"Baru sekitar lima belas menit yang lalu Farhan"
"Kamu sehat nak?"
"Alhamdulillah, sehat Buk"
"Han, Libur yang akan datang pulang ya nak, setelah tujuh hari kepergiannya kau belum ke makam Bapak mu, ia pasti menanti dan rindu dengan hadiah Fatihah dari atas sana"
"Untuk saat ini aku sedang sibuk dengan tanggungan amalan-amalan ibadahku, nanti aku kabari kalo aku sudah tidak sibuk lagi Buk," Jawab Farhan yang rupanya perkataan itu menyayat hati Ibunya.
"Ayahmu membesarkan kau dengan penuh kasih sayang, namun kau mengunjungi makamnya saja tak pernah, sebentar lagi bulan ramadhan usahakan sesekali sebelum ramadhan tiba kau ziarahi makam Bapak mu."
Farhan tetap kekeh dengan amalan-amalan ibadahnya, ziarah ke makam Bapaknya ia kesampingkan padahal sudah memasuki hari ke sepuluh bulan ramadhan, pada kuliah subuh Kyai pengasuh pesantren menyampaikan kajian tentang Birrulwalidain.
Tepat pada isi materinya yang dituturkan, "bahwasanya ketika seorang anak rajin beribadah namun ia tidak menghormati orang tuanya, maka ia ibarat seperti orang yang terseok-seok", seketika tatapan Farhan kosong, pikirannya tidak karuan, ajakan ibunya untuk ziarah ke makam bapaknya tiba-tiba berubah menjadi suara yang berkali-kali menghampiri telinga, tubuh melemas seperti habis dicambuk dengan sangat keras.
Tetesan air mata yang tak henti-henti membanjiri wajah yang mendadak pucat pasi menambah rasa sakit yang terus berkecamuk. Lisan tak lagi kuasa berkata-kata, semua hanya mampu diutarakan dalam hati yang bergejolak.
"Ya Tuhan aku menyesali semua ibadah-ibadah ku, yang telah aku puji setinggi-tingginya, semua tidaklah berarti dihadapan-Mu, sebab aku tidak menghormati orang tuaku, kini jiwaku terseok-seok tak berdaya"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H