Mohon tunggu...
Sofiatul Uyun
Sofiatul Uyun Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

seorang mahasiswa jurusan akuntansi syariah, memiliki minat terhadap tata kelola keuangan. selain itu tertarik terhadap dunia pendidikan dan perempuan serta lingkungan. senang dengan tantangan dan suka melakukan hal-hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penggunaan Instrumen Derivatif dalam Keuangan Syariah: Tinjauan Terhadap Kepatuhan Syariah

22 Maret 2024   03:31 Diperbarui: 22 Maret 2024   03:32 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Instrumen derivatif dalam instrumen keuangan syariah telah menjadi topik perdebatan di kalangan Ulama, Akdemisi dan Pemodal Syariah. Pendukungnya berargumen bahwa instrumen derivatif dapat digunakan untuk manajemen risiko yang sah dan memberikan fleksibilitas dalam investasi tanpa melanggar prinsip syariah. 

Namun, kritikusnya mengatakan bahwa instrumen derivatif cenderung melibatkan spekulasi dan transaksi non-jual beli yang bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan kajian mendalam untuk menentukan kehalalan dan kepatutan penggunaan instrumen derivatif dalam instrumen keuangan syariah.

Dilansir dari Bursa Efek Indonesia, definisi dari Derivatif adalah "kontrak finansial antara 2 (dua) atau lebih pihak-pihak guna memenuhi janji untuk membeli atau menjual assets/commodities yang dijadikan sebagai obyek yang diperdagangkan pada waktu dan harga yang merupakan kesepakatan bersama antara pihak penjual dan pihak pembeli". Jenis-jenis instrumen derivatif sangatlah bergama, mulai dari Call Option, Put Option, Forward, Futures hingga Swap. Adapun pengertian dari masing-masing jenis Instrumen Derivatif sebagai berikut:

  • Call option : opsi yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli sejumlah saham tertentu pada waktu dan harga tertentu.
  • Put Option: Perjanjian yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menjual saham, obligasi, komoditas, atau aset lainnya pada harga dan waktu yang ditentukan
  • Forward : kontrak untuk membeli atau menjual properti dengan harga yang telah ditentukan dan dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
  • Futures: kontrak untuk membeli atau menjual suatu aset pada harga yang telah ditentukan pada waktu tertentu di masa depan.
  • Swap: perjanjian untuk menukar satu sekuritas dengan sekuritas lainnya

Dari semua jenis Intrumen Derivatif tersebut tujuan utamanya adalah untuk menjaga nilai uang (Hedging). Hedging ialah strategi untuk mengurangi resiko pada suatu aset akibat adanya perubahan harga di sama depan. Dari tujuan yang dimiliki dalam Instrumen Derivatif apakah hal tersebut boleh dilakukan? dan bagaiaman kepatuhannya terhadap hukum syariah?

Beberapa pihak berpendapat bahwa instrumen derivatif dapat memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas pasar keuangan syariah, sementara yang lain menilai bahwa risiko yang terkait dengan penggunaan instrumen derivatif dapat mengarah pada pelanggaran terhadap prinsip-prinsip syariah. 

Pendukung penggunaan instrumen derivatif dalam keuangan syariah berargumen bahwa instrumen ini dapat digunakan untuk melindungi nilai aset, mengurangi risiko fluktuasi harga, dan meningkatkan likuiditas pasar. Selain itu, instrumen derivatif juga dapat membantu entitas keuangan syariah dalam manajemen risiko, seperti risiko suku bunga dan risiko mata uang, tanpa melanggar prinsip-prinsip riba dan spekulasi yang dilarang dalam Islam. 

Di sisi lain, para kritikus mempertanyakan kehalalan instrumen derivatif dalam keuangan syariah. Mereka berpendapat bahwa instrumen derivatif sering kali melibatkan unsur spekulasi yang berlebihan dan transaksi non-jual beli, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Selain itu, beberapa ulama khawatir bahwa penggunaan instrumen derivatif dapat meningkatkan risiko moral dan ketidakstabilan pasar keuangan syariah.

Perlu diketahui bahwa Islam melarang keras riba namun tidak melarang perdagangan berikut dengan keuntungan dari perdagangan tersebut. Dalam surah Al-Baqarah ayat 275 dijelaskan bahwa larangan terhadap riba dan menggambarkan konsekuensi yang akan dialami oleh orang-orang yang terlibat dalam praktik riba. 

Al-Qur'an mengajarkan pentingnya menjauhi riba dan mendorong umat islam untuk berpegang teguh pada prinsip keuangan yang adil dan sesuai dengan ajaran islam. Dalam instrumen Derivatif syariah setidaknya ada lima prinsip yang perlu di perhatikan dan bebas dari kelima-limanya menurut Dr. Darmawan, M.A.B dalam bukunya yang berjudul "Manajemen Keuangan Syariah" tahun 2022 yaitu;

  • Riba (Bunga)
  • Risywah (Korupsi)
  • Maysir (Perjudian)
  • Gharar (Risiko yang tidak perlu)
  • Jahl (Ketidaktahuan)

Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, Rasulullah Saw juga bersabda: "Jauhilah perdagangan yang mengandung gharar (ketidakpastian).'' (HR. Ahmad).

Instrumen derivatif konvensial sebenarnya tidak sepenuhnya melanggar syariah, namun memang ada beberapa jenis atau bentuk instrumen derivatif yang dilarang di islam karena melanggar Kepatuhan syariah yakni kontrak forward dan future. 

Kontrak forward tidak sah di dalam syariah dikarenakan mengandung unsur spekulasi, riba, gharar dan maysir. Kontrak forward dan futures melibatkan pertukaran aset pada harga yang telah disepakati di masa depan, namun terdapat unsur spekulasi yang tinggi dan mungkin melibatkan riba dalam bentuk bunga atau keuntungan yang tidak jelas dari transaksi tersebut. 

Oleh karena itu, hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang menganjurkan transaksi yang jelas, adil, dan tidak merugikan pihak lain

Derivatif syariah yang bertujuan untuk menjaga nilai uang (Hedging) akibat dari adanya ketidakpastian nilai dimasa depan tanpa melanggar prinsip-prinsip syariah maka itu diperbolehkan karena sesuai terhadap kepatuhan syariah. Penggunaan instrumen derivatif dalam keuangan syariah sebenarnya sudah ada sejak dahulu hingga sekarang, diantaranya:

1. Murabahah: Disebut juga dengan pembiayaan Mark Up, merupakan sebuah transaksi jual beli antara dua pihak dimana penjual memberitahukan harga beli berang kepada pembeli. Harga jual akhir ditentukan dengan menambahkan harga beli dengan keuntungan yang telah disepakati sebelumnya.

2. Wa'ad: Janji atau kesepakatan yang dibuat oleh satu pihak untuk melakukan sesuatu di masa depan

3. Arbun: Definisinya merujuk pada uang muka yang diberikan oleh pembeli kepada penjual untuk mendapatkan hak membeli sesuatu barang dalam jangka waktu tertentu atau kontrak pembelian bersyarat.

4. Salam: Transaksi jual beli dimana penjual setuju untuk menyediakan barang tertentu dengan syarat pembayaran dilakukan di muka, sedangkan pengiriman akan dilakukan di waktu yang akan datang

Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya Instrumen Derivatif atau kontrak keuangan dalam syariah bukanlah hal yang haram, selama tidak mealnggar prinsip-prinsip dalam syariah. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip syariah berarti ketidakpatuhan terhadap syariah. 

Dari jenis-jenis instrumen derivatif kontrak forward dan futures termasuk tidak sah atau dilarang di dalam syariah. Alasannya karena unsur spekulasi yang tinggi dan mungkin melibatkan riba dalam bentuk bunga atau keuntungan yang tidak jelas dari transaksi tersebut. Selain itu ada beberapa produk dalam Instrumen keuangan islam derivatif yang sudah pasti sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yaitu, Murabahah, Wa'ad, Arbun dan juga Salam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun