Runtutan kehidupan manusia itu seolah seperti putaran waktu yang terus berulang. Dari detik berganti menit, kemudian berganti menjadi jam dan kembali ke menit, terus begitu tanpa sedikitpun berganti.Â
Yang beda adalah istilah atau penamaannya saja. Demikian pula kehidupan dunia ini, berjalan berulang-ulang tanpa sedikitpun jenuh. Yang beda adalah modifikasinya. Semua terjadi karena disesuaikan dengan tingkat peradaban manusia. Sebab itulah sering kita dengar pepatah yang mengatakan bahwa sejarah akan selalu berulang.
Begitupun peristiwa-peristiwa yang menerpa manusia dari jaman ke jaman. Kejatuhan yang menimpa Namrud pada masa nabi Ibrahim as ternyata juga berulang pada nabi Musa as, yaitu kejatuhan Fir'aun. Karakter rakus dunia yang dimiliki oleh Qorun, sekarang malah menjadi pertontonan keseharian kita. Kelicikan kaum Yahudi pada masa rasulullah, kini juga terulang kembali di masa kini.
Moralitas bejat kaum Luud dahulu yang menyukai sesama jenis, kini menjadi budaya yang seolah-olah sudah terlegitimasikan dengan dibolehkannya menikahi sesama jenis. Budaya mempertontonkan 'Aurat ketika Thawaf di ka'bah pada masa jahiliyah, kini terjadi lebih atraktif dan variatif tanpa sedikitpun merasa malu. Kini, semuanya seolah-olah sudah mendapatkan legitimasi.
Bahkan yang unik, rentetan ujian manusia juga mengalami perulangan dengan jaman pendahulu. Pandemi covid yang menimpa masyarakat dunia saat ini juga pernah terjadi di masa khalifah 'Umar Ibnu Khatab. Termasuk juga cara penangananya.
Apakah ada yang baru dari rentetan peristiwa-peristiwa itu? Yang ada adalah perulangan peristiwa, selera manusia, dan karakter berupa imitasi dengan sedikit modifikasi.Â
Namun, itupun terkadang membuat manusia terkesima heran dan beranggapan bahwa itu adalah sesuatu yang baru. Mungkin karena inilah Allah Swt mengingatkan manusia dengan di perintah untuk berjalan-jalan ke berbagi penjuru dunia dengan tujuan supaya mengambil pelajaran (ibrah) dari peninggalan umat terdahulu.
Apakah Allah swt tidak kreatif dan tidak mampu membuat sesuatu yang baru? Tentu Allah Swt sangat mampu untuk itu semua. Jangankan memodifikasi yang pernah ada, membuat yang benar-benar baru, bagi Allah Swt sangatlah mudah. Kun! Fayakun, (jadilah! Maka saat itu juga pasti akan jadi).
Pada titik inilah sesugguhnya kita akan melihat betapa kasih sayang Allah Swt kepada manusia sangatlah luas. Pada titik ini pula kita akan melihat betapa Allah Swt berusaha mentarbiyah (mendidik) hambanya sesuai kehendaknya. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi dengan manusia seandinya setiap hari selalu di hadapkan dengan hal-hal, peristiwa, karakter, dan selera yang baru oleh Allah swt, tentu ia akan bingung.
Dengan banyak membuat perulangan peristiwa itulah Allah Swt berusaha mentarbiyah hambanya. Sebab, Allah sangat tahu kapasitas berfikir, bersikap, dan emosional manusia.Â
Namun kita; manusia, mudah melupakan sesuatu yang pernah lewat dan cenderung tidak mau membaca, sehingga sampai harus berkali-kali Allah mengulang peristiwa yang sama.
Tarbiyah yang dilakukan oleh Allah Swt dengan model perulangan sejarah sesungguhnya juga disesuaikan gradualitas pemahaman manusia terhadap permasalahan yang muncul. Di sini Allah sangat paham, bahwa akal manusia tidak akan mampu menampung semua informasi yang diberikan Allah secara serentak atau bersamaan. Namun semua kembali kepada manusianya, apakah mereka paham atau tidak.
Bukankah dalah banyak ayat al Qur'an Allah swt sering mengingatkan manusia akan fungsi akal. "Apakah sama antara yang mengetahui dengan tidak mengetahui".Â
"Ambillah sebagai bahan pelajaran hai orang-orang yang berakal". "Ambilah sebagai pelajaran hai orang-orang yang berpengetahuan". Masih banyak lagi model-model peringatan yang diberikan oleh Allah Swt kepada hambanya sesuai dengan tingkat kemampuan hambanya pula. Wallahu 'Alam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H