Mohon tunggu...
Farid Solana
Farid Solana Mohon Tunggu... Wiraswasta - I work alone. And I don't do anything random.

I work alone. And I don't do anything random.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kuta Mandalika dan Rejeki "Freelance" (Bagian 3)

5 Maret 2018   17:37 Diperbarui: 5 Maret 2018   17:42 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

suarantb.com
suarantb.com
Tak jauh dari persimpangan Cakranegara-Sweta, terdapat Masjid Ar Rahmah yang diresmikan Soeharto di tahun 1986 dengan pendanaan dari Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila. Masjid ini cukup unik. Tidak ada kemegahan sebagaimana kebanyakan masjid yang dibangun di Pulau Lombok.

Tampilannya sederhana namun asri dengan deretan pohon mangga dan fasilitas yang memadai dan teras yang nyaman. Yang lebih unik lagi, 'penguasa' masjid ini bukanlah orang Nahdlatul Wathan, melainkan Nahdlatul Ulama. Dari perbincangan singkat dengan pengurus masjid seusai menjalankan shalat Dhuha, diketahui kalau pengurus takmir masjid ini didominasi oleh imigran dari Banyuwangi dan Jember.

Dan, ternyata, tujuan saya tidak jauh. Kurang dari 1 km saya telah tiba di Terminal Mandalika yang lokasinya tak jauh dari Pasar Bertais setelah sebelumnya disuguhi kicau suara burung walet dari ruko-ruko mangkrak yang sengaja digunakan sebagai sarang burung itu.

Bukan hal yang tepat untuk banyak bertanya di tempat asing seperti ini. Saya lebih suka menghabiskan waktu barang beberapa menit untuk mengetahui pola interaksi yang ada sehingga mengetahui ongkos ke Praya yang sebenarnya tanpa banyak cakap. Tak lama setelah menemukan lokasi yang tepat untuk naik angkutan jenis colt ke Kabupaten Lombok Tengah, yakni di seberang kantor pemasaran Phoenix Residence, saya pun siap meninggalkan Kota Mataram.

Waktu itu masih jam 9 pagi, dan saya tiba di Pasar Renteng, Praya kurang dari 1 jam. Jangan pernah menggubris saat Anda diminta ongkos Mataram-Praya lebih dari Rp 7.000,- per orang, karena itu artinya Anda ditipu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun