Kupat Kodok, yaitu ketupat yang memiliki bentuk seperti kodok.
Dari ke empat jenis Ketupat diatas memiliki cara membuat yang berbeda. Ada alur atau pola tersendiri untuk menganyamnya, butuh kesabaran dan ketelitian dalam membuatnya jika salah satu putaran saja dalam membuat maka akan berubah bentuk, bahkan bisa mengulanginya lagi dari awal. Ketupat yang sudah jadi di sebut selontongan (contongan).
Setelah selontongan jadi kemudian dimasak semalam sebelum di hidangkan pagi harinya.
"Sakdurunge budhal menyang langgar masjid wong nggantungne Kupat neng lawang omah, artine arwah cilik gedhi seng wes ninggal ben iso ngrayakne ugi melu mangan (Sebelum berangkat ke masjid atau mushola, pagi harinya warga menggantungkan ketupat di pintu rumah yang memiliki arti bahwa arwah yang telah meninggal dan anak kecil ikut merayakan dengan memakannya.)" Jelasnya. Wallahu a'lam bishawab.
Di Mangunan Tulung Sampung Ponorogo tradisi Hari Raya Ketupat bisa kita temukan di hari ke 8 Bulan Syawal, tetapi di daerah lain Ketupat bisa ditemukan  pada saat Hari Raya Idul Fitri.
Pada waktu pagi hari, lebih tepatnya pada hari ke 8 Bulan Syawal masyarakat membawa Ketupat yang sudah dimasak untuk dibawa ke mushola atau masjid untuk didoakan oleh kyai atau ustadz untuk memohon keselamatan dan wujud rasa syukur kepada Allah SWT. Setelah didoakan antara warga satu dengan yang lainnya bertukar kupat untuk di makan. Hal ini merupakan salah satu wujud silaturahmi dan rasa kebersamaan antar warga. Tradisi Bodo Kupat secara turun temurun tetap terjaga dan di lestarikan di tengah modernitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H