Mohon tunggu...
sofia putri melati
sofia putri melati Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswi

mahasiswa di uin walisongo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Kesadaran Nasionalisme Melalui Moderasi Beragama

18 November 2021   13:22 Diperbarui: 18 November 2021   13:44 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia yang secara kodrati majemuk memiliki akar kultural yang cukup kuat dan memiliki modal sosial sebagai landasan moderasi beragama. Dalam konteks ke-Indonesia-an, konsep moderasi beragama telah memiliki landasan yang sangat kuat, bahkan menjadi semangat atas terbentuknya negara ini, sebagaimana yang telah diteladankan oleh para tokoh kemerdekaan pada awal berdirinya Indonesia. Dengan berbagai latar belakangnya yang berbeda, baik agama, etnis dan kepentingan politiknya, para fundingfathers faktanya lebih mengedepankan jalan tengah dan bersatu dan membentuk sebuah kesepakatan bersama. Usaha untuk mencari titik temu di tengah perbedaan yang ada ini kemudian menjadi sesuatu yang sangat bernilai dalam konteks keberagaman bangsa Indonesia.

            Bangsa Indonesia adalah masyarakat beragam budaya dengan sifat kemajemukannya. Keragaman mencakup Perbedaan budaya, agama, ras, bahasa, suku, tradisi dan sebagainya. Dalam masyarakat multibudaya yang demikian, sering terjadi ketegangan dan konflik antar kelompok budaya dan berdampak pada keharmonisan Hidup.

            Moderasi Beragama adalah bagian dari ajaran Islam dimana kita di ajarkan untuk memiliki komitmen Kebangsaan, bersikap toleransi, bersikap anti radikalisme dan kekerasan serta bersikap ramah terhadap budaya dan relegion lokal. Maka dengan demikian membangun kesadaran nasionalisme melalui moderasi beragama sangatlah penting mengingat masyarakat indonesia yang agamis.

Pentingnya Nasionalisme

            Indonesia merupakan negara unik yang memiliki beragam budaya dengan sifat kemajemukannya. Keragaman mencakup Perbedaan budaya, agama, ras, bahasa, suku, tradisi dan sebagainya. Namun seringkali dititik tertentu keragamaan ini menjadi pemicu terjadinya permasalahan yang mengancam kedaulatan negara. Muncul gerakan-gerakan yang tidak sesuai dengan ideologi negara seperti fanatisme, terorisme, radikalisme, serta konflik sosial antar suku, ras dan agama. Selain permasalahan internal, terdapat pula permasalahan eksternal yaitu globalisasi. Pengaruh globalisasi yang semakin meluas berdampak pada kebudayaan lokal. persoalan tersebut merupakan persoalan yang berkaitan dengan rasa nasionalisme suatu bangsa. Memudarnya rasa cinta tanah air merupakan suatu hal yang sangat berbahaya bagi suatu negara. Hilangnya rasa nasionalisme bangsa bahkan dapat membawa kehancuran dan kebangkrutan bagi negara itu sendiri. Maka sangat penting untuk menumbuhkan dan membangkitkan rasa nasionalisme  tersebut.

Nasionalisme berasal dari kata nation yang artinya bangsa. Adapun bangsa menurut Badri yatim memiliki dua pengertian, yaitu antropologis-sosiologis dan politis. antropologis-sosiologis dimaknai sebagai suatu masyarakat yang merupakan suatu persekutuan-hidup tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah, dan adat istiadat. Sedangkan politis memiliki arti sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam.

            Lebih mudahnya, nasionalisme adalah kecintaanya pada tanah air yang menjadikan sekelompok besar orang menetap disuatu wilayah ditanah air serta memiliki tujuan dan cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa. Menurut Ernest Renan, hal yang paling utama dan mutlak diperlukan dalam pembentukan nasionalisme adalah kemauan dan tekad bersama (zudi Setiawan, 2007: 26). Selain itu, Sunardi dan Ryamizard Ryacudu berpendapat bahwa terdapat tiga komponen utama dalam paham kebangsaan, yaitu rasa kebangsaan, paham pemahaman kebangsaan, dan semangat kebangsaan. Tiga komponen itulah yang menjadikan nasionalisme sering dipandang sebagai ideologi pemeliharaan negara bangsa (Tatang Muttaqin dan Aris Subiyono, 2017).

            Nasionalisme sebagai penyokong tergapainya pembangunan dan cita-cita bangsa, maka sebuah bangsa harus memiliki nasionalisme yang kuat. Dengan nasionalismelah Indonesia dapat sejajar dan bersaing dengan negara-negara lain. Adanya nasionalisme menjadikan bangsa dan negara tetap berdiri. Tanpa nasionalisme, sebuah bangsa dan negara tidak akan bisa bertahan. Nasionalisme pra kemerdekaan menjadi sebuah ideologi perjuangan untuk melawan penjajah. Pasca kemerdekaan, nasionalisme sama pentingnya yaitu digunakan untuk membangun negara dan menggapai cita-cita bangsa seperti yang tertuang pada pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Demikian nasionalisme sedari awal adalah pokok perjalanan dan perjuangan bangsa Indonesia.

Rasa nasionalisme adalah yang membuat suatu negara masih berdiri. Bayangkan saja jika suatu bangsa sudah tidak mencintai tanah airrnya sendiri. Tingkat kejahatan, kekerasan, Konflik, pertikaian, kerusakan dimana-mana. Produk dalam negeri tidak laku, kesenian dan kebudayaan ditinggalkan, bahkan kekayaan negara digadaikan. 

Nasionalisme yang Berlandaskan Ketuhanan dan Kemanusiaan

            Bangsa Indonesia seringkali menempatkan nasionalisme dan agama di sisi yang saling bersebrangan. Oleh karena itu perlu adanya penguatan paham nasionalisme religiuis agar dapat memperkuat dasar filosofis berbangsa menjadi ideologis negara. Bangsa indonesia harus memberikan penghormatan nilai-nilai religius itu sendiri seperti pada sistem nilai kebangsaan.

            Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memberikan penghormatan kepada nilai-nilai keagamaan. Nilai-nilai Ketuhanan termuat dalam Pancasila sila pertama, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Rasa nasionalisme yang ada sejalan dengan pikiran dasar keimanan kita, tidak berlebihan sehingga tidak menimbulkan radikalisme. Warga negara wajib memiliki jiwa nasionalisme yang melihat segala perbedaan melalui sisi ketuhanan dan sisi kemanusiaan.

            Agama merupakan sebuah keyakinan yang secara hakiki bersifat pribadi. Dalam hal ini tiap-tiap individu menerapkan tindakan yang bersifat universal, yang artinya umum. Mereka bersentuhan dengan alam, lingkungan dan sesama. Maka dalam menerapkan perilaku hidup beragama diperlukan sikap moderat. Sikap moderat yaitu: memiliki sikap terbuka, bersifat rasional, diaplikasikan dan diterapkan dengan kerendahan hati; dan kemanusiaan yaitu, keagamaan dalam konteks kemanusiaan--keindonesiaan.

Pemahaman tentang Moderasi Beragama

            Moderasi beragama disebut-sebut sebagai jalan tengah di tengah keragaman agama di Indonesia. Darlis, 2017 menyebutkan sikap moderat dalam beragama berasal dari konsep "tawasuf", karena dalam segala aspek ajarannya islam itu berkarakter moderat. Kita dianjurkan untuk tidak berlebih-lebihan dalam beragama atau bersikap esktrim. Dalam beragama yang perlu dihindari adalah sikap yang terlalu berlebih-lebihan. Sikap tidak berlebih-lebihan tersebut diambil dari konsep al wasathiyah yang dalam islam memiliki makna seimbang.

            Moderasi beragama menjadi paham keagamaan keislaman yang mengejewantahkan ajaran islam yang sangat esensial. Ajaran yang tidak hanya mementingkan hubunagn baik kepada Allah, tapi juga yang tak kalah penting adalah hubungan baik kepada seluruh manusia. Bukan hanya pada saudara seiman tapi juga kepada saudara yang berbeda agama. (Kementrian Agama RI, 2015).

            Moderasi ini sangat terbuka terhadap perbedaan yang ada diyakini sebagai sunatullah dan rahmat bagi manusia. Selain itu moderasi beragama menghargai dan menghormati perbedaan pendapat, sehingga tidak mudah untuk menyalahkan apalagi sampai mengkafir-kafirkan orang lain.  

            Moderasi islam lebih mengedepankan persaudaraan yang berlandaskan pada asas kemanusiaan, bukan hanya pada asas keimanan atau kebangsaan. Pemahaman seperti itu menemukan momentumnya dalam dunia islam secara umum yang sedang dilanda krisis kemanusiaan dan Indonesia secara khusus yang juga masih mengisahkan sejumlah persoalan kemanusiaan akibat dari sikap yang kurang moderat dalam beragama. Konsekuensinya, perkembangan hukum islam menjadi dinamis dan sesuai zaman (Fahrudin, 2019).

Prof. M. Quraish Shihab mengemukakan tiga kunci seseorang bisa menerapkan moderasi beragama. Tiga kunci itu ialah pengetahuan, mengganti emosi keagamaan dengan cinta agama, dan selalu berhati-hati. Dengan tiga kunci inilah seseorang dapat menerapkan wasathiyah atau moderasi beragama (Husni, 2019).

Moderasi Beragama Membangun Kesadaran Nasionalisme 

            Moderasi beragama tidak berarti bahwa mencampurkan kebenaran dan menghilangkan jati diri masing-masing. Sikap moderasi tidak menistakan kebenaran, kita tetap memiliki sikap yang jelas dalam suatu persoalan., tentang kebenaran, tentang hukum suatu masalah, namun dalam moderasi beragama, kita lebih pada sikap keterbukaan menerima bahwa diluar diri kita ada saudara sebangsa yang juga memiliki hak yang sama dengan kita sebagai masyarakat yang berdaulat dalam bingkai kebangsaan. Orang memiliki keyakinannya sendiri-sendiri, ada agama yang mesti dihormati dan diakui keberadaannya, untuk itu perlu terus bertindak dan beragama secara moderat.

            Kehidupan berbangsa dan bernegara akan lebih tertata apabila tiap-tiap orang menanamkan nilai-nilai moderasi beragama. Tidak akan ada konflik yang terjadi karena perbedaan ras. Sikap fanatik dan ektremisme tidak akan ditemukan. Tindakan radikal dan terorisme tidak akan terjadi. Karena tiap-tiap orang saling menghargai, mengedepankan toleransi, hidup dengan seimbang, tidak ada ujaran kebencian ataupun deskriminasi terkait apapun perbedaan yang terlihat

            Dengan menerapkan nilai-nilai moderasi beragama, kerukunan dan keharmonisan dapat terjalin, maka kesadaran nasionalisme akan mengikuti. Masa depan dan kemakmuran negara ditentukan oleh bangsa itu sendiri, demikian apabila tidak dapat berbuat baik janganlah berbuat jahat. Apabila tidak dapat bertutur kata lembut, diamlah.

Referensi:

Akhmadi, Agus. 2019. Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia Religius. Jurnal Diklat Keagamaan. Volume 13. Nomor 2. Halaman 45-55.

Widodo, Priyantoro & Karnawati. 2019. Moderasi Agama Dan Pemahaman Radikalisme Di Indonesia. Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen. Volume 15. Nomor 2.

Nurish, Amanah. 2019. Dari Fanatisme Ke Ekstremisme: Ilusi Kecemasan, Dan Tindakan Kekerasan. Jurnal Masyarakat Dan Budaya. Volume 21. Nomor 1.

Hamid, Abdul. 2018. Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Penguatan Nasionalisme Di Indonesia. Jurnal Pendidikan Agama Islam. Volume XV. Nomor 1.

Setiawan, Iwan. 2018. Islam Dan Nasionalisme: Pandangan Pembaharu Pendidikan Islam Ahmad Dahlan Dan Abdulwahab Khasbullah. Hayula: Indonesian Journal Of Multidiscipplinary Islamic Studies. Volume 2. Nomor 1.

Khamdan, Muh. 2016. Pengembangan Nasionalisme Keagamaan Sebagai Strategi Penanganan Potensi Radikalisme Islam Transnasional. Jurnal Addin. Volume 10. Nomor 1.

Khakim, Abdul & Munir, Miftakhul. 2018. Penguatan Nasionalisme Melalui Pendidikan Agama Islam. Jurnal Studi Islam. Volume 13. Nomor 2.

Amin, Nasihun. 2012. Menyemai Nasionalisme Dari Spirit Agama: Upaya Meredam Radikalisme Beragama. Jurnal Teologia. Volume 23. Nomor 1.

Mursididn. 2019. Pendidikan Agama Islam Berbasis Nasionalisme. Jurnal Pendidikan Islam. Volume 8. Nomor 1.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun