Mohon tunggu...
Sofiyan Zulkarnain
Sofiyan Zulkarnain Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Universitas Jember

Saya menempuh pendidikan di fakultas pertanian, karena tertarik mengenai dunia pertanian yang berkelanjutan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Peluang Pengembangan Tanaman Karet di Lahan Berpasir

22 Desember 2022   12:35 Diperbarui: 22 Desember 2022   17:09 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini di Indonesia lahan pertanian tanaman pangan mengalami penyempitan akibat konversi lahan menjadi lahan non pertanian seperti pemukiman, industri, transportasi, dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat menjadi dasar pentingnya ekstensifikasi pertanian dengan pemanfaatan lahan marginal seperti lahan pasir pantai.

Indonesia sebagai negara kepulauan yang berjumlah sekitar 17.508 pulau, mempunyai wilayah pantai cukup luas dengan aneka manfaat bagi kehidupan manusia maupun bagi penyangga antara ekosistem darat dan laut. Bentuk lahan wilayah pantai terdiri atas wilayah pantai berlumpur, wilayah pantai berpasir.

Mengingat masalah permasalahan di atas dan potensi negara kita, salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah perluasan areal pertanian ke arah lahan marjinal. Lahan marjinal merupakan lahan yang bermasalah dan mempunyai faktor pembatas tinggi untuk tanaman. Salah satu lahan marjinal yang memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan di Indonesia adalah lahan pantai, sebab Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beribu-ribu pulau sehingga memiliki pantai yang sangat luas. Indonesia memiliki panjang garis pantai mencapai 106.000 km dengan potensi luas lahan 1.060.000 ha, secara umum termasuk lahan marginal.

       Berjuta-juta hektar lahan marginal tersebut tersebar di beberapa pulau, prospeknya baik untuk pengembangan pertanian namun sekarang ini belum dikelola dengan baik. Lahan pantai memiliki beberapa kendala apabila akan digunakan sebagai lahan pertanian antara lain lahannya yang berupa pasir, kesuburan tanahnya yang rendah, intensitas cahaya matahari yang tinggi dan kecepatan angin yang tinggi. Usaha di bidang budidaya pertanian pada awalnya atau umumnya dilaksanakan pada lahan yang tidak mempunyai karakteristik keterbatasan prasyarat budidaya pertanian atau lahan yang sesuai dengan kebutuhan lahan usahatani.

Dampaknya makin hari lahan yang tersedia bagi usaha tani makin terbatas sebagai lahan yang sesuai harapan bertani. Mengingat luasnya lahan kawasan pantai di Indonesia, perlu ada pemikiran yang jitu dalam memanfaatkan lahan kawasan pantai bagi usaha budidaya pertanian. Kawasan pesisir menjadikan alternatif bagi usaha budidaya pertanian dengan segala konsekuensi agar keterbatasannya dapat teratasi dengan input teknologi. Lahan pantai memiliki berberapa kendala apabila akan digunakan sebagai lahan pertanian antara lain lahannya yang berupa pasir, kesuburan tanahnya yang rendah, intensitas cahaya matahari yang tinggi dan kecepatan angin yang tinggi. Untuk itu dibutuhkan suatu teknologi (manipulasi) lahan agar lahan pantai dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Dalam jangka panjang, pengembangan lahan pertanian di lahan marjinal untuk lahan pertanian diharapkan dapat memecahkan masalah ketahanan pangan.

Kendala dalam pengembangan tanaman karet di lahan pasir

1. Memiliki struktur tunggal dan konsistensi lepas. Pada lahan perkebunan tanaman karet yang memiliki tekstur tanah pasir mengalami kendala dalam hal budidayanya. Tanah dengan tekstur pasir memiliki porositas yang tinggi  sehingga daya untuk menahan air sangat rendah dan kemantapan agregat tanah rendah (Achmad & Hadi, 2015).

2. Kandungan bahan organik rendah. Tekstur tanah yang berpasir memiliki kandungan bahan organik yang rendah sehingga kurang optimal untuk perkembangan mikroorganisme dalam tanah. Hal ini menyebabkan aktivitas mikroorganisme dalam mengurai bahan organik menjadi lambat (Achmad & Hadi., 2015).

3. Tingkat kemampuan menyimpan air rendah. Tekstur tanah sangat menentukan kecepatan infiltrasi dan kemampuan tanah dalam menahan air. Tanah yang mempunyai tekstur pasir mempunyai daya infiltrasi yang tinggi tetapi kemampuan dalam mengikat air nya sangat rendah. Kandungan tanah lempung yang sedikit sehingga menyebabkan tanah mempunyai agregat yang kurang baik sehingga tanah bertekstur pasir sering kehilangan unsur hara lewat pelindian dan erosi. Tekstur tanah dapat menentukan struktur tanah yang penting bagi pergerakan udara, air, dan zat-zat hara di dalam tanah serta berpengaruh terhadap kegiatan makro dan mikro pada tanah (Achmad et al., 2016). Kondisi struktur tanah berpasir menyebabkan evaporasi yang tinggi sehingga kadar lengas dalam tanah rendah. Akibatnya terjadi penurunan dalam penyerapan air yang dapat menyebabkan tanaman karet mengalami cekaman air dan terjadinya penurunan dalam penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.

Solusi

Pemberian air pada lahan pasir umumnya lebih rendah dari lahan yang  membutuhkan irigasi sehingga membutuhkan metode khusus untuk mengalirkan airnya ke area lahan yang lebih tinggi salah satunya dengan memompa air dan kemudian diditribusikan dengan menggunakan saluran terbuka atau pipanisasi (tertutup).  Ketepatan pemberian air memiliki hubungan dengan sifat fisik tanah dan dari media tanamnya. Tanah dengan sifat seperti tanah bertekstur liat lebih efisien pada pemberian air dibandingkan dengan tekstur tanah lempung berpasir. Namun tidak menutup kemungkinan lahan berpasir juga bisa dengan optimal menerima air. Metode yang bisa digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan mendukung proses budidaya di lahan perkebunan yaitu dengan menggunakan sistem irigasi untuk proses pengairan. Irigasi dapat menjadi pilihan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering. Sistem irigasi ini hanya mengaplikasikan air di sekitar perakaran tanaman.

Sistem irigasi cocok digunakan atau diterapkan untuk lahan kering, berpasir, berbatu, dan kondisi tanah tanah yang sulit didatarkan (Brotohadiparinggo et al., 2020).  Irigasi dengan menggunakan sistem perpipaan memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, namun sistem perpipaan membutuhkan perencanaan yang tepat untuk menghindari atau meminimalisirkan kegagalan dalam sistemnya dan berujung pada pengeluaran modal, jika sistem struktur pipa dan faktor kendalanya (tekanan air dan kecepatan) dapat diketahui, maka desain yang optimal dapat diwujudkan dalam bentuk diameter pipa yang meminimalkan biaya total.

    Namun demikian, untuk mengatasi permasalahan di lahan berpasir yaitu dengan menambahkan tanah subur di atas lahan marjinal tersebut dengan ketebalan tertentu misalnya 1 m untuk tanaman perkebunan seperti tanaman karet. Teknik ini memiliki kelemahan yaitu memakan banyak biaya di awal reklamasi.

Penulis:
Cahya P. Inayah, Sofyan Zulkarnain, Flagadantra C. Shindu, Nabila G. Rindarti, Ayudya A. Putri, dan Sundahri.

Korespondensi:
sundahri.faperta@unej.ac.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun