Mohon tunggu...
Sofiatul Munawaroh
Sofiatul Munawaroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Seorang perempuan yang ingin menjadi manusia seutuhnya. Mohon doa, semoga rajin menjadi hobi saya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lebaran-nya 2 Bung Proklamator

16 April 2023   22:00 Diperbarui: 16 April 2023   22:01 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak terasa sebentar lagi kita akan segera meninggalkan Ramadhan serta menyambut hari Lebaran. Hari raya yang paling ditunggu-tunggu oleh semua kalangan umat Muslim. Dimana momen ini selalu dijadikan ajang silaturahmi dan maaf-maafan atau yang lebih dikenal dengan halal bi halal. 

Kurang lebih 90 tahun yang lalu, ada momen unik disekitar lebaran. Adalah dua proklamator Indonesia, yang saling kritik terhadap pandangan politik satu sama lainnya.  Dalam momen lebaran tersebut Soekarno menulis sebuah artikel yang diberi judul 'Jawab Saya pada Sodara Mohamad Hatta' yang diterbitkan oleh koran Fikiran Rakyat. Artikel ini merupakan satu diantara artikel-artikel yang sekarang terhimpun dalam buku Dibawah Bendera Revolusi.

Uniknya artikel klarifikasi tersebut diawali dengan kalimat "Hari Lebaran adalah hari perdamaian." Kemudian juga menyatakan bahwa tulisannya ini bukanlah dibuat untuk mendebat bung Hatta karena bung Karno sendiri cinta perdamaian. Serta bagi bung Karno pertukaran pikiran itu haruslah ada karena itu akan berguna bagi kemajuan pergerakan nasional kemudian.

Tulisan bung Karno ini berisi penjelasan dan jawaban atas artikel bung Hatta yang lebih dulu terbit mengenai pandangan non-koperasi. Kita tahu bersama bahwa pandangan bung Hatta mengenai pergerakan nasional itu lebih luwes. Sedangkan bung Karno menganggap bahwa pergerakan nasional itu haruslah diatas kaki sendiri tidak ada kompromi. Non-koperasi harus 100%, karena itulah asasnya. 

Keris Irlandia jadi contoh

Lebih lanjut bung Karno menekankan bahwa cukuplah Irlandia menjadi contoh. Ketika Irlandia masuk dalam Westminster atas pilihannya sendiri, memiliki hak pilih aktif dan pasif, serta mendapat lebih dari 100 kursi di Westminster tersebut. Mereka tetap dibungkam oleh Inggris (Great Britain), suara mereka tetap kalah.

Apalagi Indonesia dalam Tweede Kamer yang saat itu hanya diberi hak pilih pasif serta hanya diduduki oleh mereka yang dipilih bukan atas kehendak rakyat sendiri. 

Roh Bangsa Harus dididik

Selain itu, bung Karno sepaham dengan pernyataan Arthur Griffith, "Kamu harus meninggalkan Westminster bukan hanya karena di Westminster itu rantai-rantai perbudakan kita digemblengnya, kamu harus meninggalkan Westminster ialah terutama untuk menggembleng sendiri kamu- punya senjata- Rokh, satu-satunya senjata yang bisa menghancurkan perhambaan kita!"

Kata yang disoroti dalam hal ini adalah roh. Bagi bung Karno sangat penting untuk mendidik bangsa untuk berpemerintahan sendiri. Melatih serta mendidik roh bangsa sendiri untuk mewujudkan kemerdekaan. 

Bung Karno dengan gaya tulisan yang merepresentasikan jiwanya, mengingatkan bung Hatta bahwa taktik hanya boleh menyimpang dari asas ketika benar-benar sedang terdesak dan tidak ada pilihan lain. Maka dalam hal ini-Tweede Kamer- bung Karno tidak menemukan keterdesakan itu. 

Walaupun begitu, bung Karno tetap mengakui bahwa bung Hatta meski berbeda pandangan dengannya tetap memiliki satu tujuan. Hanya saja bagi bung Karno, pandangan non-cooperatif bung Hatta keluar dari asas prinsipil. Serta bung Karno berpandangan bahwa akan sia-sia saja berkompromi dengan Belanda karena kekuatan Belanda dan Indonesia tidak sebanding.

Bung Karno memberi jalan keluar bahwa Indonesia harus merdeka atas usaha sendiri. Dengan kekuatan batin dan lahir Indonesia dapat meruntuhkan kapitalisme dan imperialisme. Dengan kekuatan sendiri gaung kemerdekaan Indonesia akan segera terwujud.

Di akhir artikelnya bung Karno berpesan pada bung Hatta "Karena itu sekali lagi: seterusnya tolaklah kursi di Den Haag, dan buatlah ini hari terimalah saya punya silaturahmi!"

Beginilah adu pendapat orang-orang berilmu dan beradab menurut saya. Dua tokoh proklamator ini beradu argumen dengan memaparkan fakta dan data. Penyampaiannya masih santun dan berwibawa. Beginilah kiranya para politikus sejati yang berdebat lewat pena dengan gagasan sepenuh hati. Bukan hanya bisa saling sindir tanpa bukti. Apalagi menggunakan majas-majas sarkas yang syarat akan ambiguitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun