Butir butir kata berjatuhan dari mulutmu yang seksi
Seperti detak jantung empat nada
Menghujam dadaku
Perlahan
Â
Lamban
Senyummu ranum
Seperti mawar yang baru saja mekar
Aromanya pendar  memecah awan yang mulai lindap
Â
Semua bermula dari pertemuan yang sederhana
Kurekam setiap liuk lekuk tubuhmu
Lalu kusimpan di pagi dan petang
Kurawat setiap ucap yang kau tinggalkan
Meski sempat  ingin kucampakkan di gigir trotoar
Â
Kerinduan tak selalu memaksa
Meski perasaan selalu mendesak
Aku masih sangat teringat ketika butir kata kata itu
Engkau ludahkan tepat di dua sisi mataku
Butiran itu hancur lalu melukis dendam
dan bersemayam di dada
Â
Kini kau merajuk pada nasib
Dan padaku yang tak benar-benar mencintaimu
Padahal  cinta tak selalu nampak
Ia selalu hadir setiap saat
Menemani kisah sedih atau bahagia
Â
Hujatlah semua yang lekat pada dirimu
Karna ia akan selalu merekat pada angin
Dan hujan
Menggerus semua kisah cinta
Yang diceritakan kembali
Lewat sajak yang tergesa
Atau prosa romantis
Â
Sehelai daun yang tertinggal
Belum sempat kusemai
Ia jatuh telungkup
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H