Mohon tunggu...
Sofie Meilinda
Sofie Meilinda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Lemahnya Hukum dan Keadilan di Hadapan Uang dan Kekuasaan

26 Desember 2022   15:28 Diperbarui: 26 Desember 2022   16:02 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keadilan itu milik semua manusia. Tidak peduli kaya atau miskin, berkuasa atau tidak, hitam atau putih, Jawa, Sunda, Batak, Ambon, atau suku apapun yang dimiliki. Tidak peduli darimana dia berasal, Islam, Kristen ,Katolik, Budha, Hindu, atau Khong Hu Cu kah agamanya. Tidak peduli seberapa tinggi jabatannya, bagaimana latar belakang pendidikannya. Tidak peduli siapa orang tuanya. Tidak peduli apa jenis kelamin dan pekerjaanya.

Sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa hukum lebih tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas itu jelas adanya. Sanksi-sanksi berat hukum hanya ditujukan untuk masyarakat kecil . Hukum bersifat memaksa itu seharusnya berlaku untuk seluruh warga negara. Tetapi pada kenyataannya, hal itu hanyalah berlaku untuk mereka yang tidak berdaya untuk melawannya. Sementara mereka yang berdaya bisa dengan leluasa untuk melakukan apapun untuk melawan hukum.

Kurangnya transparansi hukum yang ada, membuat publik bertanya-tanya. Ada apa sebenarnya? Apakah ada tujuan tertentu yang ingin dicapai? Karena seperti sedang ada misi khusus yang dijalankan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian menimbulkan adanya persepsi-persepsi buruk publik kepada pemerintah. Persepsi buruk tersebut mungkin saja akan menimbulkan konflik antara publik dan pemerintah yang dapat merugikan keduanya.

Aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi di tahun 2019 dan digelar di berbagai daerah di Indonesia merupakan salah satu bentuk unjuk rasa yang dilakukan oleh para mahasiswa. Demo tersebut dilakukan karena pada saat itu pemerintah dan DPR secara tiba-tiba ingin mengesahkan RKUHP yang pembahasannya dilakukan secara tidak terbuka. Pembahasan dilakukan tanpa melibatkan publik di dalamnya. Selain itu, terdapat

pasal-pasal bermasalah yang kemudian memancing protes masyarakat. Aksi ini merupakan salah satu dampak yang timbul dari kurangnya transparansi pemerintah kepada masyarakat.

Aksi demo yang dilakukan mahasiswa berujung ricuh dengan aparat keamanan yang menimbulkan banyak sekali kerugian. Melihat kondisi tersebut, Presiden Joko Widodo pada saat itu akhirnya meminta DPR untuk melakukan penundaan pengesahan RKUHP. DPR pun menyetujuinya. Selain karena permintaan presiden, hal tersebut juga dilakukan untuk merevisi pasal-pasal yang kontroversial dan dianggap bermasalah oleh publik.

Pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja juga dilakukan secara mendadak yaitu dalam rapat paripurna DPR tanggal 5 Oktober 2020. Padahal RUU Cipta Kerja ini mendapatkan berbagai respon penolakan dari masyarakat, namun tetap saja di sah kan. Tidak jauh seperti RKUHP, pada RUU Cipta Kerja ini terdapat pasal-pasal yang merugikan masyarakat, terutama bagi para buruh atau pekerja dan menguntungkan bagi para investor. Akibatnya, aksi-aksi mogok kerja pun sempat terjadi pada saat itu.

Pemerintah yang terkesan seperti sedang kejar tayang untuk melakukan pengesahaan RUU Hak Cipta Kerja juga menimbulkan sebuah tanda tanya besar bagi publik. 2020 merupakan tahun dimana kita sedang terpuruk akibat adanya wabah Covid-19 yang menimpa Indonesia. Namun, bukannya fokus terhadap kasus Covid-19, pemerintah terkesan malah sibuk mengesahkan RUU Cipta Kerja tersebut. Apakah itu sengaja dilakukan karena merasa fokus publik saat itu adalah terhadap Covid-19 sehingga dapat menjadi celah yang bagus bagi pemerintah?

Aksi demonstrasi yang terjadi pada tahun 2019 mengenai penolakan sahnya RKUHP menjadi UU kembali terulang di tahun ini. Hal tersebut karena DPR mengatakan bahwa RKUHP akan ditargetkan sah sebelum masa reses, yaitu 15 Desember 2022. Rupanya pengesahan dilakukan lebih cepat dari tanggal yang ditentukan. Pada hari selasa, 6 November 2022, DPR mengetok palu sebagai simbol sahnya RKUHP sebagai bagian dari UU.

Apakah penundaan pengesahan RKUHP selama kurang lebih 3 tahun ternyata benar-benar bertujuan untuk mengkaji kembali isi RKUHP atau hanya sebatas peredam konflik pada saat itu saja? Karena sampai saat ini setelah disahkan, draft final kitab tersebut masih disembunyikan dan belum di publikasi kan. Lalu Bagaimana rakyat bisa setuju, isi final dari kitab tersebut pun apa rakyat tidak tahu.

Pasal-pasal kontroversial di dalam RKUHP juga tidak tahu bagaimana statusnya setelah disahkan. Apakah kemudian diperbaiki sesuai aspirasi rakyat atau tetap dipertahankan karena mengejar sebuah keuntungan. Ini juga yang akhirnya menyebabkan masih terjadinya perdebatan antara rakyat dengan pemerintahan hingga saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun