnya. Padahal, sejak awal diceritakan kalau Pil Do adalah sosok polisi kuat yang sangat waspada. Tidak ada penjahat yang bisa mengalahkannya saat bertarung, dan kemudian ia dibunuh dengan mudah. What the hell is this? Drama kemudian ditutup dengan Ji Woo membalas dendam kepada Mujin yang terbukti sebagai pembunuh ayahnya.

Bagi saya, ini adalah drama tentang kelabilan remaja yang kehilangan pegangan hidup. Ji Woo tidak memiliki konsep diri yang ideal, karena kelakuan ayahnya (yang kemudian terbukti sebagai bagian dari tugas kepolisian) dan rasa sepi dirinya yang terasa hidup sendiri. Belum lagi, ia juga bermasalah di sekolah. Remaja seperti ini, yang tidak kenal dirinya, memang akan mudah terjerumus ke dalam perilaku beresiko. 

Ia akan mencoba berbagai hal, sebagaimana Ji Woo yang membuat sayembara atau berkelahi karena kematian ayahnya, untuk sekedar membuktikan diri atau mendapatkan penerimaan dari kelompok sosial. Di sinilah peran Choi Mujin memanfaatkan semua itu. Ia menerima Ji Woo yang labil, melatihnya menjadi seorang pembunuh dan memberikan pemahaman bahwa polisi adalah pembunuh ayahnya. Ji Woo yang sudah kehilangan arah itu dengan mudah mempercayai semua perkataan Mujin. Ia layaknya seekor anjing peliharaan bagi Mujin.

Memang, ini hanyalah sebuah drama yang dibuat sedramatis mungkin agar menarik ditonton. Kalau jalan ceritanya seperti keinginan saya---datar dan normal--niscaya tidak akan banyak yang menontonnya. Dan meski mengecewakan, setidaknya ada sebuah pelajaran menarik dari drama ini, bahwa penting bagi lingkungan sosial untuk benar-benar menyikapi anak yang berada di usia remaja dan dewasa muda dengan benar.

Individu pada akhirnya akan melahirkan kelompok, dan ini adalah hal penting yang mesti disikapi. Dari sudut pandang lainnya, kita mesti melihat segala masalah dari banyak sisi, tidak melulu memegang teguh perkataan seseorang karena sejatinya tidak ada manusia yang selalu benar. Setiap manusia mesti memiliki pegangan diri (konsep diri) yang dibentuk dari kebenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun