Mohon tunggu...
Sofyan Utiarahman
Sofyan Utiarahman Mohon Tunggu... Guru - Master Trainer MGPBE, Fasilitator, Narasumber Kependidikan, Motivator, Instruktur Nasional, Penulis Pemula

Sofyan Utiarahman. Pecinta aksara. Peselancar Media. Menulis dan belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rumahku, Surgaku

26 Maret 2022   03:44 Diperbarui: 26 Maret 2022   03:48 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Dr. Wijaya Kusumah, S.Pd., M.Pd. Sumber: https://www.gurupenggerakindonesia.com. Akses tanggal 12 Maret 2022. 

Rumahku, Surgaku

    Karya Opan Semesta

Hari Ahad, pukul 06.00. Aktivitas di rumah sederhana sudah mulai tampak. Bunyi piring bersinggungan terdengar dari dapur. Gemercik air mengalun bagaikan lantunan lagu tanpa irama. Menyelisik ruangan hingga ke pendengaran. Penanda aktivitas pagi mulai ditunaikan. Menjalankan rutinitas keseharian. Wujud penghambaan di dunia fana.

Rumah sederhana bersih dan asri. Lantainya nyaris tanpa debu. Tak tampak secuil kertas ataupun sejenisnya. Cat dinding berpadu tatawarna berkesan cerah. Perabot rumah tangga tertata rapi pada tempatnya. Tak tampak kesan mewah dan antik. Sederhana. Sungguh, penataan yang memberi makna luas pada rumah berdinding tripleks berukuran sempit. 

Di depan rumah tampak berdiri tenda berukuran empat kali enam meter. Berhias janur kuning yang dirangkai menyilang. memberi kesan unik dan alami. Kursi tertata bagaikan barisan tentara memanggul senapan yang bersiap terjun ke medan tempur. He..he... Adapula meja yang telah tersedia hidangan sederhana.

Pak Jaya dan Bu Kiyah baru sehari menempati rumah itu. Mereka mengundang para tetangga dan kerabat. Tidak banyak. Sekitar dua puluh orang. Acara mempererat tali silaturahmi. Sebagai tetangga baru, Pak Jaya berniat menjalin hubungan baik. Ia sering mendengar ceramah. Harus menjalin hubungan baik dengan tetangga. Agar hidup rukun dan damai.

Pak Jaya  berprofesi sebagai guru honor di SD Negeri 01 Sidomulyo. Tubuhnya gendut. Selalu mengenakan kopiah hasil sulaman pengrajin di desanya. Tatapannya tajam dan selalu tersenyum. Senyumannya menawan, membuat murid-murid senang dengannya. Sebagai guru honor, penghasilannya pas-pasan. Pemerintah belum mampu memberi gaji memenuhi UMP*). Gaji yang diterimanya diupayakan mencukupi kebutuhan keluarga. Dalam mengejar mimpi membangun rumah, Pak Jaya "Nyambi" di sore hari. Menjual tahu goreng dengan sepeda ontelnya. Keliling desa. Turun setelah sholat Ashar dan kembali lima belas menit menjelang sholat Magrib. Tahu goreng Pak Jaya memiliki cita rasa khas. Banyak diminati. Enak dan renyah. Apalagi oleh ibu rumah tangga yang tidak sempat membeli ikan pada Badola**). Tahu goreng Pak Jaya menjadi penganan pengganti lauk.

Lagu Tolaal Badru mengalun samar dari mini compo yang terletak di atas rak sudut. Lagu religi yang syahdu menemani keluarga Pak Jaya yang sudah berdiri menyambut para tamu. Senyum simetris terpelihara dari bibir keempat anggota keluarga kecil itu. Membuat para tamu merasa terhormat dan dihargai.

"Selamat menempati rumah baru, Pak Jaya. Semoga keberkahan senantiasa menyertai Bapak dan keluarga," ungkap Kepala Dusun.

"Aamiin," Pak Jaya berserta isteri dan anak-anak menyambut serentak. Tanpa diberi aba-aba. Gambaran kebiasaan yang dididik oleh Pak Jaya kepada isteri dan kedua buah hati mereka. Itu komitmen mereka sebelum menikah. Membangun dan menyepakati komunikasi, baik kata-kata maupun bahasa tubuh. Pak Jaya meyakini bahwa komunikasi yang efektif sangat penting untuk keutuhan mahligai rumah tangga. Dan hal itu pula yang ia terapkan dalam kehidupan mereka.

"Pak Jaya sangat berbahagia. Baru setahun menikah sudah mampu membangun rumah. Dibandingkan dengan  saya, lima tahun, Pak. Ha...ha..ha.." tawa Pak Dusun pecah. Menggelegar. Bagikan suara petir bersabungan. Mengagetkan tetamu lainnya, dan akhirnya mereka senyum. Mereka maklum. Pak Dusun memiliki pita suara besar. Pada setiap acara memberikan sambutan tidak perlu memakai sound sistem. He..he..

"Mari, Pak! Silakan duduk," Pak Jaya menjulurkan tangannya ke arah kursi yang sudah disediakan. "Maaf, keadaan tempat kami sangat sederhana." 

Tetamu menanggapinya dingin. Mereka kagum terhadap sosok Pak Jaya. Selalu merendah. Sederhana dan menghargai orang. Ringan hati kepada tetangga. Mereka masih ingat, kejadian menjelang sholat Shubuh. Pak Jaya  masih tinggal di rumah mertua. Dengan cekatan mengayuh sepeda ontelnya ke rumah Pak Mantri Ram yang berjarak tiga kilometer. Menembus pekat. Tanpa lampu berko. Hanya bermodal keyakinan dan "lampu hati." He..he... Hal itu dilakukannya hanya karena mendengar rintihan anak tetangga yang mengerang sakit perut. Erangan suara yang menembus dinding rumah. Runcing dan tajam. Sangat sesuai kalau anak tersebut menangis tengah malam di bulan puasa. Membangunkan orang yang tertidur pulas. Hm,...

Silaturahmi tidak berlangsung lama. Hanya sekali jarum jam mengitari lintasannya. Namun pertemuan itu memberikan kesan bahagia. Kepada tetamu dan keluarga Pak Jaya. Komunikasi terjalin efektif. Saling mengisi satu sama lain. Tidak ada yang menyela pembicaraan. Termasuk Pak Dusun yang berpita suara besar menggelegar. 

Pak Jaya memanfaatkan waktu antara Magrib dan isya bercengkerama bersama keluarganya. Tak tampak lelahnya mengayuh ontel menjajakan tahu goreng. Setelah sholat Magrib, ia belum beranjak dari tempat sholat. Di ruang tengah rumah. Ngobrol dengan dua orang buah hati, Tio dan Tia. Tentu ditemani Sang isteri, Bu Kiyah. Sebagai pemimpin keluarga, Pak Jaya menyadari betapa pentingnya mengendalikan kemudi bahtera rumah tangga. Keluargaku adalah aset hidupku. Anak-anakku adalah inspirasiku. Isteriku adalah bidadariku, yang selalu setia di mendampingiku. Terpatri benar di hati Pak Jaya. Kata-kata itu yang dipesan oleh mendiang ayahnya, sehari sebelum Pak jaya mempersunting Kiyah, gadis desa berlesung pipit dan bermata lentik itu.

Meskipun tinggal di rumah sederhana dan terkesan sempit, namun tampak keluarga Pak Jaya sangat bahagia. Bu Kiyah terampil dalam hal penataan. Interior rumah diatur sedemikan rupa, agar terkesan luas dan nyaman. Dengan bekal ilmu desain interior yang diperolehnya di bangku SMK, Ibu Kiyah mempraktikkannya di rumah mereka. Membuat keluarga kecil itu betah dan nyaman.

Ibu Kiyah cerdas dalam mendidik anak-anak. Tidak pernah membuli. Sebaliknya, yang disampaikan adalah kata-kata motivasi dan afirmasi. Dengan belaian kasih sayang selepas sholat shubuh, Ibu Kiyah selalu memberikan nasihat kepada Tio dan Tia. Buah hati, yang kelak akan menjadi aset di dunia dan akhirat.

Profil kehidupan keluarga Pak Jaya menjadi panutan bagi warga sekitar. Tutur kata dan tindak sikap sangat berkesan di hati para warga. Rendah hati dan selalu menebar senyum. Dalam keadaan sempitpun, keluarga kecil itu tetap bersyukur dan saling bertatapsenyum. Tak ada keluh kesah. Suatu pemandangan yang terasa hingga ke palung batin. Dari sini. Dari rumah yang mereka bangun.  Rumah yang didesain seperti surga. Rumah yang memberi inspirasi dan kebahagiaan. Rumah dan "penghuninya" yang menawarkan ketenteraman. Ketenteraman yang akan menghantarkan keluarga Pak Jaya pada Surga Abadi dan Abadi. Aamiin.

 

.......................................................................................................................................................................

#Lomba Blog Dalam rangka memeriahkan hari pernikahan Omjay (Wijaya Kusumah dan Siti Rokayah) yang ke-24 (8 Maret 2022-8 Maret 1998)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun