Mohon tunggu...
Sofyan Utiarahman
Sofyan Utiarahman Mohon Tunggu... Guru - Master Trainer MGPBE, Fasilitator, Narasumber Kependidikan, Motivator, Instruktur Nasional, Penulis Pemula

Sofyan Utiarahman. Pecinta aksara. Peselancar Media. Menulis dan belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rumahku, Surgaku

26 Maret 2022   03:44 Diperbarui: 26 Maret 2022   03:48 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aamiin," Pak Jaya berserta isteri dan anak-anak menyambut serentak. Tanpa diberi aba-aba. Gambaran kebiasaan yang dididik oleh Pak Jaya kepada isteri dan kedua buah hati mereka. Itu komitmen mereka sebelum menikah. Membangun dan menyepakati komunikasi, baik kata-kata maupun bahasa tubuh. Pak Jaya meyakini bahwa komunikasi yang efektif sangat penting untuk keutuhan mahligai rumah tangga. Dan hal itu pula yang ia terapkan dalam kehidupan mereka.

"Pak Jaya sangat berbahagia. Baru setahun menikah sudah mampu membangun rumah. Dibandingkan dengan  saya, lima tahun, Pak. Ha...ha..ha.." tawa Pak Dusun pecah. Menggelegar. Bagikan suara petir bersabungan. Mengagetkan tetamu lainnya, dan akhirnya mereka senyum. Mereka maklum. Pak Dusun memiliki pita suara besar. Pada setiap acara memberikan sambutan tidak perlu memakai sound sistem. He..he..

"Mari, Pak! Silakan duduk," Pak Jaya menjulurkan tangannya ke arah kursi yang sudah disediakan. "Maaf, keadaan tempat kami sangat sederhana." 

Tetamu menanggapinya dingin. Mereka kagum terhadap sosok Pak Jaya. Selalu merendah. Sederhana dan menghargai orang. Ringan hati kepada tetangga. Mereka masih ingat, kejadian menjelang sholat Shubuh. Pak Jaya  masih tinggal di rumah mertua. Dengan cekatan mengayuh sepeda ontelnya ke rumah Pak Mantri Ram yang berjarak tiga kilometer. Menembus pekat. Tanpa lampu berko. Hanya bermodal keyakinan dan "lampu hati." He..he... Hal itu dilakukannya hanya karena mendengar rintihan anak tetangga yang mengerang sakit perut. Erangan suara yang menembus dinding rumah. Runcing dan tajam. Sangat sesuai kalau anak tersebut menangis tengah malam di bulan puasa. Membangunkan orang yang tertidur pulas. Hm,...

Silaturahmi tidak berlangsung lama. Hanya sekali jarum jam mengitari lintasannya. Namun pertemuan itu memberikan kesan bahagia. Kepada tetamu dan keluarga Pak Jaya. Komunikasi terjalin efektif. Saling mengisi satu sama lain. Tidak ada yang menyela pembicaraan. Termasuk Pak Dusun yang berpita suara besar menggelegar. 

Pak Jaya memanfaatkan waktu antara Magrib dan isya bercengkerama bersama keluarganya. Tak tampak lelahnya mengayuh ontel menjajakan tahu goreng. Setelah sholat Magrib, ia belum beranjak dari tempat sholat. Di ruang tengah rumah. Ngobrol dengan dua orang buah hati, Tio dan Tia. Tentu ditemani Sang isteri, Bu Kiyah. Sebagai pemimpin keluarga, Pak Jaya menyadari betapa pentingnya mengendalikan kemudi bahtera rumah tangga. Keluargaku adalah aset hidupku. Anak-anakku adalah inspirasiku. Isteriku adalah bidadariku, yang selalu setia di mendampingiku. Terpatri benar di hati Pak Jaya. Kata-kata itu yang dipesan oleh mendiang ayahnya, sehari sebelum Pak jaya mempersunting Kiyah, gadis desa berlesung pipit dan bermata lentik itu.

Meskipun tinggal di rumah sederhana dan terkesan sempit, namun tampak keluarga Pak Jaya sangat bahagia. Bu Kiyah terampil dalam hal penataan. Interior rumah diatur sedemikan rupa, agar terkesan luas dan nyaman. Dengan bekal ilmu desain interior yang diperolehnya di bangku SMK, Ibu Kiyah mempraktikkannya di rumah mereka. Membuat keluarga kecil itu betah dan nyaman.

Ibu Kiyah cerdas dalam mendidik anak-anak. Tidak pernah membuli. Sebaliknya, yang disampaikan adalah kata-kata motivasi dan afirmasi. Dengan belaian kasih sayang selepas sholat shubuh, Ibu Kiyah selalu memberikan nasihat kepada Tio dan Tia. Buah hati, yang kelak akan menjadi aset di dunia dan akhirat.

Profil kehidupan keluarga Pak Jaya menjadi panutan bagi warga sekitar. Tutur kata dan tindak sikap sangat berkesan di hati para warga. Rendah hati dan selalu menebar senyum. Dalam keadaan sempitpun, keluarga kecil itu tetap bersyukur dan saling bertatapsenyum. Tak ada keluh kesah. Suatu pemandangan yang terasa hingga ke palung batin. Dari sini. Dari rumah yang mereka bangun.  Rumah yang didesain seperti surga. Rumah yang memberi inspirasi dan kebahagiaan. Rumah dan "penghuninya" yang menawarkan ketenteraman. Ketenteraman yang akan menghantarkan keluarga Pak Jaya pada Surga Abadi dan Abadi. Aamiin.

 

.......................................................................................................................................................................

#Lomba Blog Dalam rangka memeriahkan hari pernikahan Omjay (Wijaya Kusumah dan Siti Rokayah) yang ke-24 (8 Maret 2022-8 Maret 1998)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun