Mohon tunggu...
Solihin
Solihin Mohon Tunggu... Lainnya - Bertempat tinggal di Depok

Fast and Seriously

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB 2 Prof Dr Apollo "Perkembangan P3B dari Masa ke Masa"

14 Mei 2021   09:19 Diperbarui: 14 Mei 2021   10:38 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Solihin

55519120070

Magister Akutansi


A. Pendahuluan

      Perjanjian Antara Duan negara  atau yang disebut bilateral Penghindaran Pajak Berganda (P3B) bersumber pada suatu model yang telah diterima oleh negara negara di dunia. Perkembangan hubungan  P3B ini  yang saat ini ada merupakan hasil Perundingan dari negara negara yang bertujuan untuk mengatasi masalah Pajak berganda.

     Dalam Perkembanganya dari masa ke masa ada beberapa organisasi international yaitu OECD dan PBB  yang mempunyai peranan penting dalam mengembangkan macam macam P3B. Terdapat didalam beberapa negara dan kelompok kerjasama dikawasan regional lainya yang juga mempunyai perhatian khusus dalam mendesain model P3B ini.perkembangan P3B ini juga  tidak terlepas dari kontribusi para ahli.

B. Peranan Penting  Organisasi Dalam Pembentukan Model P3B 

     Pada Pertengahanabad ke- 19 setelah Perang Duni 1, situasi ekonomi cenderung telah pulih serta hubungan ekonomi antar negara mengalami peningkatan yang baik, namun pemulihan dan peningkatan tersebut ternyata di ikuti dengan timbulnya isu Pajak Berganda . untuk mencegah terjandinya isu Pajak tersebut muncul niat dari beberapa

     organisasi international untuk membuat standart P3B, salah satunya League of Nasions atau liga bangsa bangsa (selanjutnya disebut LBB) LBB merupakan organisasi internasional yang dibentuk sebagai hasil dari Paris Peace Conference pada tahun 1919/1920 oraginasi ini merupakan asal muasal dari PBB. Misi utama dari LBB pada dasarnya adalah menjaga Perdamaian dunia dan menjaga kestabilan ekonomi

     Dalam perkembangan hasil kerjanya LBB dalam menyelesaika masalah Pajak berganda ternyata tidak banyak berpengaruh dalam meningkatkan jumlah jaringan P3B.hal ini terlihat dari jumlah P3B yang ditandatangani selama periode Perang Duni 1 dan Perang Dunia II yang tidak signifikan jumlahnya. LBB menghentikan tugas dalam menangani Masalah Penghindaran Pajak Bergganda Pada Tahun 1954, selanjutnya penelitianmengenai Penghindaran Pajak Berganda dialihkan kepada Organization of European Economic Co-operation. (disebut juga dengan OEEC) dibentuk pada tahun 1948 dengan jumlah anggota sebanyak 16 negara. Pendiri dari OEEC adalah Prancis,United Kingdom (UK) dan Austria. Kemudia pada tahun 1955, jerman bergabung menjadi anggota OEEC.

     Tujuan dari organisasi ini adalah mengimlementasikan bantuan administrasi terhadap kerangka kerja dari the Marshall plan dalam melakukan rekontruksi kawasan Eropa setelah Perang Dunia internasional meningkat sehingga dibutuhkan suatu Persamaan Persepsi  mengenai pajak berganda yang dapat menghambat perkembangan ekonomi Dunia apabila tidak ditangan secara bersama

C. Perkembangan P3B

     Negara Jerman memberian kontrubisi yang sangat penting dalam mengembangkan pajak internasional sepanjang abad 19. Jerman juga merupakan negara pelopor terkait dengan isu eliminasi pajak berganda.Fasel ini dimulai sejak pembentukan Negara Federasi Jerman Pada tahun 1815. Kepentingan jerman untuk menghindari pajak berganda semakin meningkat dengan adanya Freedom of movement diantara negara bagia jerman.

     Upaya Pemerintah Jerman untutk menhindari pajak berganda diperlihatkan dengan adanya P3B Saxony daan Prusia di tahun 1869/1870. Ini meupakan P3B (domestik) pertama anatara bagian jerman dalam sejarah pajak P3B Saxony dan Prusi . ini merupakan awal dari perkembangan P3B yang pada saat ini dalam memorondumnya ,P3B Saxony dan Prusia menjelaskan pentingnya menghilangkan hambatan atas freedom of movement.

     Memasuki Pase kedua abad ke-19, terjadi kenaikan peradangan internasional yang ditandai dengan adanya perluasankegiatan usaha dan peningkatantransaksi lintas batas negara. Akibatnya masalah Pajak berganda pun menjadi semakin rumit. Pada Pertengahan abad ke-19 muncul P3B dalam Konteks international yaitu P3B Austria/Hungaria danPrussai pada tahun 1899. P3B ini dikenal sebagai P3B internasional pertama P3B Austria/Hungaria dan Prussia tersebut mengadopsi P3B sebelumnya yaitu P3B Saxony dan Prussia pada Tahun 1869/1870.

     Pada Tahun 1903 ada juga  P3B antara Saxony dan Austria/Hungaria serta Bavaria dan Austria/Hungaria . Kemudian sebelum Perang Dunia I terdapat P3B yang dibuat oleh beberapa negara lainya diantaranya

  • Prussia dan Luksmburg pada tahun 1909
  • Prussia dan Basle City pada thun 1911
  • Hessen dan Austria/Hungaria pada tahun 1912
  • Jerman dan Yunani Pada tahun 1912.

C.1. Perkembanga P3B Antaa Perang Dunia I dan Perang Duia II

     Pada tahun 1920 setelah Perang dunia I suatu konfrensi yang diadakan di Brussel mengusulkan kepada LBB untuk mulai menentukan lengkah langkah terait dengan upaya penghindaran pajak berganda ini berdampak kepada arus investasi antara negara . sebagai hasil dari rekomdasi tersebut, Financial Commite menugaskan kelompok ahli ekonomi untuk mengkaji secara teori permaslahan pajak berganda dan penghindaran pajak.

     Kemudia ditahun 1921 , terdapat P3B pertama yang dibuat setelah perang Duni I, yaitu P3B Czechkoslovakia dan jerman terkait dengan Pajak langlung (direct tax) pasal 1 P3B tersebut  P3B mengatur prinsip kebangsaan yaitu P3B hanya berlaku terhadap pihak pihak yang mempunyai status kebangsaan dari negara yang mengadakan perjanjian, P3B tersebut membahas masalah terkait dengan BUT.

     Pada tahun yang sama, ICC sebagai salah satu organisasi yang fokus terhadap maslah pajak mengadopsi sebuah resolusi mengenai yuridiksi pajak, yaitu UK dan Amerika serikat. Dari sudut Pandang kedua negara inilah ICC kemudia menyusun suatu resolusi yang disebut RomeResolution pada tahun 1923 (disebut juga dengan Resolusi Roma) resolusi Roma membahas Konsep Klasifikasi penghasilan serta alokasi laba Usaha.

     Pada bula Oktober 1928, Draf 1927 dibahas dalam rapat umum para ahli dari 27 negara yang diadakan di jenewa . Dalam rapat umum inilah Draf 1927 terseut di konsolidasikan kedalam Model P3B 1928. Selain itu pada rapat ini para ahli merekomendasikanpembentukan Fiscal Committee yang bertugas untuk mengembangkan Draf perjanjian terkait dengan alokasi laba usaha anatara negara untuk tujuan Pajak.

     Dalam Kongresnya di Mesiko Pada tahun 1940 dan 1943 Fiscal Comitte menghasilkan draf model P3B yang dinamakan The Mexico Draf 1943 ( disebut sebagai Draf meksiko). Inti dari Draf Meksiko adalah memberikan hak pemajakan sebanyak mungkin kepada negara sumber penghasilan atas penghasilan yang diperoleh dari transaksi lintas batas negara draf meksiko ini lebih menguntungkan negara negara berkembang

     Akan tetapi pada bulan Maret 1946 , Draf meksiko ditelaah dan dirancang ulang dalam rapat yang diadakan di london. Hasil perubahanya dinamakan sebagai Draf 1946 (disebut sebagai Draf London) berbeda dengan draf meksikoDarf London lebih menguntungkan negara-negara maju karena memberikan hak pemajakan lebih kepada negara negara pengekspor modal (capital exporting Countries).

     Dalam kurun waktu 1946-1955, Prinsip yang dikembangkan oleh Draf Meksiko dan Draf London dijadikan sebagai acuan oleh berbagai negara dalam mengadakan P3B.Kurang lebihterdapat 70 P3B ditandatangani oleh berbagi negara dalam kurun waktu tersebut akan tetapi masih terdapat masalah dalam draf meksiko dan Draf London yang masih menjadi ganjalan dalam mengadakan P3B.,

     Secara keseluruhan ,Periode antara Perang Duni I dan Perang Dunia II tercatat sebagai periode terbentuknya Jerman menduduki posisi pertama sebagai negara yang mempunyai jaringan P3B terbnayak (21 peerjanjian bilateral)posisi kedua ditempati oleh Hungaria dengan 14 Perjanjian bilateral adapun posisi ketiga , keempat dan kelima dari daftar negara yang mempunyai P3B terbanyak secara berurutan adalah Austria (11 perjanjian bilateral) Denmark (9 perjanjian bilateral) dan Francis (8 Perjanjian Bilateral)

C.2. Perkembangan P3B Setelah Perang Dunia II

      Setelah Perang Dunia II, eropa mengalami kehancuran dan membutuhkan bantuan keuangan Untuk tujuan pemulihan ekonomi, Amerika serikat mendirikan program yang dikenal dengan sebutan The marshall palan. Tujuan dari program ini adalah membantu pemulihan ekonomi negara-negara Eropa. Salah satunya dengan membentukOrganisasi dalam Rangka Kerjasama Ekonomi Eropa atau dikenal denganOEEC. The Marshall Plan ini beroperasi selama 4 tahun, yang dimulai pada bulan April 1948 dan berakhir ditahun 1952.

     Setelah melalui pertimbangan dan beebrapa pembahasan, akhirnya pada tahun 1956 Fiscal Committee terbentuk secara formal dengan target untuk melakukakan harmonisasi terkait dengan P3B Negara negara anggota dari Fiscal Committee tersebut adalah utusan Menteri Keuangan dari Negara anggota OEEC.

      Negara negara anggotanya adalahAustria, Belgia, Denmark, Prancis, Jerman, Yunani, Islandia, Irlandia, Italia, Luksberg Blanda Prtugal,Swedia,Swiss,Turki dan UK. Kemudia Amerika serikat dan Kanada bergabung menjadi anggota dari Komite tersebut.

     Fiscal Committee menerbitkan Laporan tahun 1958,1959 dan 1960 Laporan ini merupakan dasar dari draf OEEC Model yang dipresentasikan kepada Dewan OEEC pada tahun 1961, beberapa rancangan pasal telah dibuat dalam bentuk standart dan menjadi dasar dari P3B yang ada saat ini

P3B sebagai Sumber Hukum

       Untuk dianggap sebagai sumber hukum di suatu negara, suatu P3B harus melalui proses ratifikasi atau pengesahan. Proses ratifikasi ini dilakukan atas dasar ketentuan hukum perjanjian internasional di masing-masing negara yang mengadakan perjanjian. Di banyak negara, proses ratifikasi P3B harus melalui persetujuan lembaga perwakilan rakyat atau parlemen. Ketika P3B sudah diratifikasi oleh suatu negara maka ratifikasi tersebut harus diberitahukan kepada negara mitranya. Apabila masing-masing negara telah meratifikasi P3B, dapat dikatakan bahwa telah terdapat proses pertukaran nota ratifikasi.

      Pada umumnya, ratifikasi P3B di banyak negara dilakukan melalui persetujuan lembaga perwakilan rakyat atau parlemen seperti yang dilakukan oleh negara Kanada, UK, Amerika Serikat, Belgia, Luksemburg, Jerman, Austria, Meksiko, Belanda, Finlandia, Yunani, Spanyol, Swedia, dan Norwegia. Di Indonesia, berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, proses ratifikasi P3B tidak melalui persetujuan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tetapi cukup dilakukan dengan penerbitan Keputusan Presiden yang kemudian diberitahukan kepada DPR. Pengesahan P3B yang tidak melalui persetujuan DPR ini sebenarnya bertentangan dengan Pasal 11 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.

Apabila terdapat benturan antara P3B dan ketentuan pajak domestik terhadap ketentuan yang mengatur hal-hal yang sama, yang diberlakukan adalah ketentuan yang terdapat dalam P3B. Alasan yang bisa dikemukakan di sini adalah sebagai berikut:

  • P3B adalah perjanjian internasional yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yang tunduk dengan hukum perjanjian internasional. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama dalam P3B harus dilaksanakan dengan niat baik (good faith);
  • P3B pada dasarnya merupakan rekonsiliasi antara ketentuan pajak domestik masing-masing negara yang mengadakan perjanjian. Selain itu, tujuan dari P3B adalah untuk membatasi ketentuan yang terdapat dalam ketentuan pajak domestik masing-masing negara. Oleh karena itu, ketika masing-masing negara mengadakan P3B, dapat diasumsikan negara-negara tersebut telah sepakat bahwa hak pemajakan mereka berdasarkan ketentuan pajak domestik dibatasi oleh P3B
  • P3B adalah bentuk kompromi masing-masing negara yang mengadakan perjanjian. Oleh karena merupakan sebuah kompromi, apabila terjadi benturan ketentuan, tentunya P3B yang lebih diutamakan
  • P3B pada dasarnya merupakan ketentuan yang bersifat spesialis (leges speciales) terhadap ketentuan pajak domestik dari negara yang mengadakan perjanjian (lex generalis). Jadi, berdasarkan prinsip lex specialis derogat legi generali, kedudukan P3B berada di atas ketentuan pajak domestik.45

      Setiap negara mempunyai ketentuan yang berbeda dalam prosedur yang mensyaratkan untuk memasukkan P3B ke dalam ketentuan domestiknya. Secara umum, terdapat tiga jenis hubungan antara P3B dan ketentuan domestik. Pertama, P3B secara otomatis menjadi bagian dari ketentuan domestik ketika P3B tersebut berlaku (sebagai contoh, Austria, Jepang, dan Amerika Serikat). Kedua, diperlukan persetujuan parlemen agar P3B menjadi bagian dari ketentuan domestik (sebagai contoh, Jerman dan Italia). Ketiga, diperlukan suatu undang-undang untuk memasukkan P3B ke dalam ketentuan domestik (seperti Australia, Kanada, Irlandia, dan Denmark).

     Perlu diketahui juga bahwa ketentuan pajak domestik yang diterbitkan setelah disepakatinya P3B oleh masing-masing negara tidak boleh membatalkan ketentuan yang terdapat dalam P3B yang telah disepakati bersama. Atau dengan kata lain, ketentuan pajak domestik yang terbit belakangan tidak boleh meng’override’ ketentuan P3B yang telah disepakati sebelumnya. Prinsip ini dikenal dengan nama lex posterior generalis non derogat legi priori speciali. Akan tetapi, terdapat perbedaan dengan Amerika Serikat. Di negara ini, ketentuan pajak federal yang diterbitkan setelah P3B dapat meng’override’ P3B yang telah diberlakukan oleh Amerika Serikat (disebut sebagai treaty override). Di Amerika Serikat, hal ini dikenal dengan istilah ’later in time’.

Referensi

Buku:

Baker, Philip. Double Taxation Conventions. London: Sweet & Maxwell, 2012.

Branco. “The History and Relevance of Model Tax Convention.” Dalam History of Tax Treaties, ed. Thomas Ecker dan Gernot Ressler. Vienna: Linde, 2011.

Darussalam dan Danny Septriadi. Membatasi Kekuasaan untuk Mengenakan Pajak: Tinjauan Akademis atas Kebijakan, Hukum, dan Administrasi Pajak di Indonesia. Jakarta: Grasindo, 2005.

Darussalam, John Hutagaol, dan Danny Septriadi. Konsep dan Aplikasi Perpajakan Internasional. Jakarta: DANNY DARUSSALAM Tax Center, 2010.

Holmes, Kevin. International Tax Policy and Double Tax Treaties. Amsterdam: IBFD, 2007.

Hoor, Oliver R. The OECD Model Tax Convention-A Comprehensive Technical Analysis.

Luxembourg: Legitech, 2010.

Roenne. “The Very Beginning – The First Tax Treaties.” Dalam History of Tax Treaties, ed. Thomas Ecker dan Gernot Ressler. Vienna: Linde, 2011.

Rohatgi, Roy. Basic International Taxation. London: BNA International, 2005. Schwarz, Jonathan. Tax treaties: United Kingdom law and Practice. London: Sweet & Maxwell, 2002.

Simontacchi, Stefano. Taxation of Capital Gains Under the OECD Model Convention. The Netherlands: Kluwer Law International, 2007.

Van de Vijver, Anne (ed). The New US-Belgium Double Tax Treaty: A Belgian and EU Perspective. Larcier: IBFD, 2009.

Vogel, Klaus. “The Domestic Law Perspective.” Dalam Tax Treaties and Domestic Law,

ed. Guglielmo Maisto. The Netherlands: IBFD, 2006.

Artikel:

Avi-Yonah, Reuven S. dan Martin B. Tittle. “The New United States Model Income Tax Convention.” Bulletin for International Taxation, Juni 2007.

Bierlaagh. ”The CARICOM Income Tax Agreement for Avoidance of (Double) Taxation?.”

Bulletin Tax Treaty Monitor, January 2000.

Heminen, Marjaana. “Scope and Interpretation of the Nordic Multilateral Double Taxation Convention.” Bulletin for International Taxation, Januari 2007.

League of Nations. “Double Taxation and Tax Evasion: Report Presented by the Committee of Technical Experts on Double Tax Convention and Tax Evasion.” 1927.

UN. United Nations Model Double Taxation Convention between Developed and Developing Countries. New York: United Nations, 2011.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun